#cerpen
Pernah
Ada
Pelakunya adalah binatang-binatang
terkenal sedunia, yah laba-laba kecil penghuni kamarku. Ini luar biasa, secepat
itu dia membuat sarang-sarang berwarna putih membentuk seperti dalam film
spiderman. Sebuah benang-benang halus yang sering memunculkan gejolak
pertikaian antara akau dan ibu. Sudut-sudut-sudut rumah, lubang jendela, tembok
selalau saja jadi tempat tinggal laba-laba itu.
“kau
merepotkanku, ini masih pagi dan aku harus membersihkan sarang-sarang yang kau
buat” .
Mengehela nafas, segera aku menuju
kamarku. Sebisa mungkin aku berlari cepat menghampiri kamarku agar tak ketahuan
ibu. Pasalnya, remaja yang beranjak dewasa itu, pagi ini akan berangkat
menghadiri rapat kepengurusan organisasi yang ia dalami sekarang. Ia tahu dan
yakin, bahwa pagi ini dia akan mendapat hadiah, yang setiap hari dia
mendapatkan hadiah yang paling istimewa.
Kerudung merah jambu yang membaluti
rambut indahnya. Ransel yang selalu ia bawa. Rara sangat tergesa-gesa rupanya,
waktu menunjukkan pukul 08.00 WIB dan acaranya dimulai pukul 08.00 WIB . rara
gera keluar dari kamarnya. Mecari penghuni rumah untuk berpamitan. Ia tersentak
ketika semua barang-barang di meja, dapur, lemari berserakan di mana-mana. Rara
mulai curiga dengan keadaan yang terjadi sekarang di rumahnya. Pasalnya dia
baru saja membersihkan rumah itu, mengapa tiba-tiba berantakan seperti ini.
Gadis itu berangjak dari dapur, ia
mencari keberadaan ibunya. Mencari keseluruh bagian rumah. Seribu pertanyaan
yang muncul dalam pikirannya. Rara harus menyakan apa sebenarnya yang
terjadi, apa yang mebuat semua
barang-barang di rumah ini menjadi berantakan.
“mungkin
pencuri, atau ah, entahlah aku masih bingun dengan semua ini. Pasalnya ini
terjadi begitu cepat”. (katanya dalam kegelisahan yang menghampiri dirinya).
Suara yang tidak asing baginya. Air
mata yang menetes sejadi-jadinya. Entah apa yang membuat ibu seperti itu. Aku
bahkan tidak tahu apa sebenarnya yang terjadi. Rara menghampiri ibunya, ia
memeluk, menggenggam seerat-eratnya. Menjaga dan melindungi orang yang paling
berharga hidupnya. Pelukan yang akan menjaga saipapapun, tidak pernah menyakiti
bagian dari hidupnya. Tiba-tiba terdengar suara serak basah akibat terlalu
menangis.
“Ibu akan berpisah dengan Ayahmu”
Tak satupun kata yang keluar dari mulut
dia. Awan hitam tiba-tiba saja begitu gelap, petir berkilau di langit yang
memerah. Tak kuasa menahan deraian air mata di pipinya, perlahan runtuh. Ini
adalah akhir dari segalanya, rupanya kiamat begitu begitu cepat dating. Namun,
kalau memang ini kiamat mengapa di luar rumah ini tak ada kehancuran.
“mengapa
hanya rumah ini yang merasakan kehancuran” (katanya dalam hati)”
Ataukah
malaikat pencabut nyawa telah benar-benar dating. Seperti inikah akhir hidup
seorang gadis yang baru akan memulai hidupnya.
Kata yang akan Rara benci seumur
hidupnya. Kata perpisahan, Dia tak ingin mendengar satu kata pun penjelasan
dari orang tuanya. Rara hanya terus-terus diam dan diam. Ia berjalan seperti
tak ada jiwa dalam dirinya.
Lima tahun kemudian setelah kejadian
yang terjadi di masa lalunya seperti menanam pohon namun tak akan tumbuh,
tetaplah di dalam sebagai masa laluku. Rara tumbuh menjadi anak yang lebih
pendaim. Dia sekarang tumbuh menjadi anak yang dewasa, yang lebih matang dalam
menghadapi perjalanan hidupnya. Perempuan yang sekarang bersamanya adalah ibu,
yang selalu menemani, merawat, tibggal satu atap rumah tanpa ada seorang yang
kata kebanyakan orang adalah malaikat pelindung, menjaga, bahkan menjadi
pemimpin yang membentuk kepribadia seoarang anak.
“seperti
lah hidup ketika belum waktunya, maka hidup akan terus berjalan, entah kita
mampu menjalaniny atau tidak. Karena kita akan terus berjalan dan melangkah
untuk tujuan hidup kita” (nasehat Ibu).
Ia melupakan kejadian yang terjadi
hari itu, Rara mulai menenagkan pikirannya kembali. Hari di mana dia mendengar
kata yang paling dia benci seumur hidupnya. Ia mulai mengontrol pikiran-pikiran
yang selama ini membebani hidupnya. Dia tak ingin lagi menjadi seperti dulu.
Hidup dalam baying-bayang sosok pemimpin dalam hidup keluarganya, yang tak
menjalankan tugasnya dengan baik. Bahkan, menjadi beban yang harus diterima
oleh kedua wanita itu.
Ayahnya sekarang tak ada kabar,
bahkan batang hidungnya pun tak pernah muncul. Kata orang-orang sekarang Mas
Toni panggilan Ayah Rara telah menikah lagi dengan seorang janda dua anak,
tetangga kampong sebelah. Menurut kabar yang tersiar yang sampai ketelinga Ibu
Rara, istri Mas Toni sekarang adalah perempuan terpandang di kampungnya. Bukan
hanya itu, Siska panggilan istri Mas Toni adalah orang paling kaya di tempat
tinggalnya. Jauh berbeda dengan kehidupan Ibu Rara, yang hidup dalam
kesederhanaan menjalani hidup dengan mandiri dan tanpa bantuan orang tua.
“Pantas
saja dia berpaling dari ibu” (katanya sambil meneguk the yang dibuatkan oleh
Rara).”
Rara
sekarang sudah tumbuh dewasa, menjadi perempuan kuat dan tangguh. Sehari-hari
Rara menjadi mahasiswa di salah satu kampus terkemuka di Makassar. Dengan
beasiswa S1 hukum yang ia dapat melanjutkan pendidikannya tanpa harus membebani
orang tuanya. Di kampus Rara bertemu banyak teman. Teman perempuan maupun teman
laki-laki.
Rara
berteman baik dengan dua orang sahabatnya Fina dan Dewi yang sama satu fakultas
pun satu jurusan, bahkan satu kelas pula. Di kampusnya Rara sering diejek
karena status jimblo yang melengket di dirinya. Ia berpikir bahwa hal itu tidak
penting sama sekali, karena masih banyak ia harus urus bukan hanya soal cinta
ataupun hal lainnya. Salah satu alasan lain adalah karena semenjak kejadian
yang pernah menimpa dirinya, sosok yang baginya penuh cinta pun berkhianat
juga. Pada saat itu pun Rara tak ingin lagi mengenal cinta dan mengenal hal
yang berhuibungan asmara.
Rara
begitu cuek dengan kehidupan asmaranya. Rara lebih ingin memfokuskan dirinya
pada organisasi yang ia geluti pada saat ini. Ia tergabung dalam organisasi
kepenulisan. Rara menjabat sebagai sekertaris umu di organisasi kampusnya itu.
Ia menghabiskan waktu kuliahnya dengan kegiatan-kegiatan kampus. Sehingga tak
ada waktu untuk persoalan asmara.
Kring…kring…kring…
Waktu menunjukkan pukul 07.00 WITA
pagi. Rara terlambat lagi bagun. Pasalnya, waktu pulang kuliah ia harus tinggal
di kampus karena beberapa hari lagi, akan ada kegiatan organisasinya. Mau idak
mau dia harus lembur untuk menherjakan surat-surat yang akan segera di edarkan
ke organisasi lain. Jadi deh, Rara telat lagi bangun hari ini.
“Rara,
rara, rara” (suara ibu terdengar dibalik pintu yang dari tadi mengetuk pintu).”
Astagfirullah.
(ucapnya).
Dia baru sadar kalau ternyata hari
ini jadwalnya begitu padat. Meski hari ini adalah hari minggu yang sebagian
orang adalah hari istirahat, tapi bagi Rara hari ini adalah hari yang begitu
melelahkan. Bagaimana tidak, pagi-pagi ia harus membantu ibunya membersihkan
rumah, setelah itu dia membantu ibunya membuat kue yang dijual di kios tempat
ibunya menjual setiap hari untuk melanjutkan kehidupan. Ibu Rara harus kerja
keras untuk membesarkan anaknya, karena pemimpin dalam keluarganya tak
menjalankan tugasnya dengan baik.
Dengan penuh semangat, Rara dengan
gesitnya bagun dari tempat tidurnya. Melipat selimutnya yang berwarna pink
kesukaannya, merapikan bantal yang berserakan di mana-mana. Dia mengambil ikat
rambut berwarna pink lalu mengucir rambut indahnya. Kamar yang Nampak indah,
dibaluti dengan warna pink mulai dari selimut, meja, lemari, semua
barang-barangnya berwarna pink.
“selamat pagi mama sayang” ucapnya
Rara bersegera mengambil alat
kenersihan, karena ia tahu tugasnya sebagai anak dan hari ini pun jadwalnya
begitu padat. Setelah selesai, Rara sejenak duduk di kursi dekat meja makan
untuk istiraha sambil memandangi, Ibunya dengan tangan kuat mulai mengolah
adonan kue dengan tangan kuatnya. Rara berdiri dan mengambil adonan kue itu
“sudah,
kamu sarapan dulu. Ibu sudah menyiapkan sarapan, ibu membuatkan kamu nasi
goreng kesukaanmu.”
“terimakasih,
bu”
Dia
langsung mengambil piring berwarna putih dengan sendok di tangan kanannya. Rara
mulai mengambil nasi goreng dua sendok dengan hati-hati dari wadah nasi di meja
makan, takut ada yang tumpah. Denagn lahapnya, Rara langsung menghabiskan
makanan yang telah di ambilnya tanpa sisa.
“Alhamdulillah,
kenyang.”
Rara
beranjak dari tempat duduknya, lalu mencuci piring yang menumpuk setengah dada,
dan menguras keringat pagi ini.
“sekalian
olahraga pagi” (katanya)
Setelah
itu Rara mulai bersiap-siap berangkat ke kampus. Dengan handuk berwarna pink ia
akan mandi. Dia harus cepat-cepat, karena sejak dari tadi teman-temannya
menelfon agar Rara lebih cepat. Nada telfon Rara berbunyi.
“pasti
Andre lagi yang menelfon”
Andre
adalah salah satu teman kelas Rara, yang juga menjadi ketua umum di organisasi.
Dia salah satu laki-laki idaman para wanita di kampusnya, tapi bagi Rara dia
biasa-biasa saja. Dia sama sekali tidak tertarik kepada Andre.
“Halo,
Assalamualaikum”
“Waalaikummussalam,
kamu di mana sih, bisa tidak lebih cepat datang ke kampus. Tolong yah jangan
sering telat lagi”
“ia…ia…ia…”
(langsung menutupu teleponnya).
Rara
harus lebih cepat dari biasanya, agar dia tak dimarahi oleh ketuanya itu. Rara
tak ingin berdebat dengan Andre karena baginya, ini hanya akan membuang-buang
waktu saja. Jadi, lebih baik dia langsung mematikan teleponnya. Jika Rara tidak
mematikan teleponnya, maka Andre akan mengomel panjang lebar dari a sampai z,
pokonya akan dikaitkan semua sampai ke akar-akarnya.
Dengan
kerudung berwarna pink, di padu padankan dengan baju berwarna abu-abu dan
ransel yang selalu setia ia bawa kemana saja. Ia keluar kamar, menuju dapur
tempat Ibunya membuat kue untuk berpamitan.
“Bu,
Rara berangkat dulu yah. Soalnya saya sudah terlambat nih” (ucapnya sambil
memperbaiki kerudungnya).”
“kamu
tidak makan kue dulu” (sambil menyodorkan kue).”
“Aku
ambil satu yah, maksih bu” (berlari keluar rumah)
“hati-hati,
awas nanti jatuh”
Rara
akhirnya sampai di kampus juga, meski ia sangat lelah Rara harus cepat-cepat
mengerjakan tugasnya yang harus diselesaikan. Dia menuju ke ruangan di mana
Andre juga ada di sana dan teman-teman lainnya. Rara berusaha menghindar Karena
ia tahu bahwa ia akan kena marah. Namun nasib berkata lain, malah Andre yang
menyambutnya di ruangan yang akan di masuki oleh Rara. Ia berusaha menghindar,
namun apalah daya dia sudah bertemu dengannya.
“bagus
yah, ini sudah pukul berapa, kenapa kamu terlambat lagi” (sambil senyum-senyum
pahit).
“saya
minta maaf Andre, soalnya saya harus bantu ibu saya dulu” (sambil menunduk).
“kami
tidak menerima alasan disini, pokonya kalau urusan keluarga yah urus disana
jangan jadikan alasan di organisasi kamu dengar itu”. (sambil marah-marah depan
teman-temannya).
Hari
ini adalah hari ulang tahun Rara yang sudah meginjak usia 21 tahun. Tak terasa
Rara sudah berusia yang menginjak dewasa, selama itu pun dia menanggung beban
yang ia hadapi. Teman-teman Rara akan member kejutan dengan memarahi Rara
karena terlambat datang ke kampus. Tokoh utamanya adalah Andre dan teman-teman
yang lain sibuk mempersiapkan pesta kejutan untuk Rara bersama Ibu Rara.
Selanjutnya
Rara diberi hukuman untuk membersihkan ruangan yang akan dipakai untuk rapat.
Dalam ruangan itu teman-teman dan Ibunya sudah siap memberikan kejutan. Ibu
Rara ikut andil untuk memberi kejutan dengan membuat kue ulang tahun untuk Rara
dan membuat kue untuk teman-teman Rara. Tanpa sepengetahuan Rara ibunya telah
menyiapkan kue dan pagi itu kue yang dibuatnya adalah kue untuk dia dan
temannya.
Pintu
mulai terbua sedikit, di ruangan itu lampu dimatikan dan ada hanya kegelapan.
Yang di dalam mulai bersiap-siapa. Pintu di buka lebar oleh Rara, ia heran
mengapa gelap sekali. Ia meraba-meraba untuk mencari tombol untuk menyalakan
lampu. Tiba-tiba suara meledak terdengar begitu keras. Rara menutp telinganya,
lampu menyala, dan suara dari teman-temannya menyanyika lagu selamt ulang
tahun. Dengan begitu kagetnya Rara menangis karena terharu atas perjuangan
teman-temannya.
“Terima
kasih banyak atas kejutannya, terutama ibu saya yang tercinta”
“sama-sama
nak, semoga dimurmu yang sekarang ini dapat menjadi perempuan yang lebih kuat”
“makasih,
bu” (sambil memeluk ibunya).
“Ayo
semuanya silahkan dimakan kuenya”
Semua
larut dalam kebersamaan dan tawa dari teman-teman Rara. Kue yang dibuat oleh
Ibu Rara ludes dimakan oleh teman-teman Rara. Hari ini adalah special unruk
Rara, meski tak orang yang pernah ia kagumi tak dating menghadiri pesta ulang
tahunnya. Tapi baginya hal ini sudah biasa di dalam hidupnya.
Hari-hari
berjalan begitu cepat bukan. Kita yang dulu penuh dengan kesulitan dan beban
yang harus dilewati. Ternyata hidup ini, kita tidak boleh berhenti melangkah
sebelum kita berhenti untuk bernafas. Karena, di mana kita berputus asa maka
hidup kita akan menjadi arah tanpa tujuan. Maka, tetaplah melangkah karena
hidup bukan berhenti tapi tetap untuk melangkah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar