Selasa, 06 Juni 2017

ANALISIS NOVEL PEREMPUAN DI TITIK NOL DENGAN PENDEKATAN PSIKOANALISIS

KELOMPOK 2

1. Dewi Ulfah
2. Dewi Jafar
3. Tuti Khaerani 
4. Muhammad Ridho S



ANALISIS NOVEL PEREMPUAN DI TITIK NOL DENGAN
PENDEKATAN PSIKOANALISIS

BAB 1

PENDAHULUAN





1.1   Latar Belakang

Sastra merupakan ekspresi kegelisahan manusia dan perasaan manusia, individu, pengarang yang mengungkapkan perikehidupan masyarakat di sekelilingnya, memantulkan potret zamannya dan menegaskan harapan-harapan, visi atau bahkan kecemasan tentang masa depan kehidupan masyarakatnya. Sastra seperti halnya bahasa merupakan fenomena sosial budaya yang melibatkan kreatifitas manusia.

Menurut Wellek dan Werren (1899:25-26), fungsi karya sastra dari kurun waktu yang lain pada dasarnya sama. Pendapat Horace dan Eustin mengemukakan bahwa karya sastra baik mengundang dulce et utile keindahan dan kemanfaatan. Oleh Karena itu, proses pembentukan karya saatra selalu memerlukan perenungan kreatif dan kritis sehingga hasilnya adalah bentuk karya sastra yang layak untuk di konsumsi.

Novel merupakan bantuk karya sastra fiksi. Diantaranya terdapat unsur-unsur yang membangunnya yakni unsur instrinsik dan ektrinsik. Unsur instrinsik dapat diartikan sebagai unsur yang membangun karya sastra dari dalam. Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang mempengaruhi karya sastra dari luar, tetapi secara tidak langsung berpengaruh pada bangunan atau sistem  organisme karya sastra.

Novel karya Nawal el Saadawi dari judul asli Woman at point zero atau Perempuan di titik nol. Diterbitkan pertama kali dalam bahasa Indonesia oleh yayasan obor Indonesia pada tahun 1989. Dalam novel ini diceritakan perjalan hidup Firdaus sebagai tokoh utama. Firdau diceritakan sebagai sosok perempuan yang dari kecil merasakan kerasnya kehidupan hingga ia mengenal dunia kepelacuran. Adapun pembahasan makalah kali ini akan fokus pada penokohan firdaus menggunakan pendekan psikologis.



1.2   Rumusan Masalah

1.      Apa yang dimaksud dengan analisis psikologis?

2.      Bagaimana hubungan antara analisi psikologi dengan karya sastra?

3.      Bagaimana alur cerita novel perempuan di titik nol?

4.      Bagaiman analisis novel perepuan di titik nol jika dikaji dengan pendekatan psikologis?



1.3   Tujuan dan Manfaat

1.      Untuk membahas dan mengetahui apa yang dimaksud dengan penjelasan psikologis.

2.      Untuk membahas dan mengetahui bagaimana hubungan antara analisi psikologi dengan karya sastra.

3.      Untuk membahas dan mengetahui bagaimana alur cerita novel perempuan di titik nol.

4.      Untuk membahas dan mengetahui bagaimana analisis novel perempuan di titik nol jika dikaji dengan pendekatan psikologis?






BAB 2

PEMBAHASAN







2.1 Pendekatan Psikologis

            Psikoanalisis Freud, pendekatan psikoanalisis berangkat dari pendekan psikologi, yaitu psikoanalisi yang diteorikan oleh Sigmund Freud. Pada awalnya teori ini terkait pada metode psikoterapi untuk penyembuhan penyakit mental dan syaraf, namun kemudian berkembang menjadi teori kepribadian. Psikoanalisi adalah teori yang banyak membicarakan masalah kesadaran, mimpi, kecemasan, neurotic, emosi, motivasi, dan juga kepribadian. Tentang kesadaran itu, Freud mengemukakan bahwa kesadaran terdiri atas dua alam, yaitu alam sadar dan alam dibawah sadar. Alam sadar yang dialami manusia hanya merupakan hanya bagian lecil karena bagian perimbangan dari alam sadar dan alam bawah sadar itu ibarat gunung es. Puncak gunung es yang kecil adalah puncak kesadaran, sedangkan es yang berada di bwah laut yang jauh ebih besar merupakan alam ketidaksadaran. Alam ketidaksadaran adalah basis konsep teori psikoanalisis.

            Freud membagi struktur kepribadian manusia kedalam tiga kategori yang saling berkaitan, yaitu id, ego, dan super ego: 

1.   Id adalah lapisan dalam system bagian koodrati  yang sudah dibentuk dibawah sejak laihir. Ia berada di alam bawah sadar yang berisi kekuatan instintif dan dorongan-dorongan primitif yang secara konkrit berwujud libido. Ia memiliki dorongan yang kuat untuk berbuat. Padalal id tidak dipengaruhi oleh nilai-nilai moral yang di bentuk atau dibawah oleh kebudayaan.

2.   Ego adalah pengendali agar manusia bertindak dan berhubungandengan cara-cara yang benar sesuai dengan kondisi yang nyata, sehingga id tidak terlalu terdorong keluar. Ego berada dialam sadr dan bersifat rasional. Ia akan mengendalikan perilaku dan pikiran yang tidka rasioanal menjadi rasional.

3.   Superego adalah reseprentasinilai-nilai moral yang berlaku dimasyarakat yang secara umum termanifestasikan dalam bentuk perintah dan larangan. Ia merupakan oposisi langsung id yang menuntut pemuasan nafsu ingtingtif dan libidinal. Superego memnetukan pemilihan perilaku dan tindakan seseorang apakah baik dan pantas atau sebaliknya. Ia bersifat idealistik, dan sekaligus berfungsi mengontrol sikap dan tingkah laku agar sesuai dengan tuntutan nilai-nilai moral. Superego terbentuk karena pembudayaan (pendidikan) yang berintikan perintah atau larangan melakukan sesuatu. Hal ini akan berlaku efektif jika sudah dibentuk dari anak-anak yang secara konkrit pendidikan dari orang tua, keluarga dan lingkungan sehingga proses pembudayaan itu dapat diinternalisasikan dalam dirinya dengan baik.

Teori psikoanalisi menekankan adanya alam pikiran bawah sadar dan tidak terbatas dalam  pikiran sadar. Alam bawah sadar yang disoroti oleh Freud lebih terkaid dengan masalah pada hubungan romantis-sosial walau juga melibatkan hal-hal yang lain. Misalnya keinginan seseorang untuk berkontak seksual dengan orang tua dan orang lain dan itu kemudian memicu timbulnya emosi lain seperti identifikasi, ikatan dan rasa takut. Keinginan untuk berkontak seksual itutertekan dibawah alam sadar karena bertentangan norma sosial yang menetang hubungan inses dan seks tanpa ikatan. Namun dorongan untuk memperoleh kenikamatan dari kontak seksual itu demikian kuat sehingga orang sering mencari jalan untuk mengepresikannya.



2.2 Hubungan Analisis Psikologi dengan karya Sastra

Teori psikologi banyak dikaitkan dengan karya kesastraan, khusunya untuk keperluan kajian berbagai teks kesastraan sehingga muncul istilah psikologi sastra. Sebagaimana yang dikemukakan Wallek dan Warren (1989) psikologi dalam sastra dapat dikaitkan dengan psikologi pengarang, penerapan prinsip psikologi dalam teks-teks kesasraan, dan psikologi pembaca. Psikologi pengarang terkait dengan psikologi penulisan teks kesastraan yang mau tidak mau, suka atau tidak suka pasti ada pengaruh kepribadian pengarang. Misalnya pikiran dan peraaan, fikiran atau nafsu, dan lain-lain. Sebuah karya sastra adalah “anak kandung” pengarang, maka bahwa gen pengarang menurun pada anaknya adalah sebuah keniscayaan.

Sebuah teks fiksi berisi tokoh lengkap dengan karakter dan atau kepribadian.  Sebagai represenasi seseorang, tokoh pasti memiliki kepribadian tertentu, sikap, tindakan, keinginan, dan kecendrungan berperilaku. Dalam sudut pandang ini, sikap dan perilaku tokoh tersebut musti bisa dijelaskan secara psikologis karena semuanya itu dipandang sebagai penerapan prinsip psikologi (tertentu) yang salah satunya psikonalisi Freud. Psikonalisis data digunakan untuk menjelaskan dan mengkaji siakp dan perilaku tokoh sehingga masuk akal. Dengan demikian, kajian kesastraan dengan pendekatan psikologis pertama dilakukan dengan mendata sikap, perilaku, dan tindakan tokoh-tokoh cerita dan kemudian mencoba menjelaskan hal-hal tersebut dengan prinsip psikologi yang dalam kaitan ini psikonalisis.

            Lalu kaitannya dengan cerita fiksi denga psikoanalisi dapat melalui penceritaan tokoh. Setiap karya sastra adlah gudang alam bawah sadar, suatu bentuk kontemplasi dari alam bawah sadar dari sesuatu yang mungkin diejawatahkan. Bahkan seorang Budi Derma mengatakan bahwa ketika menulis sering tidak sadar menceritakan apa dan tahu-tahu sudah jadi. Dengan demikian tidak sulit memahami bahwa apa yag dikisahkan adalah materi bawah sadar, dan karenanya dapat memunculkan perilakuapa saja yang menurut ukuran alam sadar tidak mungkin, tidak masuk akal dan tidak layak.

            Materi alam bawah sadar memberikan dorongan kuat, khusunya yang terkait dengan nafsu libido walau tidak harus selalu itu, yang karena belum tentu “layak” untuk alam sadar maka perlu pembatasan-pembatasan untuk tidak melakukannya. Freud juga mengemukakan bahwa tingkah laku alam sadar sebenarnya merupakan transformasi penting materi bawah sadar  sehingga apa yang dilakukan tokoh mencerminkan dorongan bawah sadar tersebut. Hal ini kemudian disebut sebgai pertahana  ego, yaitu sutu kondisi yang berusaha melawan suatu yang tidak dapat diterima yang berasal dari alam bawah sadar. Perilaku pertahan ego itu antara lain dapat berwujud pembalikan perasaan secara perlawanan. Itulah sebabnya satra banyak memiliki cerita tentang kemunafikan, misalnya sikap, perilaku dan tindakan yang dilakukan oleh tokoh tertentu. Pertahanan yang dapat berupa intelektualisasi, proyeksi, rasionalisasi, formasi reaksi regresi, suplimasi, dan supresi.

            Intelektualisasi dapat berwujud penghindaran perasaan yang belebihan. Ketika sedih misalnya, seseorang mengalihkan perhatian ke sesuatu yang membuat pikiran tercurah. Dengan proyeksi  seseorang menempatkan diri pada pikiran atau perasaan  atau sikap tertentu terhadap orang lain. Ia membuat orang lain seolah-olah orang lain lah yang mempunyai sikap atau perasaan tertentu terhadap dirinya. Dengan rasionalisasi seseorang melakukan dorongan melakukan dorongan yang sebenarnya dilarang, tetapi dicarikan penalarannya sedemikian rupa sehingga seolah-olah dapat dibenarkan. Dengan formasi reaksi seseorang bereaksi justru bersifat kebalikannya dari yang dikehendakinya demi tidak melarang ketentuan. Dengan sublimasi seseorang melakukan impuls-impuls yang tidak dapat diterima dengan cara yang dapat diterima, misalnya mengarahkan  dorongan libido ke yang bukan libidinal.



2.3  Sinopsis Perempuan Di Titik Nol

 Alur dalam novel Perempuan dititik nol: Alur maju-mundur (campuran)

Novel perempuan di titik nol adalah novel terjemahan karya Nawal el Saadawi dari judul asli Woman at point zero. Diterbitkan pertama kali dalam bahasa Indonesia oleh yayasan obor Indonesia pada tahun 1989. Novel ini di dasari dari kisah nyata dan pengalaman sang penulis sendiri dan menceritakan tentang kehidupan dari Firdaus tokoh utama dari novel ini.
Firdaus adalah anak dari seorang petani, hidupnya sangatlah rumit dan penuh konflik. Sejak kecil Firdaus sudah menjalani penganiayaan dari segi fisik maupun mental oleh seorang lelaki yang dikenalnya sebagai ayah. Sesungguhnya tak cuma Firdaus yang mendapat perlakuan dari sosok ayahnya itu, tapi ibunya pun tidak pernah mempunyai nasib yang lebih baik dari Firdaus.

Ketika ayah dan ibu Firdaus meninggal, Firdaus di asuh oleh pamannya. Meski pamannya itu bersikap lebih baik dan lemah lembut daripada ayahnya, tapi sosok paman yang lemah lembut itu sama seperti lelaki lain. Pamannya pun tidak melewatkan kesempatan untuk melakukan pelecehan seksual kepadanya. Seringkali pamannya meraba-raba paha Firdaus sambil membacakan buku kepadanya sebelum atau sesudah Firdaus tinggal bersamanya.

Dalam masa ini, Firdaus disekolahkan di sekolah menengah pertama. Disitulah ia dapat merasakan bergaul dengan sebayanya, namun ketika itu juga ia hampir mengenal cinta tetapi tidak dari lawan jenis, melainkan dari seorang guru perempuan. Lulus dari sekolah menengah dengan nilai terbaik, lalu pamannya menikah dengan seorang gadis anak dari guru sewaktu ia sekolah di Al-Azhar.

Waktupun terus belalu, lama-kelamaan sang bibi tersebut kurang suka dengan keberadaan Firdaus di rumahnya. Jadi ia berencana untuk mengenalkan Firdaus pada seorang laki-laki yang bernama Syekh Mahmud, orang tua yang berumur 60 tahun yang kaya raya dan sangat pelit disertai dengan adanya bisul disekitar wajahnya.

Untuk membalas budi sang paman, Firdaus pun menerima pinangan dari Syekh Mahmoud tersebut dan umurnya waktu itu adalah 18 tahun. Apa boleh buat Firdaus pun harus melayani lelaki dengan wajahnya yang penuh bisul itu walau dengan setengah hati. Namun lama-kelamaan Firdaus pun tak tahan dan kemudian melarikan diri. Hal itu disebabkan Firdaus seringkali mendapatkan perlakuan yang menyakiti fisiknya.Ia pun terus berlari, dan saking kencangnya ia berlari akhirnya tibalah pada suatu keindahan pemandangan sungai Nil. Disitulah awal mulanya Firdaus beremu dengan lelaki yang bernama Bayoumi. Awalnya ia mengira lelaki yang bernama Bayoumi adalah seorang laki-laki yang baik, namun ternyata tidak demikian.

Bayoumi lalu mengajak Firdaus untuk tinggal satu rumah. Bayoumi pun tidak ketinggalan untuk merasakan nikmatnya tubuh Firdaus bersama teman-temannya. Bayoumi lah yang membawa Firdaus pada suatu profesi yang disebut pelacur. Kali ini ia bertemu dengan seorang perempuan cantik yang bernama Syarifa yang ternyata tak lebih dari seorang germo. Namun, berkat perempuan itu Firdaus lebih mengenal lagi tentang dunia pelacuran dan mengetahui bahwa ia memiliki tubuh dengan harga diri yang tinggi, disitu Firdaus merasakan kenikmatan dunia. Karena adanya konflik antara Firdaus dan Fawzi (pacar Syarifa) yang ingin memperistri Syarifa. Maka atas sikap Syarifa Firdaus yang penuh rasa hormat kepada siapapun yang di temuinya, Firdaus pun kembali melarikan diri. Di jalan ia di ajak oleh seseorang untuk masuk kedalam mobil dan dibawa ke hotel. Setelah melakukan persetubuhan Firdaus di beri uang sebesar 10 pon.

Jalan hidup membawa Firdaus menjadi seorang pelacur mandiri dan berharga. Ia bisa membeli apapun yang ia inginkan, ia bisa berdandan cantik, dan yang paling penting ia bisa memilih dengan siapa ia akan tidur. Akan tetapi nasib baik belum juga bersahabat dengannya. Ketika itu Firdaus sedang merasakan frustasi karena ia tidak merasa nyaman dan tenang saat ia menekuni sebagai seorang pelacur. Lalu ia sempat beralih profesi menjadi pegawai kantoran. Disana dia bertemu dan bisa merasakan rasanya jatuh cinta pada teman kerjanya, tetapi tetap saja lelaki itu hanya menyukai dan menginginkan kenikmatan tubuh perempuan. Bahkan perempuan adalah pelacur dalam hidup seorang lelaki, karena setelah menjadi istri pun wanita masih menjadi pelacur. Hal yang membedakannya adalah ketika sudah berumah tangga wanita merasa pasrah, tidak dibayar, dan memakai cinta dalam persetubuhannya. Sedangkan pelacur jalanan dibayar dan tidak memakai cinta dalam hubungannya.

Akhirnya Firdaus pun menekuni profesinya kembali sebagai seorang pelacur, sehingga seorang germo memaksa Firdaus bekerja untuknya. Ternyata dari pengalamannya selama ini, Firdaus pun sadar dan menjadi perempuan yang tak mau lagi di injak-injak harga dirinya oleh kaum pria. Namun karena sang germo memaksa dan mengancamnya, Firdaus pun memegang sebilah pisau dan menghujamkan beberapa tusukan, sehingga akhirnya ia membunuh sang germo. Setelah peristiwa itu, ia segera menyerahkan diri kepada polisi dan akhirnya masuk penjara.

Akibat ulahnya itu, Firdaus pun di vonis hukuman mati. Namun anehnya dia malah menolak menerima grasi yang telah diusulkan oleh seorang dokter penjaranya kepada presiden. Firdaus menggunakan kepasifan sebagai senjata perlawanan untuk mempertahankan harga dirinya, termasuk kepasifan menerima hukuman mati. Menurut Firdaus , vonis itu justru merupakan satu-satunya jalan menuju kebebasan sejati. Ironis.

2.4  Analisis  Novel Perempuan Di Titik Nol

Berdasarkan psikoanalis, watak tokoh Firdaus menceritakan tentang  seorang pelacur yang mempertahankan harga dirinya dengan sikap yang pasif pada setiap orang terutama lelaki. Pasif disini diartikan adalah tidak mau berusaha untuk mencari alternatif yang lain demi kemajuan dan kelangsungan masa depannya, tetapi hanya tetap mengandalkan apa yang terjadi sekarang dan menerimanya. Hal ini terlihat dari sikap Firdaus yang tetap mau menerima hukuman mati sebagai jalan dari kebebasannya yang sejati.






BAB 3

PENUTUP





3.1              Kesimpulan

Dari aspek psikoanalisis, novel perempuan di titik nol mengungkapnkan tentang dinamika dan proses kejiawaan tokoh-tokoh yang juga di pengaruhi oleh kehidupan masa lalu. Analisis penokohan  dalam novel dapat diperoleh gambaran mengenai proses kejiwaan dari masing-masing tokoh yang dipengaruhi faktor dari dalam maupun faktor dari luar. Melalui analisis penokohan dengan menggunakan pendekatan psikoanalisis dan masing-masing tokoh yang memberikan efek realistis.


3.2  Saran

Demikianlah makalah ini. Semoga dapat berguna bagi penulis pribadi dan pembaca umumnya. Penulis menyadari bahwa makalah ini  masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.







DAFTAR PUSTAKA



Aminuddin. 2015. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Minderop, Albertino. 2010. Psikologi Sastra. Jakarta: Yayasan obor Indonesia.

Saadawi, Nawal el. 1989. Perempuan di Titik Nol. Jakarta: Yayasan obor Indonesia.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MUH. RIDHO S

#TugasIndividu ANALISIS NOVEL RADEN MANDASIA SI PENCURI DAGING SAPI BERDASARKAN PENDEKATAN RESEPSI SASTRA Landasan Teori Secara d...