#Cerpen
Musik Luar Negeri vs Musik Lokal
Dalam hidupnya, ada satu hal yang
tak pernah absen. Musik.
“Sebuah hari tanpa musik adalah hari yang hampa, lebih baik hidup tanpa
makan daripada hidup tanpa musik.” Begitulah kata yang sering diucapkan oleh
Garuda. Ia orang yang sangat gemar mendengar musik. Hampir sepertiga dari satu
harinya ia habiskan untuk mendengarkan lantunan lagu-lagu dari band-band luar
negeri ternama. Kamarnya dipenuhi koleksi cd, di dinding hampir tidak ada ruang
kosong karena dipenuhi poster-poster band. Bangun tidur ia langsung menuju meja
belajar tampat perangkat musiknya bertengger dan memainkan musik. Saat sarapan
ia mendengarkan musik di handphonenya sambil makan. Perjalanan ke kantor ia
mendengarkan musik sambil mengendara
. Tiba di kantor ia mengerjakan tugas kantornya sambil mendengarkan musik. Tidak sedikit teman kantor yang merasa terganggu akibat volume musiknya yang sering terlalu dengung. Bahkan bosnya beberapa kali mengingatkan tentang hal ini. Musik baginya sudah seperti udara. Ia bisa sekarat bila tak mendengarkan musik dalam jangka waktu yang lama.
. Tiba di kantor ia mengerjakan tugas kantornya sambil mendengarkan musik. Tidak sedikit teman kantor yang merasa terganggu akibat volume musiknya yang sering terlalu dengung. Bahkan bosnya beberapa kali mengingatkan tentang hal ini. Musik baginya sudah seperti udara. Ia bisa sekarat bila tak mendengarkan musik dalam jangka waktu yang lama.
Garuda menyukai musik karena dahulu
ayahnya adalah seorang musisi terkenal yang sekarang tinggal di luar negeri dan
kerja di salah satu studio rekaman terbesar di dunia. Mungkin hal ini yang
membuat Garuda bukan pendengar musik yang sembarangan. Dia memiliki
batasan-batasan lagu untuk didenngarkan. Garuda hanya mendengar lagu dari
band-band luar negeri. Ia tidak suka dengan lagu-lagu dari band dalam negeri.
Meskipun lagunya berbahasa asing tapi penyanyinya adalah band lokal, Garuda tak
akan pernah sudi untuk mendengarkan, apalagi membeli cdnya. Alasan kongkrit
Garuda membenci lagu lokal adalah bukan karena ia tak ingin terlihat kampungan.
Ayahnya sewaktu masih musisi, pernah mengalammi pengalaman pahit yang tak akan
terlupakan seumur hidup. Di awal-awal karir ayah Garuda hanya musisi cafe yang
manggung dari satu cafe ke cafe yang lain. Beberapa tahun menjalani rutinitas
sebagai penyanyi cafe akhirnya ada produser yang tertarik dengan suara merdu
dan skil bermain musiknya. Di album pertamanya ia menulis lagu-lagu yang
mengkritik pemerintahan yang berkuasa pada waktu itu. Hal ini tentu diterima
dengan sangat antusias dimasyarakat. Cdnya laris dipasaran. Bahkan sebagai
penyanyi pendatang baru, karirnya bisa dibilang sangat mencengangkan.
Lagu-lagunya menempati urutan pertama di radio-radio dan tidak memerlukan waktu
sampai sebulan untuk ia memecahkan rekor penjualan cd terbanyak. Dalam waktu
singkat ayah Garuda mencapai kesuksesannya menjadi musisi terkenal yang
diagung-agungkan di tengah-tengah nasyarakat. Lagunya disenangi semua lapisan
masyarakat karena liriknya yang mewakili semua perasaan-perasaan masyarakat
yang selama ini selalu takut mereka sampaikan ke pemerintah. Kalangan mahasiswa
sering menyanyikan lagu-lagu ini ketika sedang demonstrasi sebagai pembakar
semangat. Ibu rumah tangga dan anak-anakpun ikut berdendang ketika lagu-lagu
itu dimainkan di radio, dan hal itu membuat pikiran mereka terbuka.
Sejak boomingnya lagu-lagu itu,
aksi-aksi di gedung pemerintahan menjadi semakin marak. Mulai dari mahasiswa
sampai organ-organ masyarakat turun ke jalan untuk melayangkan aspirasinya. Dan
tentunya, sambil menyanyikan lagu-lagu dari ayah Garuda sebagai pembakar
semangat. Lirik lagu itu seperti pemantik bagi masyarakat untuk melakukan
protes dan pemberontakan terhadap pemerintah yang banyak membuat peraturan yang
menindas mereka. Pihak pemerintah sendiri tentunya tidak tinggal diam melihat
hal ini terjadi. kekuatan politik hingga kekuatan militer dikerahkan untuk
kembali menetralkan kondisi. Pemerintah langsung mengambil sikap yang tegas.
Pemerintah melayangkan surat teguran dan mengancap akan menutup studio rekaman
tempat Ayah Garuda merintis karir. Tidak cukup sampai disitu pemerintah bahkan
melarang lagu-lagu tersebut dimainkan di radio dan dinyanyikan masyarakat. Ayah
Garuda sendiri dilarang keras membawakan lagu-lagunya ketika tampil di muka
umum.
Ayah Garuda adalah orang yang sangat idealis. Gertakan seperti itu tidak
akan membuatnya mundur. Justru hal itu semakin menggetarkan hatinya untuk
mendendangkan nada-nada anarkinya semakin lantang.
“aku akan membuat sebuah konser amal. Hasil keuntungan dari penjuaan tiket
akan kusumbangkan ke petani yang lahannya digusur oleh pemerintah” kata Ayah
Garuda
“apa kamu sudah gila, kita baru saja dikirimi ini” kata produser sambil
melemparkan surat teguran dari pemerintah ke meja.
“tenang saja, aku akan menyanyikan lagu orang lain” jawab ayah garuda
dengan sikap yang santai. Tidak terlihat gestur tubuh seperti orang ketakutan
yang baru saja diancam akan diberhentikan dari pekerjaannya untuk selamanya.
“aku butuh jaminan untuk hal itu” tegas sang produser sambil mendekatkan
wajahnya ke wajah ayah Garuda dan menatap matanya dalam-dalam
“jika aku menyanyikan salah satu laguku, kau tidak akan pernah melihat
wajahku lagi” jawab Ayah Garuda sambil berjalan keluar.
“kupegang kata-katamu” sang produser bicara dengan nada yang sedikit
ditinggikan
Selang beberapa hari, konser musik itu akhirnya terselenggara. Ribuan
penonton berdatangan memadati seluruh penjuru lapangan. Dan di tengah kerumunan
itu ada satu penonton spesial. Garuda. yang memang selalu menyaksikan langsung
setiap penampilan Ayahnya. Tidak ketinggalan aparat militer yang berjaga-jaga
disekitaran panggung untuk memastikan konser itu berjalan sesuai yang
diharapkan. Ayah Garuda menepati janjinya. Ia menyanyikan lagu-lagu dari
penyannyi lain.
“aku ingin mendengarkan lagu-lagumu” teriak salah seorang penonton
“tanpa kau minta, aku akan melakukan hal itu” jawab Ayah Garuda sambil
tersenyum
Jangan menunggu pembebasan. . .
Kita harus merebutnya
Pemimpin takkan menyelamatkanmu
Hanya diri kita yang mampu
Melayang seperti cinta
Menyengat seperti sajak
Hancurkan dominasi dan kontrol
Baru beberapa penggal lagu itu dinyanyikan aparat langsung berlarian ke
atas panggung dan membawa Ayah Garuda dengan paksa turun dari atas panggung.
Tidak terlihat ekspresi takut dari Ayah Garuda, ia pasrah dengan wajah tersenyum
ke arah penonton sambil kedua tanyannya diterik kebelakang dan digiring turun
dari panggung oleh beberapa tentara. Garuda yang menyaksikan hal tersebut
dengan sigap lari mengikuti ayahnya. Namun kerumunan penonton lain yang
berhamburan pasca konser dibubarkan menghalangi langkahnya. Garuda hanya
menyaksikan dari jauh ayahnya dimasukkan ke dalam mobil dan dibawa pergi entah
ke mana.
Ayah Garuda tak pernah menceritakan kepada anaknya apa yang aparat-aparat
bajingan itu lakukan padanya malam itu. Sejak kejadian itulah ayah Garuda
memutuskan untuk pindah keluar negeri.
“kau tidak usah ikut. Tinggal saja di sini jaga ibu dan adikmu”
“kenapa tidak kau bawa saja kami semua?”
“nanti kalau nasib ayah sudah jelas kalian pasti akan kuambil”
Ayah Garuda memeluk Garuda, kemudian adiknya, dan terakhir ibunya. Lalu
pergi dengan memakai topi dan kacamata hitam seolah-olah ia bersembunyi dari
sesuatu.
Sekitar 20 km dari rumah Garuda, hiduplah Wirna, wanita paruh bayah yang
parasnya biasa-biasa saja tapi kegemarannya akan musik juga luar biasa. Sama seperti Garuda. Bedanya Wirna hanya
mendengarkan musik lokal dan tidak mau mendengarkan musik luar negeri. Wirna
adalah seorang yang sangat nasionalis. Hal ini mungkin disebabkan oleh ibunya
yang bekerja sebagai guru pendidikan kewarganegaraan dan ayahnya merupakan
tentara berpangkat jendral.
Wirna sangat mencintai Indonesia lebih dari para pejabat negara itu
sendiri. Wirna mengoleksi puluhan kaos DAMN
I Love Indonesia juga menghafal semua peristiwa sejarah penting di masa
lampau. Hampir setiap akhir pekan ia mengunjungi museum-museum nasional. Dalam keseharian ia selalu berkomunikasi
menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Tidak seperti abg lain yang
sering sok menggunakan bahasa asing dengan bangga, dengan aksen yang
asal-asalan. Dalam menjalani hidup, Wirna sangat berasas pada nilai-nilai
pancasila. Ia rajin membantu orang tua di rumah ketika tidak ada tugas kuliah,
gemar membantu nenek-nenek menyeberang jalan, ikut berperan dalam keutuhan
dalam menjaga keutuhan NKRI, santun dalam berperilaku dan bertutur tindak,
hingga aktif terlibat dalam setiap kegiatan agustusan. Entah itu jadi panitia
atau peserta lomba.
Kegilaan Wirna terhadap musik berbanding lurus dengan skil memainkan alat
musiknya. Ia mahir memainkan beberapa alat musik tradisional seperti kecapi,
angklung, suling, gendang, dan gamelan. Ia sering mengcover lagu-lagu
kebangsaan dan lagu daerah. Beberapa hasil cover itu ia upload di youtube dan
sempat booming di kalangan netizen. Sebelum akhirnya redup lagi karena kalah
pamor dengan lagu-lagu barat yang lebih diganrungi kawula muda latah yang hanya
mengikuti selera musik pasar.
Mungkin saking besarnya cinta terhadap negara sendiri,
sampai-sampai membuat Wirna membenci negara lain. Terutama negara-negara yang
berencana atautelah mengeksploitasi kekayaan bangsa. Wirna sering terlibat
dalam aksi-aksi demonstrasi kantor-kantor kedutaan negara lain yang ada di
ibukota. Ia mempunyai cita-cita Indonesia bisa menjadi negara yang mandiri dan
tidak bergantung pada pihak pengembang dan antek-antek asing.
Di bioskop sedang diputar salah satu film yang paling ditunggu-tunggu oleh
Garuda. Sebuah film yang berkisah tentang perjuangan masyarakat dalam
menjatuhkan sebuah rezim yang disebut rezim Orde Baru. Sebuah era pemerintahan
yang sangat dibenci oleh Garuda karena pada saat itulah ayahnya ditangkap
hingga akhirnya memutuskan untuk tinggal diluar negeri.
Sebagai seorang yang sangat nasionalis tentunya Wirna tidak akan
ketinggalan dengan film-film yang berlatar belakang sejarah Indonesia. Bahkan
Wirna telah memesan tiket jauh-jauh hari sebelum film itu resmi di liris di
bioskop.
Seperti kata pepatah dunia tak selebar daun kelor. Garuda dan Wirna yang
sama-sama tidak memiliki teman nonton di pertemukan dalam bioskop itu. Mereka
duduk berdampingan di kursi tunggu. Garuda menatap jam yang melingkar di
tangannya, masih ada 45 menit sebelum filmnya diputar. Baru saja ia hendak
mengambil headset di totebagnya, tiba-tiba ia dikejutkan oleh sebuah suara.
“mau nonton film itu juga?” tanya Wirna sambil jemarinya menunjuk kearah
salah satu poster film yang ada di depannya
“i..iya” Garuda menjawab dengan sedikit gagap. Ia terkejut karena tiba-tiba
diajak ngobrol oleh orang asing.
“darimana kamu tahu?” sambung Garuda kemudian
“haha aku hanya menebak-nebak. Aku bukan cenayang kok.” Wirna menjawab
disertai tawa kecil di bibir manisnya. Sontak hal itu langsung membuat Garuda
tertarik dengan gadis asing yang menurutnya sok akrab ini. Wirna pun demikian.
Ia tertarik melihat tingkah Garuda yang begitu lugu dan wajahnya yang sangat
polos.
Sapaan iseng itu hanyalah awal dari sebuah perbincangan mereka. Setelahnya
Garuda dan Wirna saling berbicara seputar film. Mungkin kebetulan atau tidak
keduanya ternyata menyukai genre film yang sama. Horor. Hal ini membikin mereka
berdua dalam waktu dekat langsung jadi akrab.
Pembicaraan mereka pun sudah semakin
dalam. Secara tidak langsung, Wirna telah menyusun biografi Garuda dari bahan
obrolan mereka. Wirna merasa Garuda adalah sosok yang ideal untuk dijadikan
kekasih. Wirna merasa nyaman dan betah dalam obrolan itu. Semuanya terasa
alamiah dan itu tak didapat Wirna dari laki-laki lain yang berusaha mendapatkan
cintanya.
Dua sejoli yang sama-sama jatuh cinta pada kesan pertama ini kini kian
mesra. Gruda sekali-kali berbicara sambil mencolek hidung Wirna. Dan tak mau
kalah oleh Garuda, Wirna juga beberapa kali mencubit lengan Garuda yang sering
mengucapkan jawaban yang menggemaskan. Obrolan mereka berdua terus saja mengalir
secara tak beraturan. Hingga Garuda menanyakan hal yang ia nomor satukan dalam
hidupnya.
“Wirna, kamu suka dengar musik?”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar