#cerpen
AYREN
Di tempat belajar dimana ilmu berlimpah-ruah,
Aku memandangmu dari kejauhan. Saat itu kau tengah bersamanya. Wanita yang
begitu indah di pelupuk mata. Kuyakin begitupun bagi dirimu. Kalian terlalu
sering bersama hingga wajar jika ku katakan kalian memang pasangan romeo dan
Juliet. Kuyakini keinginan itu tak mungkin lagi menjadi kenyataan. Ingin
memilikimu bahkan sampai ingin menyatakan kepada dunia kau milikku. Aku masih
disini menunggumu.
Kak Rendi,,,!
Aku memberanikan diri memanggil.
Mengusikmu setelah lelah menjadi menara pengawas. Secepatnya pula kau membalas dengan senyuman.
Tak lama, kamu mengakhiri perbincanganmu dengannya dan mendekat padaku.
Sudah selesai membacanya?
“Ha,,hampir. “ Ucapku sedikit terbata-bata
“Lalu?” Tanyanya heran
Aku ada keperluan sedikit, buku-buku itu
sedikit membuatku bingung. Kata-katanya terlalu pragmatik namun aku menyukainya. Aku boleh pinjam lama
gak?
Pertanyaan konyol namun tak kuambil pusing.
Dia dapat berdampingan denganku walau
sesaat itu sudah cukup.
Lelaki yang kukagumi ini memang hobi mengoleksi
buku. Hampir semua buku yang ingin kucari dapat kutemukan darinya. Bukan berarti Aku gemar membaca. Sebab pernyataan
sebelumnya adalah ekspektasi diri. Tapi realitanya, Jangan berfikir dia seorang
penjual buku. Haha, karena Dia adalah seorang lelaki idaman Raya Meisinangtyas.
Hmm, boleh. Ucapnya datar dan berlalu
meninggalkanku
Entah karena wanita yang dari kejauhan
memperhatikannya. Atau mungkin Kak Rendi takut pacar kesayangannya akan
cemburu. Aku tak tahu menahu alasan wanita itu tak suka melihatku bersama Kak
Rendi. Padahal, Aku berbeda jauh dengannya. Hitam, kumal, bahkan gayapun tak
dapat menyainginya.
Pukul 4 Sore
Sepulang sekolah, Gadis 17 tahun seusiaku
tentu telah berada di keranda rumah. Asyik menanti malam atau membantu pekerjaan rumah. Dan akupun
menanti malam ditemani buku-buku puisi
dari AAN Mansyur yang kupinjam darinya.
SEPASANG MATAMU
Tiap benda di dunia memilki hati. Dan,
seseorang
penyair pernah berkata kepadaku, semesta
sendiri
pula memilki hati. Aku memikirkan kata-kata
itu-
dan aku tidak mampu tidak memikirkan matamu.
Sepasang matamu, bencana raksasa di kejauhan.
Tidak berhenti membuat hidupku jadi benda
Kecil yang memilki hati.
Kutuliskan
puisi itu pada secarik kertas berwarna biru muda dan kuselipkan pada salah satu
buku yang kupinjam. Mungkin wanita lain akan menuduhku perebut. Namun bagiku
tidak. Aku hanya ingin memberitahunya. Itu sudah cukup.
Keesokannya,
Mentari belum juga muncul. Dengan semangat, Aku bersiap menuju sekolah
tercinta. Bukan karena mencintai sekolahnya. Buktinya Aku pemegang rekor sebagai murid peringkat
terakhir berturut-turut. Dialah yang membuatku bersemangat ke sekolah. Ku sadar
tak ada wanita yang ingin sepertiku. Tapi tak ada pula yang salah dengan namanya cinta anak SMA.
Aku
mengenal Kak Rendi semenjak Masa
Orientasi Siswa Baru. Kita hanya berbeda satu tingkatan kelas. Kala itu, Dia
seperti malaikat pembela dari keganasan senior lain. Akupun tak paham apa yang
ada dalam benaknya. Bagiku Lelaki tinggi, tampan, cerdas itu adalah malaikat penyelamat.
Setiba
di sekolah. Incaran pertama tentu adalah kelas 301 A. Bangku urutan kedua dari depan
tepat sebelah pintu masuk. Aku menyukainya, bukan hal aneh kalau Aku mulai hafal
seluk beluk dirinya termasuk jadwal kedatangannya di sekolah. Tak disangka kali
ini berbeda dari biasanya. Acara yang kususun sejak kemarin tenggelam
sudah. Tentang pengakuan lalu jawaban
tak ada yang berjalan dengan semestinya.
“Hay,
Kak Rendi “Sapaku
“Tumbenan
jam segini udah nongol?”
“Cie,
lagi galau ya hahah,,”
Saat
itu sedikit meledek menjadi jurus andalan. Dalam rangka menghilangkan kecanggungan yang tak biasa. Betapa tidak, Hanya
ada AYREN (Ay dan Rendi) di tempat itu. Detak jantungku berdetak keras. Aku takut dia
mendengarnya.
“Ada apa?” Tanyanya
“Umm gak kok, rencananya mau ke kelas
tapi gak sengaja lewat jalur ini.”
“Oke.” Jawaban singkat padat jelas
kuterima
Aku tak juga jera, saat jam istrahat
kucoba menghampirinya di kantin Bu Iyem. Jurus jituku kembali beraksi. Namun
dia masih saja sinis begitupun kepada kawan lainnya. Sedari tadi dia hanya
menyendiri. Wanita lain mungkin menganggapku gila dengan tingkah seperti ini.Toh,
Lagi pula ini hidupku, Aku sudah sibuk memikirkan kisah cinta AYREN tidak
penting lagi memikirkan pendapat orang lain.
Menjadi pengagum rahasia selama dua
tahun tak ada yang mudah. Bersembunyi dengan senyuman manis tiap kali bertemu. Aku
sadar lantaran tak ingin merusak kedekatan kami selama ini karena Dia telah
memilki seseorang. Namun kali ini, Aku tak dapat lagi menahannya. Hari ini,
mungkin belum dapat kesempatan mungkin besok. Akan tetapi, tiga hari berlalu
sejak hari itu, Dia tak lagi pernah kutemukan di kelas,
ataupun koridor tempat biasa romeo dan Juliet bertemu. Tanda tanya terus melanda.
Hingga hari keempat kuputuskan merubah haluan. Seharusnya menuju sekolah justru
ke rumahnya.
”Assalamualaikum”
Berkali-kali bel rumah itu ku tekan. Namun,
tak ada satupun jawaban dari dalam. Padahal ini masih terlalu pagi untuk kedua
orang tuanya berangkat kantor dan sudah pagi bagi pembantunya. Berhubung yang
dicari tidak ditemukan, Aku kembali ke tujuan awal yaitu sekolah. Tak ku sangka
dia sudah jadi trending topik. Dari awal gerbang sekolah hingga masuk dalam
kelas namanya tak henti kudengar. Lelaki andalan sekolah telah pindah ke Luar
Negeri.
***
1 tahun berlalu, acara prom night cukup
meriah. Tapi tak begitu denganku, Aku masih saja memikirkanmu. Semenjak kepindahanmu ke Luar Negeri. Seperti sambaran
petir, Aku mulai berubah dan bertekat melanjutkan kuliah di tempatmu. Mengisi
waktu dengan belajar, berbaur dengan yang lain dan sesekali menstalking
medsos teman-teman sekelasmu sebelumnya.
Mungkin saja akan ada pesanmu di dinding FB mereka. Akupun sekarang sudah
menjadi penggantimu dengan rekor baru sebagai andalan sekolah ditiap lomba.
Dengan kata lain, kamu masih menjadi penyemangat hidupku.
Malam ini, Julietmu sedang asyik bersama
pacar barunya. Bahkan mereka telah dinobatkan jadi Prom Queen dan Prom King.
Mungkin, Baginya dirimu hanya bias yang sempat singgah sedangkan bagiku kamu
adalah kotak rahasia yang selalu terkunci rapat. Seperti aku mengunci semua
buku-buku dan petikan puisi itu dalam lemari kecil khusus. Benar, Aku tak
membuangnya karena Aku masih
setia menunggumu sejak dulu sampai sekarang. Biarkan arus sungai mengalir hingga
air laut tiba di pelupuk mata.
Bagaimana
kabarmu hari ini? Pertanyaan yang selalu
terbesit ketika keadaan begitu ramai seperti saat ini. Apakah sama sepertiku.
Sebentar lagi, Aku mungkin dapat menyatakannya padamu. Walaupun sebenarnya aku
menunggu keajaiban kamulah yang pertama menyatakannya padaku.
Malam
semakin larut dan acarapun telah usai. Setelah berganti pakaian, Aku
menyegerakan tidur. Saat itulah, tiba-tiba satu email muncul. Dengan nama yang
tak asing lagi, Muhammad Rendi. Secepat kilat ku buka pesan itu. Dalam bentuk
word. Diketik menggunakan huruf kapital dengan ukuran font 40 dan posisi kertas
Landscape.
APA KABAR?
SEHAT?
SELAMAT YA, UDAH LULUS.
KAMU MAKIN CANTIK DAN DEWASA, AY
Aku
terdiam, maksudnya?
Lelaki
yang menghilang tiba-tiba muncul di hari prom nightku?
Pertanyaannya
seperti menayakan namun juga memberitahu
Ku coba
membalas sinis email itu walaupun sebenarnya banyak hal yang ingin kukatakan
namun rasa kecewa berlebih masih meninggalkan bekas.
DIMANA
hotel
DARI MANA?
Italia
SEJAK KAPAN PULANG?
kemarin
JAHAT
tidak
BOHONG
love you
Aku tak
berani berkata-kata lagi, mimpi atau semacamnya. Candaannya kali ini terlalu
berlebihan. Intinya, Aku harus dalam keadaan tenang bila ingin kembali membalas
emailnya.
Paginya,
alarm terus berbunyi. Tetap saja, Aku tak bisa lepas dari kenyamanan tempat
tidur. Malamku terlalu panjang sampai seperti mimpi. Ibu yang tidak biasanya
harus turun tangan akhirnya ambil bagian.
“Ay, bangun
nak sudah pukul 12 siang”, Ibu membangunkanku dengan lembut
“Ibu,
semalam aku pulangnya larut banget”
“Ada
yang nyariin” Sambung ibu
“Palingan
si Wati”, mengelak sebab tidur terlalu penting kali itu.
“Anak
gadis, bangunnya tengah hari, suami mana mau nikahin kamu kalau jam segini
belum bangun juga,”
“ Suami
dari Italia,” sambungku lalu melanjutkan tidur
“ Ini
anak bercanda mulu,” Kata awal yang kudengar setelah jawaban terakhirku
selebihnya aku tak mendengarnya lagi sebab omelan Ibu mirip lagu nina bobo. Aku
tetap kembali tidur.
Namun,
beberapa menit kemudian, Ibu kembali membangunkanku.
“Ay,
Lelaki yang bernama Rendi kamu kenal?” bisik Ibu pelan di telinga kananku
“Ha?” kok ibu bisa kenal Kak Rendi? “ sontak
terbangun sampai ibupun kaget
“Gak kenal.
Hanya saja dia ada di ruang tamu sekarang.”
Aku
masih mulai mencerna baik-baik perkataan ibu. Sambil mulai mengumpulkan nyawa
untuk bergerak.
“Bukannya
yang harusnya datang Si Wati Bu?”
“
Iya, Wati dan Rendi.”
Secepat
kilat, Aku memperindah diri. Tidak sabar lagi untuk bertemu dengannya. Sebab
nama Rendi adalah nama sakral bagiku. Oh ya, cerita awal Aku mulai akrab dengan
Wati yaitu semenjak Kak Rendi di Italia. Kami berdua mewakili sekolah di
tingkat Nasional dalam lomba Olimpiade Fisika yang di adakan di Jakarta. Maklum aku telah menjadi andalan sekolah. Sejak
itu, kami mulai akrab dan Dia menjadi teman curhatku sekaligus seperti Ibu
kedua untukku. Padahal dia lebih muda 1 tingkatan kelas di bawahku. Pembawaanya
cantik, humoris dan dewasa. Dia juga wanita yang cerdas sering juga mewakili
sekolah. Sehingga sifat keibuannya membuatku betah berada di dekatnya.
Merasa
diri sudah cukup pantas, Aku menuju ruang tamu. Tak sabar ingin melihat sosok
itu lagi.
“Hai, ” Ucapnya pertama kali saat melihatku
“Hai juga” Ucapku lalu terdiam memperhatikan mereka berdua
Saat itu, Wati duduk disamping kanan Kak Rendi. Aku sebenarnya tak
mengerti dengan mereka berdua. Apa yang ingin mereka katakan hingga berada
disini. Bahkan Akupun tak menyangka kalau Wati mengenal Kak Rendi.
“Kak
Ay, lusa Aku akan ikut Mas Rendi ke Italia”
“Mas?”
tanyaku lagi dalam hati
Namun
aku tak berkata apa-apa dan membiarkan Wati melanjutkan perkataannya.
“ Iya
Kak. Sebenarnya Mas Rendi adalah omku. Nenekku anak pertama dan Ayah Mas Rendi paling bungsu.
Selama di Italia, Mas Rendi sering dengar cerita tentang Kak Ay dari Aku. Wati minta maaf sebelumnya gak pernah cerita
ke Kak Ay hanya saja wati takut kita tidak akan akrab lagi kalau saja Kak Ay
tahu yang sebenarnya. Bukan hanya itu sejak awal Aku cerita ke Mas Rendi. Dia
juga melarangku untuk memberitahu kakak. Katanya dia tidak akan lagi mendengar
tentang kakak. Kalau Aku sampai membicarakanmu padanya ” ucapnya dengan nada
bersalah.
“Ohh,” Aku menjawab sinis sebab kecewa pada Wati yang
selama ini ku percaya ternyata juga menyembunyikan sesuatu dariku.
“Wati
kesini cuma mau ngucapin salam perpisahan ke kakak, soalnya besok rencananya
mau ikut Mas Rendi ke Italia. Atau bisa saja kita sekalian barengan ke Italia
kalau kakak mau (?) ” Ujarnya.
Maksudnya?”
Tanyaku lagi
“ Aku
mengajakmu bersama Wati ke Italia. Aku dengar kamu ingin lanjutin sekolah di
Italia juga.” Mas Rendi menambahkan
Dalam
hatiku, ajakan tersebut tentulah hal luar biasa. Hal mustahil pernah terjadi.
Akupun mulai teringat dengan email semalam mungkinkah benar-benar nyata
darinya. Namun, Aku tak berani menanyakan hal itu.
“Aku
kayaknya harus komunikasi dulu dengan orang tua” Ucapku
Mendengar
jawabanku, Kak Rendi terus saja membujuk agar ikut bersamanya. Aku juga tak
mengerti. Apakah cerita Wati yang membuatnya seperti ini atau rasa kasihan pada
gadis yang sejak dulu menunggunya. Tapi, Aku tetap saja pada keputusan untuk
membicarakan niat Kak Rendi tersebut pada
kedua orang tuaku. Perdebatan kami terus berlanjut. Hingga akhirnya kata
itupun keluar dari mulut Muhammad Rendi.
Maukah
kamu jadi istriku?
Aku tak
ingin kehilangan wanita sepertimu. Untuk itu, Aku berniat membawamu bersamaku
ke Italia.
“Ini
lamaran yang tidak masuk diakal. Secepat itukah?” Aku membantah
“Aku
tak ingin berlama-lama lagi” tuturnya dengan begitu serius
Melihat
keseriusannya bertemu dengan kedua
orangtuaku. Kami akhirnya menikah, lalu ikut bersamanya ke Italia. Melanjutkan
Kuliah bersama Kak Rendi dan juga Wati.
Semustahil apapun namun jika kita berjodoh
pasti akan bersama juga. (AYREN)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar