KELOMPOK V
1.
NAZLIAH HAFIZAH
2.
NOVIA
HERUAGNI JAYANTI
3.
MUHAMMAD
TASYRIFIN
PENDEKATAN
RESEPSI SASTRA
NOVEL INFINITUM
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Penilaian
terhadap karya sastra tidak lepas dari peranan pembaca sebagai penikmat sastra.
Dalam kurun waktu terakhir ini para ahli sastra menyadari pentingnya pembaca
sebagai penerima informasi dan pemberi makna terhadap sebuah karya sastra.
Dalam kaitannya pembaca sebagai penerima informasi dan pemberi makna, maka
diperlukan pembahasan mengenai resepsi pembaca terhadap novel tersebut. Resepsi
dalam penelitian ini diartikan sebagai penerimaan pembaca terhadap sebuah karya
sastra, baik penerimaan aktif maupun pasif.
Pembaca memiliki kebebasan untuk memberikan makna atau arti sebuah karya sstra. Setiap pembaca dapat memberikan makna, arti, dan respon terhadap karya sastra yang dibaca atau dinikmatinya. Makna dan arti karya itu dikaitkan dengan pengalaman batin pembaca, pengalaman hidup pembaca, dari situlah makna dibangun.
Wacana pembaca memang secara eksplisit belum menjadi perhatian besar dalam kesusastraan Indonesia modern. Fakta itu mungkin menjadi sambungan dari tradisi interpretasi klise dan pewarisan makna secara ketat dan hierarki. Fakta itu memang identik dengan sastra tradisi lalu menjadi prototipe dalam sastra modern. Sistem interpretasi dan produksi makna dalam sastra tradisi cenderung mengacu pada pusat dan konvensi-konvensi ketat (Mawardi 2009).
Pertemuan antara pembaca dan teks sastra menyebabkan terjadinya proses penafsiran atas teks oleh pembaca sebagai objekif, yang hasilnya adalah pengakuan makna teks (Nuryatin 1998:135). Dalam menanggapi karya sastra, pembaca selalu membentuk unsur estetik melalui pertemuan antara horizon harapan, bentuk teks, dan norma-norma sastrawi yang berlaku. Pembaca selaku pemberi makna akan senantiasa ditentukan oleh ruang, waktu, golongan sosial, budaya dan pengalamannya (Jauss dalam Nuryatin 1998:133).
Penelitian resepsi sastra ini dapat dilakukan dengan dua metode penelitian yang dibedakan berdasarkan periode munculnya pembaca karya sastra yang ditanggapi. Selain itu, penggunaan karya sastra juga memengaruhi penggunaan metode dalam penelitian resepsi sastra.
Dalam penulisan makalah ini, penulis akan mengangkat topik mengenai paradigma dalam penelitian resepsi sastra, khususnya dalam pemilihan metode yang digunakan dalam penelitian resepsi sastra. Alasan pemilihan topik ini karena penelitian resepsi sastra saat ini mulai digemari oleh para ahli sastra, khususnya para ilmuwan sastra dan mahasiswa jurusan sastra.
Pembaca memiliki kebebasan untuk memberikan makna atau arti sebuah karya sstra. Setiap pembaca dapat memberikan makna, arti, dan respon terhadap karya sastra yang dibaca atau dinikmatinya. Makna dan arti karya itu dikaitkan dengan pengalaman batin pembaca, pengalaman hidup pembaca, dari situlah makna dibangun.
Wacana pembaca memang secara eksplisit belum menjadi perhatian besar dalam kesusastraan Indonesia modern. Fakta itu mungkin menjadi sambungan dari tradisi interpretasi klise dan pewarisan makna secara ketat dan hierarki. Fakta itu memang identik dengan sastra tradisi lalu menjadi prototipe dalam sastra modern. Sistem interpretasi dan produksi makna dalam sastra tradisi cenderung mengacu pada pusat dan konvensi-konvensi ketat (Mawardi 2009).
Pertemuan antara pembaca dan teks sastra menyebabkan terjadinya proses penafsiran atas teks oleh pembaca sebagai objekif, yang hasilnya adalah pengakuan makna teks (Nuryatin 1998:135). Dalam menanggapi karya sastra, pembaca selalu membentuk unsur estetik melalui pertemuan antara horizon harapan, bentuk teks, dan norma-norma sastrawi yang berlaku. Pembaca selaku pemberi makna akan senantiasa ditentukan oleh ruang, waktu, golongan sosial, budaya dan pengalamannya (Jauss dalam Nuryatin 1998:133).
Penelitian resepsi sastra ini dapat dilakukan dengan dua metode penelitian yang dibedakan berdasarkan periode munculnya pembaca karya sastra yang ditanggapi. Selain itu, penggunaan karya sastra juga memengaruhi penggunaan metode dalam penelitian resepsi sastra.
Dalam penulisan makalah ini, penulis akan mengangkat topik mengenai paradigma dalam penelitian resepsi sastra, khususnya dalam pemilihan metode yang digunakan dalam penelitian resepsi sastra. Alasan pemilihan topik ini karena penelitian resepsi sastra saat ini mulai digemari oleh para ahli sastra, khususnya para ilmuwan sastra dan mahasiswa jurusan sastra.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian pendekatan resepsi sastra?
2. Apa
saja metode dalam pendekatan resepsi sastra?
3. Bagaimana
sinopsis novel infinitum dalam pendekatan resepsi sastra?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian pendekatan resepsi
sastra.
2. Mengetahui metode dalam pendekatan resepsi
sastra.
3. Mengetahui
sinopsis novel infinitum dalam pendekatan resepsi sastra.
1.4 Manfaat
Pembaca dapat mengetahui
pengertian pendekatan resepsi sastra, mengetahui metode dalam pendekatan
resepsi sastra dan mengetahui sinopsis novel infinitum dalam
pendekatan resepsi sastra .
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN RESEPSI SASTRA
Resepsi sastra merupakan aliran sastra yang
meneliti teks sastra dengan mempertimbangkan pembaca selaku pemberi sambutan
atau tanggapan. Dalam memberikan sambutan dan tanggapan tentunya dipengaruhi
oleh faktor ruang, waktu, dan golongan sosial (Sastriyani 2001:253).
Resepsi berasal dari bahasa Latin yaitu recipere yang diartikan sebagai penerimaan atau penyambutan pembaca (Ratna dalam Rahmawati 2008:22). Dalam arti luas resepsi diartikan sebagai pengolahan teks, cara-cara pemberian makna terhadap karya, sehingga dapat memberikan respon terhadapnya. Respon yang dimaksudkan tidak dilakukan antara karya dengan seorang pembaca, melainkan pembaca sebagai proses sejarah, pembaca dalam periode tertentu (Ratna dalam Walidin 2007).
Menurut Pradopo (2007:218) yang dimaksud resepsi adalah ilmu keindahan yang didasarkan pada tanggapan-tanggapan pembaca terhadap karya sastra. Teeuw (dalam Pradopo 2007:207) menegaskan bahwa resepsi termasuk dalam orientasi pragmatik. Karya sastra sangat erat hubungannya dengan pembaca, karena karya sastra ditujukan kepada kepentingan pembaca sebagai menikmat karya sastra. Selain itu, pembaca juga yang menentukan makna dan nilai dari karya sastra, sehingga karya sastra mempunyai nilai karena ada pembaca yang memberikan nilai.
Teori resepsi tidak hanya memahami bentuk suatu karya sastra dalam bentangan historis berkenaan dengan pemahamannya. Teori menuntut bahwa sesuatu karya individu menjadi bagian rangkaian karya lain untuk mengetahui arti dan kedudukan historisnya dalam konteks pengalaman kesastrannya. Pada tahapan sejarah resepsi karya sastra terhadap sejarah sastra sangat penting, yang terakhir memanifestasikan dirinya sebagai proses resepsi pasif yang merupakan bagian dari pengarang. Pemahaman berikutnya dapat memecahkan bentuk dan permasalahan moral yang ditinggalkan oleh karya sebelumnya dan pada gilirannya menyajikan permasalahan baru.
Pengalaman pembaca yang dimaksud mengindikasikan bahwa teks karya sastra menawarkan efek yang bermacam-macam kepada pembaca yang bermacam-macam pula dari sisi pengalamannya pada setiap periode atau zaman pembacaannya. Pembacaan yang beragam dalam periode waktu yang berbeda akan menunjukkan efek yang berbeda pula. Pengalaman pembaca akan mewujudkan orkestrasi yang padu antara tanggapan baru pembacanya dengan teks yang membawanya hadir dalam aktivitas pembacaan pembacanya. Dalam hal ini, kesejarahan sastra tidak bergantung pada organisasi fakta-fakta literer tetapi dibangun oleh pengalaman kesastraan yang dimiliki pembaca atas pengalaman sebelumnya (Jauss 1983:21).
Resepsi berasal dari bahasa Latin yaitu recipere yang diartikan sebagai penerimaan atau penyambutan pembaca (Ratna dalam Rahmawati 2008:22). Dalam arti luas resepsi diartikan sebagai pengolahan teks, cara-cara pemberian makna terhadap karya, sehingga dapat memberikan respon terhadapnya. Respon yang dimaksudkan tidak dilakukan antara karya dengan seorang pembaca, melainkan pembaca sebagai proses sejarah, pembaca dalam periode tertentu (Ratna dalam Walidin 2007).
Menurut Pradopo (2007:218) yang dimaksud resepsi adalah ilmu keindahan yang didasarkan pada tanggapan-tanggapan pembaca terhadap karya sastra. Teeuw (dalam Pradopo 2007:207) menegaskan bahwa resepsi termasuk dalam orientasi pragmatik. Karya sastra sangat erat hubungannya dengan pembaca, karena karya sastra ditujukan kepada kepentingan pembaca sebagai menikmat karya sastra. Selain itu, pembaca juga yang menentukan makna dan nilai dari karya sastra, sehingga karya sastra mempunyai nilai karena ada pembaca yang memberikan nilai.
Teori resepsi tidak hanya memahami bentuk suatu karya sastra dalam bentangan historis berkenaan dengan pemahamannya. Teori menuntut bahwa sesuatu karya individu menjadi bagian rangkaian karya lain untuk mengetahui arti dan kedudukan historisnya dalam konteks pengalaman kesastrannya. Pada tahapan sejarah resepsi karya sastra terhadap sejarah sastra sangat penting, yang terakhir memanifestasikan dirinya sebagai proses resepsi pasif yang merupakan bagian dari pengarang. Pemahaman berikutnya dapat memecahkan bentuk dan permasalahan moral yang ditinggalkan oleh karya sebelumnya dan pada gilirannya menyajikan permasalahan baru.
Pengalaman pembaca yang dimaksud mengindikasikan bahwa teks karya sastra menawarkan efek yang bermacam-macam kepada pembaca yang bermacam-macam pula dari sisi pengalamannya pada setiap periode atau zaman pembacaannya. Pembacaan yang beragam dalam periode waktu yang berbeda akan menunjukkan efek yang berbeda pula. Pengalaman pembaca akan mewujudkan orkestrasi yang padu antara tanggapan baru pembacanya dengan teks yang membawanya hadir dalam aktivitas pembacaan pembacanya. Dalam hal ini, kesejarahan sastra tidak bergantung pada organisasi fakta-fakta literer tetapi dibangun oleh pengalaman kesastraan yang dimiliki pembaca atas pengalaman sebelumnya (Jauss 1983:21).
2.2 METODE PENDEKATAN RESEPSI
SASTRA
Metode
resepsi ini diteliti tanggapan-tanggapan setiap periode, yaitu
tanggapan-tanggapan sebuah karya sastra oleh para pembacanya (Pradopo
2007:209). Pembacaan yang beragam dalam periode waktu yang berbeda akan
menunjukkan efek yang berbeda pula. Pengalaman pembaca akan mewujudkan
orkestrasi yang padu antara tanggapan baru pembacanya dengan teks yang
membawanya hadir dalam aktivitas pembacaan pembacanya.
Pradopo (2007:210-211) mengemukakan bahwa penelitian resepsi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara sinkronis dan diakronis. Penelitian sinkronis merupakan penelitian resepsi terhadap sebuah teks sastra dalam masa satu periode. Penelitian ini menggunakan pembaca yang berada dalam satu periode. Sedangkan penelitian diakronis merupakan penelitian resepsi terhadap sebuah teks sastra yang menggunakan tanggapan-tanggapan pembaca pada setiap periode.
Menurut Ratna (2009:167-168), resepsi sinkronis merupakan penelitian resepsi sastra yang berhubungan dengan pembaca sezaman. Dalam hal ini, sekelompok pembaca dalam satu kurun waktu yang sama, memberikan tanggapan terhadap suatu karya sastra secara psikologis maupun sosiologis. Resepsi diakronis merupakan bentuk penelitian resepsi yang melibatkan pembaca sepanjang zaman. Penelitian resepsi diakronis ini membutuhkan data dokumenter yang sangat relevan dan memadai.
Pada penelitian resepsi sinkronis, umumnya terdapat norma-norma yang sama dalam memahami karya sastra. Tetapi dengan adanya perbedaan horizon harapan pada setiap pembaca, maka pembaca akan menanggapi sebuah karya sastra dengan cara yang berbeda-beda pula. Hal ini disebabkan karena latar belakang pendidikan, pengalaman, bahkan ideologi dari pembaca itu sendiri. (Pradopo 2007:211).
Penelitian resepsi sinkronis ini menggunakan tanggapan-tanggapan pembaca yang berada dalam satu kurun waktu. Penelitian ini dapat menggunakan tanggapan pembaca yang berupa artikel, penelitian, ataupun dengan mengedarkan angket-angket penelitian pada pembaca.
Resepsi diakronis umumnya menggunakan pembaca ahli sebagai wakil dari pembaca pada tiap periode. Pada penelitian diakronis ini mempunyai kelebihan dalam menunjukkan nilai senia sebuah karya sastra, sepanjang waktu yang telah dialuinya (Pradopo 2009:211).
Menurut Endraswara (2008:126) proses kerja penelitian resepsi sastra secara sinkronis atau penelitian secara eksperimental, minimal menempuh dua langkah sebagai berikut:
Pradopo (2007:210-211) mengemukakan bahwa penelitian resepsi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara sinkronis dan diakronis. Penelitian sinkronis merupakan penelitian resepsi terhadap sebuah teks sastra dalam masa satu periode. Penelitian ini menggunakan pembaca yang berada dalam satu periode. Sedangkan penelitian diakronis merupakan penelitian resepsi terhadap sebuah teks sastra yang menggunakan tanggapan-tanggapan pembaca pada setiap periode.
Menurut Ratna (2009:167-168), resepsi sinkronis merupakan penelitian resepsi sastra yang berhubungan dengan pembaca sezaman. Dalam hal ini, sekelompok pembaca dalam satu kurun waktu yang sama, memberikan tanggapan terhadap suatu karya sastra secara psikologis maupun sosiologis. Resepsi diakronis merupakan bentuk penelitian resepsi yang melibatkan pembaca sepanjang zaman. Penelitian resepsi diakronis ini membutuhkan data dokumenter yang sangat relevan dan memadai.
Pada penelitian resepsi sinkronis, umumnya terdapat norma-norma yang sama dalam memahami karya sastra. Tetapi dengan adanya perbedaan horizon harapan pada setiap pembaca, maka pembaca akan menanggapi sebuah karya sastra dengan cara yang berbeda-beda pula. Hal ini disebabkan karena latar belakang pendidikan, pengalaman, bahkan ideologi dari pembaca itu sendiri. (Pradopo 2007:211).
Penelitian resepsi sinkronis ini menggunakan tanggapan-tanggapan pembaca yang berada dalam satu kurun waktu. Penelitian ini dapat menggunakan tanggapan pembaca yang berupa artikel, penelitian, ataupun dengan mengedarkan angket-angket penelitian pada pembaca.
Resepsi diakronis umumnya menggunakan pembaca ahli sebagai wakil dari pembaca pada tiap periode. Pada penelitian diakronis ini mempunyai kelebihan dalam menunjukkan nilai senia sebuah karya sastra, sepanjang waktu yang telah dialuinya (Pradopo 2009:211).
Menurut Endraswara (2008:126) proses kerja penelitian resepsi sastra secara sinkronis atau penelitian secara eksperimental, minimal menempuh dua langkah sebagai berikut:
Setiap pembaca perorangan maupun
kelompok yang telah ditentukan, disajikan sebuah karya sastra. Pembaca tersebut
lalu diberi pertanyaan baik lisan maupun tertulis. Jawaban yang diperoleh dari
pembaca tersebut kemudian dianalisis menurut bentuk pertanyaan yang diberikan.
Jika menggunakan angket, data penelitian secara tertulis dapat dibulasikan.
Sedangkan data hasil penelitian, jika menggukan metode wawancara, dapat dianalisis
secara kualitatif.
Setelah memberikan pertanyaan
kepada pembaca, kemudian pembaca tersebut diminta untuk menginterpretasikan
karya sastra yang dibacanya. Hasil interpretasi pembaca ini dianalisis
menggunakan metode kualitatif.
Dalam penelitian diakronis, untuk melihat penerimaan sejarah resepsi, digunakan strategi dokumenter melalui kepuasan media massa. Hasil kupasan tersebut yang nantinya akan dikaji oleh peneliti (Endraswara 2008:127).
2.3
SINOPSIS NOVEL INFINITUM
Judul :
Infinitum
Penulis:
Ahyar Anwar
Penerbit:
Ombak
Tebal: 356
halaman
Sebuah
pertemuan terjadi di atas pesawat yang akan menuju Jakarta. Aku “Yusril”
bertemu dengan Dewa yang akan menemui Lilyana, seorang perempuan yang telah
menciptakan kenangan dalam hidupnya. Dewa dan Lilya berpisah selama 20 tahun.
Ayah Lilya pindah ke Jakarta sementara Dewa tetap tinggal di Makassar. Dewa
adalah salah seorang dosen sastra di Universitas Negeri Makassar (UNM).
Infinitum merupakan novel bertema perulangan. Banyak karakter tokoh di dalamnya. Berkisah tentang banyak tokoh yang menggunakan sudut pandang pertama “aku”. Semua tokoh datang menceritakan kisahnya sendiri. Namun sebenarnya terfokus pada dua tokoh Dewa dan Lilyana. Mengisahkan kehidupan Dewa yang terasa kosong, karena banyak hal tak mampu didapatkannya dari pernikahannya dengan seorang gadis pilihan orangtuanya. Awalnya Dewa dikenalkan pada Lilyana, namun terlalu pemalu dan tak ingin larut dalam kisah Siti Nurbaya modern, baik Dewa dan Lilyana menolaknya. Sampai akhirnya mereka memutuskan untuk bertemu kembali dan menjalin hubungan, dua puluh tahun kemudian. Ketika itu Dewa telah menikah, sedangkan Lilyana telah bercerai dan memiliki seorang anak.
Selama perpisahan itu, banyak hal yang terjadi antara Dewa dan Lilyana. Keduanya melawati banyak fase cinya dalam kehidupan. Dewa menjalin hubungan dengan Aufa, gadis yang lihai memainkan violin. Dan Lilyana menjalin hubungan dengan Yusril dan Yudi. Yusril merupakan lelaki keturunan Makassar Lilyana bertemu dengannya di sebuah bus ketika pulang dari lampung di rumah Yudi kekasihnya. Lilyana merasa bahwa Udi adalah kepastian takdir dalam hidupnya. Namun Yudi menuduhnya tukang selingkuh hingga akhirnya kisah mereka kandas. Lalu Lilyana menjalin hubungan dengan Yusril. Tapi orang tua Yusril menentang hubungan mereka. Yusril kemudian menika dengan Aufa, perempuan yang menjadi kekasih Dewa. Lilyana menikah dengan orang lain dan memiliki anak, namun pernikahan keduanya tidak berjalan harmonis dan akhirnya cerai.
Sementara Dewa yang merupakan alumni UGM pun menikah dengan perempuan lain pilihan orang tuanya. Tapi Dewa merasa kosong, ia tak menemukan kebahagian dalam rumah tangganya. Stelah berpisah selama 20 tahun dengan Lilyana, mereka sepakat bertemu di Jakarta. Dalam perjalanan ke Jakarta itulah, ia duduk berdampingan dengan Yusril, suami dari Aufa dan masa lalu dari Lilyana.
Infinitum merupakan novel yang mengurai kisah-kisah perulangan dan kekusutan takdir. Bahwa banyak kemungkinan yang terjadi dalam hidup ini. Bahkan hidup adalah sebuah kemungkinan-kemungkinan.
Infinitum merupakan novel bertema perulangan. Banyak karakter tokoh di dalamnya. Berkisah tentang banyak tokoh yang menggunakan sudut pandang pertama “aku”. Semua tokoh datang menceritakan kisahnya sendiri. Namun sebenarnya terfokus pada dua tokoh Dewa dan Lilyana. Mengisahkan kehidupan Dewa yang terasa kosong, karena banyak hal tak mampu didapatkannya dari pernikahannya dengan seorang gadis pilihan orangtuanya. Awalnya Dewa dikenalkan pada Lilyana, namun terlalu pemalu dan tak ingin larut dalam kisah Siti Nurbaya modern, baik Dewa dan Lilyana menolaknya. Sampai akhirnya mereka memutuskan untuk bertemu kembali dan menjalin hubungan, dua puluh tahun kemudian. Ketika itu Dewa telah menikah, sedangkan Lilyana telah bercerai dan memiliki seorang anak.
Selama perpisahan itu, banyak hal yang terjadi antara Dewa dan Lilyana. Keduanya melawati banyak fase cinya dalam kehidupan. Dewa menjalin hubungan dengan Aufa, gadis yang lihai memainkan violin. Dan Lilyana menjalin hubungan dengan Yusril dan Yudi. Yusril merupakan lelaki keturunan Makassar Lilyana bertemu dengannya di sebuah bus ketika pulang dari lampung di rumah Yudi kekasihnya. Lilyana merasa bahwa Udi adalah kepastian takdir dalam hidupnya. Namun Yudi menuduhnya tukang selingkuh hingga akhirnya kisah mereka kandas. Lalu Lilyana menjalin hubungan dengan Yusril. Tapi orang tua Yusril menentang hubungan mereka. Yusril kemudian menika dengan Aufa, perempuan yang menjadi kekasih Dewa. Lilyana menikah dengan orang lain dan memiliki anak, namun pernikahan keduanya tidak berjalan harmonis dan akhirnya cerai.
Sementara Dewa yang merupakan alumni UGM pun menikah dengan perempuan lain pilihan orang tuanya. Tapi Dewa merasa kosong, ia tak menemukan kebahagian dalam rumah tangganya. Stelah berpisah selama 20 tahun dengan Lilyana, mereka sepakat bertemu di Jakarta. Dalam perjalanan ke Jakarta itulah, ia duduk berdampingan dengan Yusril, suami dari Aufa dan masa lalu dari Lilyana.
Infinitum merupakan novel yang mengurai kisah-kisah perulangan dan kekusutan takdir. Bahwa banyak kemungkinan yang terjadi dalam hidup ini. Bahkan hidup adalah sebuah kemungkinan-kemungkinan.
Kenapa
infinitum?
Yah, seperti hukum ad
infinitum, buku ini berangkat dari ide bahwa segala sesuatu akan menemui
perulangan. Ahyar Anwar secara gamblang menuliskan seperti ini:
Manusia tak hanya bergerak dari
satu waktu ke wakutu yang lain, tetapi dari satu kisah menuju kisah yang lain.
Tetapi tidak semua kisah bergerak meninggalkan waktu, kadang berputar kembali,
dan melingkar kembali.
Tidak semua pencarian berjalan ke
depan, kadang sebuah pencarian harus berjalan ke belakang, menemukan masa depan
pada kisah kenangan. Seperti sebuah musik yang mengalun mencari refrain
kenangan. Seperti sebuah lagu yang bisa mengembalikan kita pada seutas kenangan
yang berlalu.
Setelah melahap habis 364 halaman Infinitum, kepala saya sepertinya diantar pada sebuah konklusi seperti ini:
Hidup sebenarnya adalah sekumpulan
peristiwa yang mengantarkan dari satu pertemuan ke pertemuan lainnya, diselingi
beberapa kemungkinan juga kepastian. Sebuah keputusan kecil bisa jadi mengubah
takdir hidup ke arah yang benar-benar berbeda. Ada sejumlah kesedihan dan
kesepian yang selalu terselip dengan bentuk yang berbeda, berserak di antara
pertemuan-pertemuan, perpisahan-perpisahan, dalam kemungkinan bahkan kepastian.
Baik, ada satu bagian yang sangat membekas di kepala saya. Narasi yang entah berada di halaman berapa, kira-kira seperti ini:
Dunia ini mementaskan fragmen-fragmen
tak terduga dari kisah-kisah yang lebih banyak tak terjawabnya.
Benarkah demikian? Mungkin
jawabannya iya saat kita memandang dunia secara universal. Tetapi saat kita
membicarakan dunia kecil tentang kehidupan kita sendiri sepertinya saya tidak
sepakat. Sebab manusia dibekali kemampuan untuk mempertimbangkan segala
sesuatunya, memprediksi besar tidaknya resiko dari setiap keputusan, tentu saja
dengan batas maksimal kedangkalan pertimbangan masing-masing individu. Setiap
keputusan tentu ada akibatnya, entah itu A, B atau lainnya. Jawabannya sudah
pasti, masalahnya hanyalah seberapa berani engkau menjalani keputusan dan
memaklumi "resiko" yang ada di belakangnya.
BAB
III
PENUTUP
• Kesimpulan
Resepsi sastra merupakan aliran sastra yang
meneliti teks sastra dengan mempertimbangkan pembaca selaku pemberi sambutan
atau tanggapan. Dalam memberikan sambutan dan tanggapan tentunya dipengaruhi
oleh faktor ruang, waktu, dan golongan sosial (Sastriyani 2001:253).
• Saran
Demikianlah makalah ini kami
buat. Semoga dapat berguna bagi kami dan pembaca umumnya. Kami menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kata sempurna.oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran dari kawan-kawan semuanya.
DAFTAR
PUSTAKA
Anwar, Ahyar. 2011. Infinitum.
Yogyakarta: Ombak.
Endraswara, Suwardi.
2008. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Media Pressindo.
Hudayat, Asep Yusup. 2007. Metode Penelitian Sastra. Modul. Bandung: Fakultas Sastra, Universitas Padjadjaran.
Pradopo, Rachmat Djoko. 2007. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Hudayat, Asep Yusup. 2007. Metode Penelitian Sastra. Modul. Bandung: Fakultas Sastra, Universitas Padjadjaran.
Pradopo, Rachmat Djoko. 2007. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar