1. Dewi Ulfah
2. Dewi Jafar
3. Tuti Khaerani
4. Muhammad Ridho S
ANALISIS NOVEL PEREMPUAN DI TITIK NOL DENGAN
PENDEKATAN PSIKOANALISIS
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Sastra merupakan
ekspresi kegelisahan manusia dan perasaan manusia, individu, pengarang yang
mengungkapkan perikehidupan masyarakat di sekelilingnya, memantulkan potret
zamannya dan menegaskan harapan-harapan, visi atau bahkan kecemasan tentang
masa depan kehidupan masyarakatnya. Sastra seperti halnya bahasa merupakan
fenomena sosial budaya yang melibatkan kreatifitas manusia.
Menurut Wellek
dan Werren (1899:25-26), fungsi karya sastra dari kurun waktu yang lain pada dasarnya
sama. Pendapat Horace dan Eustin mengemukakan bahwa karya sastra baik
mengundang dulce et utile keindahan dan kemanfaatan. Oleh Karena itu, proses
pembentukan karya saatra selalu memerlukan perenungan kreatif dan kritis
sehingga hasilnya adalah bentuk karya sastra yang layak untuk di konsumsi.
Novel merupakan
bantuk karya sastra fiksi. Diantaranya terdapat unsur-unsur yang membangunnya
yakni unsur instrinsik dan ektrinsik. Unsur instrinsik dapat diartikan sebagai
unsur yang membangun karya sastra dari dalam. Unsur ekstrinsik adalah
unsur-unsur yang mempengaruhi karya sastra dari luar, tetapi secara tidak
langsung berpengaruh pada bangunan atau sistem organisme karya sastra.
Novel karya Nawal el Saadawi dari judul asli Woman at point zero atau Perempuan di
titik nol. Diterbitkan pertama kali dalam bahasa Indonesia oleh yayasan obor
Indonesia pada tahun 1989. Dalam novel ini diceritakan perjalan hidup Firdaus
sebagai tokoh utama. Firdau diceritakan sebagai sosok perempuan yang dari kecil
merasakan kerasnya kehidupan hingga ia mengenal dunia kepelacuran. Adapun
pembahasan makalah kali ini akan fokus pada penokohan firdaus menggunakan
pendekan psikologis.
1.2
Rumusan
Masalah
1.
Apa
yang dimaksud dengan analisis psikologis?
2.
Bagaimana
hubungan antara analisi psikologi dengan karya sastra?
3.
Bagaimana
alur cerita novel perempuan di titik nol?
4.
Bagaiman
analisis novel perepuan di titik nol jika dikaji dengan pendekatan psikologis?
1.3
Tujuan
dan Manfaat
1.
Untuk
membahas dan mengetahui apa yang dimaksud dengan penjelasan psikologis.
2.
Untuk
membahas dan mengetahui bagaimana hubungan antara analisi psikologi dengan
karya sastra.
3.
Untuk
membahas dan mengetahui bagaimana alur cerita novel perempuan di titik nol.
4.
Untuk
membahas dan mengetahui bagaimana analisis novel perempuan di titik nol jika
dikaji dengan pendekatan psikologis?
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pendekatan Psikologis
Psikoanalisis Freud, pendekatan
psikoanalisis berangkat dari pendekan psikologi, yaitu psikoanalisi yang
diteorikan oleh Sigmund Freud. Pada awalnya teori ini terkait pada metode
psikoterapi untuk penyembuhan penyakit mental dan syaraf, namun kemudian
berkembang menjadi teori kepribadian. Psikoanalisi adalah teori yang banyak
membicarakan masalah kesadaran, mimpi, kecemasan, neurotic, emosi, motivasi,
dan juga kepribadian. Tentang kesadaran itu, Freud mengemukakan bahwa kesadaran
terdiri atas dua alam, yaitu alam sadar dan alam dibawah sadar. Alam sadar yang
dialami manusia hanya merupakan hanya bagian lecil karena bagian perimbangan
dari alam sadar dan alam bawah sadar itu ibarat gunung es. Puncak gunung es
yang kecil adalah puncak kesadaran, sedangkan es yang berada di bwah laut yang
jauh ebih besar merupakan alam ketidaksadaran. Alam ketidaksadaran adalah basis
konsep teori psikoanalisis.
Freud membagi struktur kepribadian
manusia kedalam tiga kategori yang saling berkaitan, yaitu id, ego, dan super
ego:
1. Id adalah lapisan dalam system
bagian koodrati yang sudah dibentuk
dibawah sejak laihir. Ia berada di alam bawah sadar yang berisi kekuatan
instintif dan dorongan-dorongan primitif yang secara konkrit berwujud libido.
Ia memiliki dorongan yang kuat untuk berbuat. Padalal id tidak dipengaruhi oleh
nilai-nilai moral yang di bentuk atau dibawah oleh kebudayaan.
2. Ego adalah pengendali agar manusia
bertindak dan berhubungandengan cara-cara yang benar sesuai dengan kondisi yang
nyata, sehingga id tidak terlalu terdorong keluar. Ego berada dialam sadr dan
bersifat rasional. Ia akan mengendalikan perilaku dan pikiran yang tidka
rasioanal menjadi rasional.
3. Superego adalah
reseprentasinilai-nilai moral yang berlaku dimasyarakat yang secara umum
termanifestasikan dalam bentuk perintah dan larangan. Ia merupakan oposisi
langsung id yang menuntut pemuasan nafsu ingtingtif dan libidinal. Superego
memnetukan pemilihan perilaku dan tindakan seseorang apakah baik dan pantas
atau sebaliknya. Ia bersifat idealistik, dan sekaligus berfungsi mengontrol
sikap dan tingkah laku agar sesuai dengan tuntutan nilai-nilai moral. Superego
terbentuk karena pembudayaan (pendidikan) yang berintikan perintah atau
larangan melakukan sesuatu. Hal ini akan berlaku efektif jika sudah dibentuk
dari anak-anak yang secara konkrit pendidikan dari orang tua, keluarga dan
lingkungan sehingga proses pembudayaan itu dapat diinternalisasikan dalam
dirinya dengan baik.
Teori psikoanalisi menekankan adanya alam pikiran bawah
sadar dan tidak terbatas dalam pikiran
sadar. Alam bawah sadar yang disoroti oleh Freud lebih terkaid dengan masalah
pada hubungan romantis-sosial walau juga melibatkan hal-hal yang lain. Misalnya
keinginan seseorang untuk berkontak seksual dengan orang tua dan orang lain dan
itu kemudian memicu timbulnya emosi lain seperti identifikasi, ikatan dan rasa
takut. Keinginan untuk berkontak seksual itutertekan dibawah alam sadar karena
bertentangan norma sosial yang menetang hubungan inses dan seks tanpa ikatan.
Namun dorongan untuk memperoleh kenikamatan dari kontak seksual itu demikian
kuat sehingga orang sering mencari jalan untuk mengepresikannya.
2.2 Hubungan Analisis Psikologi dengan karya Sastra
Teori psikologi banyak dikaitkan dengan karya kesastraan,
khusunya untuk keperluan kajian berbagai teks kesastraan sehingga muncul
istilah psikologi sastra. Sebagaimana yang dikemukakan Wallek dan Warren (1989)
psikologi dalam sastra dapat dikaitkan dengan psikologi pengarang, penerapan
prinsip psikologi dalam teks-teks kesasraan, dan psikologi pembaca. Psikologi
pengarang terkait dengan psikologi penulisan teks kesastraan yang mau tidak
mau, suka atau tidak suka pasti ada pengaruh kepribadian pengarang. Misalnya
pikiran dan peraaan, fikiran atau nafsu, dan lain-lain. Sebuah karya sastra
adalah “anak kandung” pengarang, maka bahwa gen pengarang menurun pada anaknya
adalah sebuah keniscayaan.
Sebuah teks fiksi berisi tokoh lengkap dengan karakter dan
atau kepribadian. Sebagai represenasi
seseorang, tokoh pasti memiliki kepribadian tertentu, sikap, tindakan,
keinginan, dan kecendrungan berperilaku. Dalam sudut pandang ini, sikap dan
perilaku tokoh tersebut musti bisa dijelaskan secara psikologis karena semuanya
itu dipandang sebagai penerapan prinsip psikologi (tertentu) yang salah satunya
psikonalisi Freud. Psikonalisis data digunakan untuk menjelaskan dan mengkaji
siakp dan perilaku tokoh sehingga masuk akal. Dengan demikian, kajian
kesastraan dengan pendekatan psikologis pertama dilakukan dengan mendata sikap,
perilaku, dan tindakan tokoh-tokoh cerita dan kemudian mencoba menjelaskan
hal-hal tersebut dengan prinsip psikologi yang dalam kaitan ini psikonalisis.
Lalu kaitannya dengan cerita fiksi
denga psikoanalisi dapat melalui penceritaan tokoh. Setiap karya sastra adlah
gudang alam bawah sadar, suatu bentuk kontemplasi dari alam bawah sadar dari
sesuatu yang mungkin diejawatahkan. Bahkan seorang Budi Derma mengatakan bahwa
ketika menulis sering tidak sadar menceritakan apa dan tahu-tahu sudah jadi.
Dengan demikian tidak sulit memahami bahwa apa yag dikisahkan adalah materi
bawah sadar, dan karenanya dapat memunculkan perilakuapa saja yang menurut
ukuran alam sadar tidak mungkin, tidak masuk akal dan tidak layak.
Materi alam bawah sadar memberikan
dorongan kuat, khusunya yang terkait dengan nafsu libido walau tidak harus
selalu itu, yang karena belum tentu “layak” untuk alam sadar maka perlu
pembatasan-pembatasan untuk tidak melakukannya. Freud juga mengemukakan bahwa
tingkah laku alam sadar sebenarnya merupakan transformasi penting materi bawah
sadar sehingga apa yang dilakukan tokoh
mencerminkan dorongan bawah sadar tersebut. Hal ini kemudian disebut sebgai
pertahana ego, yaitu sutu kondisi yang
berusaha melawan suatu yang tidak dapat diterima yang berasal dari alam bawah
sadar. Perilaku pertahan ego itu antara lain dapat berwujud pembalikan perasaan
secara perlawanan. Itulah sebabnya satra banyak memiliki cerita tentang kemunafikan,
misalnya sikap, perilaku dan tindakan yang dilakukan oleh tokoh tertentu.
Pertahanan yang dapat berupa intelektualisasi, proyeksi, rasionalisasi, formasi
reaksi regresi, suplimasi, dan supresi.
Intelektualisasi dapat berwujud
penghindaran perasaan yang belebihan. Ketika sedih misalnya, seseorang
mengalihkan perhatian ke sesuatu yang membuat pikiran tercurah. Dengan
proyeksi seseorang menempatkan diri pada
pikiran atau perasaan atau sikap
tertentu terhadap orang lain. Ia membuat orang lain seolah-olah orang lain lah
yang mempunyai sikap atau perasaan tertentu terhadap dirinya. Dengan
rasionalisasi seseorang melakukan dorongan melakukan dorongan yang sebenarnya
dilarang, tetapi dicarikan penalarannya sedemikian rupa sehingga seolah-olah
dapat dibenarkan. Dengan formasi reaksi seseorang bereaksi justru bersifat
kebalikannya dari yang dikehendakinya demi tidak melarang ketentuan. Dengan
sublimasi seseorang melakukan impuls-impuls yang tidak dapat diterima dengan
cara yang dapat diterima, misalnya mengarahkan
dorongan libido ke yang bukan libidinal.
2.3 Sinopsis Perempuan
Di Titik Nol
Alur dalam novel Perempuan dititik nol: Alur
maju-mundur (campuran)
Novel perempuan di titik nol adalah novel terjemahan karya
Nawal el Saadawi dari judul asli Woman at point zero. Diterbitkan pertama kali
dalam bahasa Indonesia oleh yayasan obor Indonesia pada tahun 1989. Novel ini
di dasari dari kisah nyata dan pengalaman sang penulis sendiri dan menceritakan
tentang kehidupan dari Firdaus tokoh utama dari novel ini.
Firdaus adalah anak dari seorang petani, hidupnya sangatlah rumit dan penuh konflik. Sejak kecil Firdaus sudah menjalani penganiayaan dari segi fisik maupun mental oleh seorang lelaki yang dikenalnya sebagai ayah. Sesungguhnya tak cuma Firdaus yang mendapat perlakuan dari sosok ayahnya itu, tapi ibunya pun tidak pernah mempunyai nasib yang lebih baik dari Firdaus.
Firdaus adalah anak dari seorang petani, hidupnya sangatlah rumit dan penuh konflik. Sejak kecil Firdaus sudah menjalani penganiayaan dari segi fisik maupun mental oleh seorang lelaki yang dikenalnya sebagai ayah. Sesungguhnya tak cuma Firdaus yang mendapat perlakuan dari sosok ayahnya itu, tapi ibunya pun tidak pernah mempunyai nasib yang lebih baik dari Firdaus.
Ketika ayah dan ibu Firdaus meninggal, Firdaus di asuh oleh
pamannya. Meski pamannya itu bersikap lebih baik dan lemah lembut daripada
ayahnya, tapi sosok paman yang lemah lembut itu sama seperti lelaki lain.
Pamannya pun tidak melewatkan kesempatan untuk melakukan pelecehan seksual
kepadanya. Seringkali pamannya meraba-raba paha Firdaus sambil membacakan buku
kepadanya sebelum atau sesudah Firdaus tinggal bersamanya.
Dalam masa ini, Firdaus disekolahkan di sekolah menengah
pertama. Disitulah ia dapat merasakan bergaul dengan sebayanya, namun ketika
itu juga ia hampir mengenal cinta tetapi tidak dari lawan jenis, melainkan dari
seorang guru perempuan. Lulus dari sekolah menengah dengan nilai terbaik, lalu
pamannya menikah dengan seorang gadis anak dari guru sewaktu ia sekolah di
Al-Azhar.
Waktupun terus belalu, lama-kelamaan sang bibi tersebut
kurang suka dengan keberadaan Firdaus di rumahnya. Jadi ia berencana untuk
mengenalkan Firdaus pada seorang laki-laki yang bernama Syekh Mahmud, orang tua
yang berumur 60 tahun yang kaya raya dan sangat pelit disertai dengan adanya
bisul disekitar wajahnya.
Untuk membalas budi sang paman, Firdaus pun menerima pinangan
dari Syekh Mahmoud tersebut dan umurnya waktu itu adalah 18 tahun. Apa boleh
buat Firdaus pun harus melayani lelaki dengan wajahnya yang penuh bisul itu
walau dengan setengah hati. Namun lama-kelamaan Firdaus pun tak tahan dan
kemudian melarikan diri. Hal itu disebabkan Firdaus seringkali mendapatkan
perlakuan yang menyakiti fisiknya.Ia pun terus berlari, dan saking kencangnya
ia berlari akhirnya tibalah pada suatu keindahan pemandangan sungai Nil.
Disitulah awal mulanya Firdaus beremu dengan lelaki yang bernama Bayoumi.
Awalnya ia mengira lelaki yang bernama Bayoumi adalah seorang laki-laki yang
baik, namun ternyata tidak demikian.
Bayoumi lalu mengajak Firdaus untuk tinggal satu rumah.
Bayoumi pun tidak ketinggalan untuk merasakan nikmatnya tubuh Firdaus bersama
teman-temannya. Bayoumi lah yang membawa Firdaus pada suatu profesi yang
disebut pelacur. Kali ini ia bertemu dengan seorang perempuan cantik yang
bernama Syarifa yang ternyata tak lebih dari seorang germo. Namun, berkat
perempuan itu Firdaus lebih mengenal lagi tentang dunia pelacuran dan
mengetahui bahwa ia memiliki tubuh dengan harga diri yang tinggi, disitu
Firdaus merasakan kenikmatan dunia. Karena adanya konflik antara Firdaus dan
Fawzi (pacar Syarifa) yang ingin memperistri Syarifa. Maka atas sikap Syarifa
Firdaus yang penuh rasa hormat kepada siapapun yang di temuinya, Firdaus pun
kembali melarikan diri. Di jalan ia di ajak oleh seseorang untuk masuk kedalam
mobil dan dibawa ke hotel. Setelah melakukan persetubuhan Firdaus di beri uang
sebesar 10 pon.
Jalan hidup membawa Firdaus menjadi seorang pelacur mandiri
dan berharga. Ia bisa membeli apapun yang ia inginkan, ia bisa berdandan
cantik, dan yang paling penting ia bisa memilih dengan siapa ia akan tidur.
Akan tetapi nasib baik belum juga bersahabat dengannya. Ketika itu Firdaus
sedang merasakan frustasi karena ia tidak merasa nyaman dan tenang saat ia
menekuni sebagai seorang pelacur. Lalu ia sempat beralih profesi menjadi
pegawai kantoran. Disana dia bertemu dan bisa merasakan rasanya jatuh cinta
pada teman kerjanya, tetapi tetap saja lelaki itu hanya menyukai dan
menginginkan kenikmatan tubuh perempuan. Bahkan perempuan adalah pelacur dalam
hidup seorang lelaki, karena setelah menjadi istri pun wanita masih menjadi
pelacur. Hal yang membedakannya adalah ketika sudah berumah tangga wanita
merasa pasrah, tidak dibayar, dan memakai cinta dalam persetubuhannya.
Sedangkan pelacur jalanan dibayar dan tidak memakai cinta dalam hubungannya.
Akhirnya Firdaus pun menekuni profesinya kembali sebagai
seorang pelacur, sehingga seorang germo memaksa Firdaus bekerja untuknya.
Ternyata dari pengalamannya selama ini, Firdaus pun sadar dan menjadi perempuan
yang tak mau lagi di injak-injak harga dirinya oleh kaum pria. Namun karena
sang germo memaksa dan mengancamnya, Firdaus pun memegang sebilah pisau dan
menghujamkan beberapa tusukan, sehingga akhirnya ia membunuh sang germo.
Setelah peristiwa itu, ia segera menyerahkan diri kepada polisi dan akhirnya
masuk penjara.
Akibat ulahnya itu, Firdaus pun di vonis hukuman mati. Namun
anehnya dia malah menolak menerima grasi yang telah diusulkan oleh seorang
dokter penjaranya kepada presiden. Firdaus menggunakan kepasifan sebagai
senjata perlawanan untuk mempertahankan harga dirinya, termasuk kepasifan
menerima hukuman mati. Menurut Firdaus , vonis itu justru merupakan
satu-satunya jalan menuju kebebasan sejati. Ironis.
2.4 Analisis Novel Perempuan Di Titik Nol
Berdasarkan psikoanalis, watak tokoh Firdaus menceritakan
tentang seorang pelacur yang
mempertahankan harga dirinya dengan sikap yang pasif pada setiap orang terutama
lelaki. Pasif disini diartikan adalah tidak mau berusaha untuk mencari
alternatif yang lain demi kemajuan dan kelangsungan masa depannya, tetapi hanya
tetap mengandalkan apa yang terjadi sekarang dan menerimanya. Hal ini terlihat
dari sikap Firdaus yang tetap mau menerima hukuman mati sebagai jalan dari
kebebasannya yang sejati.
BAB 3
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dari aspek
psikoanalisis, novel perempuan di titik nol mengungkapnkan tentang dinamika dan
proses kejiawaan tokoh-tokoh yang juga di pengaruhi oleh kehidupan masa lalu.
Analisis penokohan dalam novel dapat
diperoleh gambaran mengenai proses kejiwaan dari masing-masing tokoh yang
dipengaruhi faktor dari dalam maupun faktor dari luar. Melalui analisis
penokohan dengan menggunakan pendekatan psikoanalisis dan masing-masing tokoh
yang memberikan efek realistis.
Demikianlah makalah ini.
Semoga dapat berguna bagi penulis pribadi dan pembaca umumnya. Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.
DAFTAR
PUSTAKA
Aminuddin.
2015. Pengantar Apresiasi Karya Sastra.
Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Minderop, Albertino. 2010. Psikologi Sastra. Jakarta: Yayasan obor
Indonesia.
Saadawi, Nawal el. 1989. Perempuan di Titik Nol. Jakarta: Yayasan
obor Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar