Sabtu, 10 Juni 2017

SUKRIANI


#cerpen
 
Pernah Ada

            Pelakunya adalah binatang-binatang terkenal sedunia, yah laba-laba kecil penghuni kamarku. Ini luar biasa, secepat itu dia membuat sarang-sarang berwarna putih membentuk seperti dalam film spiderman. Sebuah benang-benang halus yang sering memunculkan gejolak pertikaian antara akau dan ibu. Sudut-sudut-sudut rumah, lubang jendela, tembok selalau saja jadi tempat tinggal laba-laba itu.

“kau merepotkanku, ini masih pagi dan aku harus membersihkan sarang-sarang yang kau buat” .
            Mengehela nafas, segera aku menuju kamarku. Sebisa mungkin aku berlari cepat menghampiri kamarku agar tak ketahuan ibu. Pasalnya, remaja yang beranjak dewasa itu, pagi ini akan berangkat menghadiri rapat kepengurusan organisasi yang ia dalami sekarang. Ia tahu dan yakin, bahwa pagi ini dia akan mendapat hadiah, yang setiap hari dia mendapatkan hadiah yang paling istimewa.
            Kerudung merah jambu yang membaluti rambut indahnya. Ransel yang selalu ia bawa. Rara sangat tergesa-gesa rupanya, waktu menunjukkan pukul 08.00 WIB dan acaranya dimulai pukul 08.00 WIB . rara gera keluar dari kamarnya. Mecari penghuni rumah untuk berpamitan. Ia tersentak ketika semua barang-barang di meja, dapur, lemari berserakan di mana-mana. Rara mulai curiga dengan keadaan yang terjadi sekarang di rumahnya. Pasalnya dia baru saja membersihkan rumah itu, mengapa tiba-tiba berantakan seperti ini.
            Gadis itu berangjak dari dapur, ia mencari keberadaan ibunya. Mencari keseluruh bagian rumah. Seribu pertanyaan yang muncul dalam pikirannya. Rara harus menyakan apa sebenarnya yang terjadi,  apa yang mebuat semua barang-barang di rumah ini menjadi berantakan.
“mungkin pencuri, atau ah, entahlah aku masih bingun dengan semua ini. Pasalnya ini terjadi begitu cepat”. (katanya dalam kegelisahan yang menghampiri dirinya).
            Suara yang tidak asing baginya. Air mata yang menetes sejadi-jadinya. Entah apa yang membuat ibu seperti itu. Aku bahkan tidak tahu apa sebenarnya yang terjadi. Rara menghampiri ibunya, ia memeluk, menggenggam seerat-eratnya. Menjaga dan melindungi orang yang paling berharga hidupnya. Pelukan yang akan menjaga saipapapun, tidak pernah menyakiti bagian dari hidupnya. Tiba-tiba terdengar suara serak basah akibat terlalu menangis.
            “Ibu akan berpisah dengan Ayahmu”
            Tak satupun kata yang keluar dari mulut dia. Awan hitam tiba-tiba saja begitu gelap, petir berkilau di langit yang memerah. Tak kuasa menahan deraian air mata di pipinya, perlahan runtuh. Ini adalah akhir dari segalanya, rupanya kiamat begitu begitu cepat dating. Namun, kalau memang ini kiamat mengapa di luar rumah ini tak ada kehancuran.
“mengapa hanya rumah ini yang merasakan kehancuran” (katanya dalam hati)”
Ataukah malaikat pencabut nyawa telah benar-benar dating. Seperti inikah akhir hidup seorang gadis yang baru akan memulai hidupnya.
            Kata yang akan Rara benci seumur hidupnya. Kata perpisahan, Dia tak ingin mendengar satu kata pun penjelasan dari orang tuanya. Rara hanya terus-terus diam dan diam. Ia berjalan seperti tak ada jiwa dalam dirinya.
            Lima tahun kemudian setelah kejadian yang terjadi di masa lalunya seperti menanam pohon namun tak akan tumbuh, tetaplah di dalam sebagai masa laluku. Rara tumbuh menjadi anak yang lebih pendaim. Dia sekarang tumbuh menjadi anak yang dewasa, yang lebih matang dalam menghadapi perjalanan hidupnya. Perempuan yang sekarang bersamanya adalah ibu, yang selalu menemani, merawat, tibggal satu atap rumah tanpa ada seorang yang kata kebanyakan orang adalah malaikat pelindung, menjaga, bahkan menjadi pemimpin yang membentuk kepribadia seoarang anak.
“seperti lah hidup ketika belum waktunya, maka hidup akan terus berjalan, entah kita mampu menjalaniny atau tidak. Karena kita akan terus berjalan dan melangkah untuk tujuan hidup kita” (nasehat Ibu).
            Ia melupakan kejadian yang terjadi hari itu, Rara mulai menenagkan pikirannya kembali. Hari di mana dia mendengar kata yang paling dia benci seumur hidupnya. Ia mulai mengontrol pikiran-pikiran yang selama ini membebani hidupnya. Dia tak ingin lagi menjadi seperti dulu. Hidup dalam baying-bayang sosok pemimpin dalam hidup keluarganya, yang tak menjalankan tugasnya dengan baik. Bahkan, menjadi beban yang harus diterima oleh kedua wanita itu.
            Ayahnya sekarang tak ada kabar, bahkan batang hidungnya pun tak pernah muncul. Kata orang-orang sekarang Mas Toni panggilan Ayah Rara telah menikah lagi dengan seorang janda dua anak, tetangga kampong sebelah. Menurut kabar yang tersiar yang sampai ketelinga Ibu Rara, istri Mas Toni sekarang adalah perempuan terpandang di kampungnya. Bukan hanya itu, Siska panggilan istri Mas Toni adalah orang paling kaya di tempat tinggalnya. Jauh berbeda dengan kehidupan Ibu Rara, yang hidup dalam kesederhanaan menjalani hidup dengan mandiri dan tanpa bantuan orang tua.
“Pantas saja dia berpaling dari ibu” (katanya sambil meneguk the yang dibuatkan oleh Rara).”
Rara sekarang sudah tumbuh dewasa, menjadi perempuan kuat dan tangguh. Sehari-hari Rara menjadi mahasiswa di salah satu kampus terkemuka di Makassar. Dengan beasiswa S1 hukum yang ia dapat melanjutkan pendidikannya tanpa harus membebani orang tuanya. Di kampus Rara bertemu banyak teman. Teman perempuan maupun teman laki-laki.
Rara berteman baik dengan dua orang sahabatnya Fina dan Dewi yang sama satu fakultas pun satu jurusan, bahkan satu kelas pula. Di kampusnya Rara sering diejek karena status jimblo yang melengket di dirinya. Ia berpikir bahwa hal itu tidak penting sama sekali, karena masih banyak ia harus urus bukan hanya soal cinta ataupun hal lainnya. Salah satu alasan lain adalah karena semenjak kejadian yang pernah menimpa dirinya, sosok yang baginya penuh cinta pun berkhianat juga. Pada saat itu pun Rara tak ingin lagi mengenal cinta dan mengenal hal yang berhuibungan asmara.
Rara begitu cuek dengan kehidupan asmaranya. Rara lebih ingin memfokuskan dirinya pada organisasi yang ia geluti pada saat ini. Ia tergabung dalam organisasi kepenulisan. Rara menjabat sebagai sekertaris umu di organisasi kampusnya itu. Ia menghabiskan waktu kuliahnya dengan kegiatan-kegiatan kampus. Sehingga tak ada waktu untuk persoalan asmara.
Kring…kring…kring…
            Waktu menunjukkan pukul 07.00 WITA pagi. Rara terlambat lagi bagun. Pasalnya, waktu pulang kuliah ia harus tinggal di kampus karena beberapa hari lagi, akan ada kegiatan organisasinya. Mau idak mau dia harus lembur untuk menherjakan surat-surat yang akan segera di edarkan ke organisasi lain. Jadi deh, Rara telat lagi bangun hari ini.
“Rara, rara, rara” (suara ibu terdengar dibalik pintu yang dari tadi mengetuk pintu).”
Astagfirullah. (ucapnya).
            Dia baru sadar kalau ternyata hari ini jadwalnya begitu padat. Meski hari ini adalah hari minggu yang sebagian orang adalah hari istirahat, tapi bagi Rara hari ini adalah hari yang begitu melelahkan. Bagaimana tidak, pagi-pagi ia harus membantu ibunya membersihkan rumah, setelah itu dia membantu ibunya membuat kue yang dijual di kios tempat ibunya menjual setiap hari untuk melanjutkan kehidupan. Ibu Rara harus kerja keras untuk membesarkan anaknya, karena pemimpin dalam keluarganya tak menjalankan tugasnya dengan baik.
            Dengan penuh semangat, Rara dengan gesitnya bagun dari tempat tidurnya. Melipat selimutnya yang berwarna pink kesukaannya, merapikan bantal yang berserakan di mana-mana. Dia mengambil ikat rambut berwarna pink lalu mengucir rambut indahnya. Kamar yang Nampak indah, dibaluti dengan warna pink mulai dari selimut, meja, lemari, semua barang-barangnya berwarna pink.
            “selamat pagi mama sayang” ucapnya
            Rara bersegera mengambil alat kenersihan, karena ia tahu tugasnya sebagai anak dan hari ini pun jadwalnya begitu padat. Setelah selesai, Rara sejenak duduk di kursi dekat meja makan untuk istiraha sambil memandangi, Ibunya dengan tangan kuat mulai mengolah adonan kue dengan tangan kuatnya. Rara berdiri dan mengambil adonan kue itu
“sudah, kamu sarapan dulu. Ibu sudah menyiapkan sarapan, ibu membuatkan kamu nasi goreng kesukaanmu.”
“terimakasih, bu”
Dia langsung mengambil piring berwarna putih dengan sendok di tangan kanannya. Rara mulai mengambil nasi goreng dua sendok dengan hati-hati dari wadah nasi di meja makan, takut ada yang tumpah. Denagn lahapnya, Rara langsung menghabiskan makanan yang telah di ambilnya tanpa sisa.
“Alhamdulillah, kenyang.”
Rara beranjak dari tempat duduknya, lalu mencuci piring yang menumpuk setengah dada, dan menguras keringat pagi ini.
“sekalian olahraga pagi” (katanya)
Setelah itu Rara mulai bersiap-siap berangkat ke kampus. Dengan handuk berwarna pink ia akan mandi. Dia harus cepat-cepat, karena sejak dari tadi teman-temannya menelfon agar Rara lebih cepat. Nada telfon Rara berbunyi.
“pasti Andre lagi yang menelfon”
Andre adalah salah satu teman kelas Rara, yang juga menjadi ketua umum di organisasi. Dia salah satu laki-laki idaman para wanita di kampusnya, tapi bagi Rara dia biasa-biasa saja. Dia sama sekali tidak tertarik kepada Andre.
“Halo, Assalamualaikum”
“Waalaikummussalam, kamu di mana sih, bisa tidak lebih cepat datang ke kampus. Tolong yah jangan sering telat lagi”
“ia…ia…ia…” (langsung menutupu teleponnya).
Rara harus lebih cepat dari biasanya, agar dia tak dimarahi oleh ketuanya itu. Rara tak ingin berdebat dengan Andre karena baginya, ini hanya akan membuang-buang waktu saja. Jadi, lebih baik dia langsung mematikan teleponnya. Jika Rara tidak mematikan teleponnya, maka Andre akan mengomel panjang lebar dari a sampai z, pokonya akan dikaitkan semua sampai ke akar-akarnya.
Dengan kerudung berwarna pink, di padu padankan dengan baju berwarna abu-abu dan ransel yang selalu setia ia bawa kemana saja. Ia keluar kamar, menuju dapur tempat Ibunya membuat kue untuk berpamitan.
“Bu, Rara berangkat dulu yah. Soalnya saya sudah terlambat nih” (ucapnya sambil memperbaiki kerudungnya).”
“kamu tidak makan kue dulu” (sambil menyodorkan kue).”
“Aku ambil satu yah, maksih bu” (berlari keluar rumah)
“hati-hati, awas nanti jatuh”
Rara akhirnya sampai di kampus juga, meski ia sangat lelah Rara harus cepat-cepat mengerjakan tugasnya yang harus diselesaikan. Dia menuju ke ruangan di mana Andre juga ada di sana dan teman-teman lainnya. Rara berusaha menghindar Karena ia tahu bahwa ia akan kena marah. Namun nasib berkata lain, malah Andre yang menyambutnya di ruangan yang akan di masuki oleh Rara. Ia berusaha menghindar, namun apalah daya dia sudah bertemu dengannya.
“bagus yah, ini sudah pukul berapa, kenapa kamu terlambat lagi” (sambil senyum-senyum pahit).
“saya minta maaf Andre, soalnya saya harus bantu ibu saya dulu” (sambil menunduk).
“kami tidak menerima alasan disini, pokonya kalau urusan keluarga yah urus disana jangan jadikan alasan di organisasi kamu dengar itu”. (sambil marah-marah depan teman-temannya).
Hari ini adalah hari ulang tahun Rara yang sudah meginjak usia 21 tahun. Tak terasa Rara sudah berusia yang menginjak dewasa, selama itu pun dia menanggung beban yang ia hadapi. Teman-teman Rara akan member kejutan dengan memarahi Rara karena terlambat datang ke kampus. Tokoh utamanya adalah Andre dan teman-teman yang lain sibuk mempersiapkan pesta kejutan untuk Rara bersama Ibu Rara.
Selanjutnya Rara diberi hukuman untuk membersihkan ruangan yang akan dipakai untuk rapat. Dalam ruangan itu teman-teman dan Ibunya sudah siap memberikan kejutan. Ibu Rara ikut andil untuk memberi kejutan dengan membuat kue ulang tahun untuk Rara dan membuat kue untuk teman-teman Rara. Tanpa sepengetahuan Rara ibunya telah menyiapkan kue dan pagi itu kue yang dibuatnya adalah kue untuk dia dan temannya.
Pintu mulai terbua sedikit, di ruangan itu lampu dimatikan dan ada hanya kegelapan. Yang di dalam mulai bersiap-siapa. Pintu di buka lebar oleh Rara, ia heran mengapa gelap sekali. Ia meraba-meraba untuk mencari tombol untuk menyalakan lampu. Tiba-tiba suara meledak terdengar begitu keras. Rara menutp telinganya, lampu menyala, dan suara dari teman-temannya menyanyika lagu selamt ulang tahun. Dengan begitu kagetnya Rara menangis karena terharu atas perjuangan teman-temannya.
“Terima kasih banyak atas kejutannya, terutama ibu saya yang tercinta”
“sama-sama nak, semoga dimurmu yang sekarang ini dapat menjadi perempuan yang lebih kuat”
“makasih, bu” (sambil memeluk ibunya).
“Ayo semuanya silahkan dimakan kuenya”
Semua larut dalam kebersamaan dan tawa dari teman-teman Rara. Kue yang dibuat oleh Ibu Rara ludes dimakan oleh teman-teman Rara. Hari ini adalah special unruk Rara, meski tak orang yang pernah ia kagumi tak dating menghadiri pesta ulang tahunnya. Tapi baginya hal ini sudah biasa di dalam hidupnya.
Hari-hari berjalan begitu cepat bukan. Kita yang dulu penuh dengan kesulitan dan beban yang harus dilewati. Ternyata hidup ini, kita tidak boleh berhenti melangkah sebelum kita berhenti untuk bernafas. Karena, di mana kita berputus asa maka hidup kita akan menjadi arah tanpa tujuan. Maka, tetaplah melangkah karena hidup bukan berhenti tapi tetap untuk melangkah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MUH. RIDHO S

#TugasIndividu ANALISIS NOVEL RADEN MANDASIA SI PENCURI DAGING SAPI BERDASARKAN PENDEKATAN RESEPSI SASTRA Landasan Teori Secara d...