#TugasIndividu
Menganalisis
Novel “ Negeri 5 Menara
Identitas
Novel
- Judul Novel : Negeri 5 Menara
- Penulis :
A. Fuadi
- Tebal Buku : 420 hlm.
- Penerbit :
PT. Gramedia Pustaka Utama
- Tahun Terbit : 2009
A.
SINOPSIS
Novel ini bercerita tentang perjalanan seorang anak
bernama Alif. Alif adalah anak desa yang ditinggal di Bayur , kampung kecil di
dekat Danau Maninjau Padang, Sumatera Barat. Alif dari kecil sudah bercita-cita
ingin menjadi B.J Habibie, maka dari itu selepas tamat SMP Alif sudah berencana
melanjutkan sekolah Ke SMA negeri diBukittinggi yang akan memuluskan langkahnya
untuk kuliah dijurusan yang sesuai. Namun amaknya (ibunya alif) tidak setuju
dengan keinginan alif untuk masuk SMA, ibunya ingin alif menjadi Buya Hamka dan
melanjutkan sekolah ke pondok pesantren. Karena alif
tidak ingin mengecewakan harapan orang tua khususnya ibu, alif pun menjalankan
keinginan ibunya dan masuk pondok. Atas saran dari pamannya dikairo alif kecil
pun memutuskan untuk melanjutkan sekolah di pondok yang ada di Jawa Timur :
PONDOK MADANI. Walaupun awalnya amak berat dengan keputusan Alif yang memilih
pondok di Jawa bukan yang ada di dekat rumah mereka dengan pertimbangan Alif
belum pernah menginjak tanah diluar ranah minang , namun akhirnya ibunya
merestui keinginan Alif itu.
Awalnya Alif setengah hati menjalani
pendidikan dipondok karena dia harus merelakan cita-citanya yang ingin kuliah
di ITB dan menjadi seperti Habibie. Namun kaliamat bahasa Arab yang didengar
Alif dihari pertama di PM (pondok madani) mampu mengubah pandangan alif bahwa
pesantren adalah konservatif, kuno, ”kampungan” ternyata adalah salah besar,
karena "mantera" sakti yang
diberikan kiai Rais (pimpinan pondok) man jadda wajada, siapa yang
bersungguh-sungguh pasti berhasil. Dan Alif pun mulai menjalani hari-hari
dipondok dengan ikhlas dan bersungguh-sungguh.
Di PM Alif berteman dengan Raja dari
Medan, Said dari Surabaya, Dulmajid dari Sumenep, Atang dari Bandung dan si
jenius Baso dari Gowa, Sulawesi. Ternyata kehidupan di PM tidak semudah dan
sesantai menjalani sekolah biasa. Hari-hari Alif dipenuhi kegiatan hapalan
Al-Qur'an, belajar siang-malam, harus belajar berbicara bahasa Arab dan Inggris
di 6 Bulan pertama. Karena PM melarang keras murid-muridnya berbahasa
Indonesia, PM mewajibkan semua murid berbahasa Arab dan Inggris. Belum lagi
peraturan ketat yang diterapkan PM pada murid yang apabila melakukan sedikit
saja kesalahan dan tidak taat peraturan yang berakhir pada hukuman yang tidak
dapat dibayangkan sebelumnya.
Tahun-tahun pertama Alif dan ke 5
temannya begitu berat karena harus menyesuaikan diri dengan peraturan di PM.
Hal yang paling berat dijalani di PM adalah pada saat ujian, semua murid
belajar 24 jam nonstop dan hanya beberapa menit tidur. Mereka benar-benar harus
mempersiapkan mental dan fisik yang prima demi menjalani ujian lisan dan
tulisan yang biasanya berjalan selama 15 hari. Namun disela rutinitas di PM
yang super padat dan ketat Alif dan ke 5 temannya setiap sore mempunyai
kebiasaan unik. Menjelang Azan Maghrib berkumpul di bawah menara masjid sambil
menatap awan dan memikirkan cita-cita mereka kedepan. Di mata mereka, awan-awan itu menjelma menjadi negara dan benua impian
masing-masing.
Ditahun kedua dan seterusnya
kehidupan Alif dan rekan-rekannya lebih berwarna dan penuh pengalaman menarik.
Di PM semua teman, guru, satpam, bahkan kakak kelas adalah keluarga yang harus
saling tolong menolong dan membantu. Semua terasa begitu kompak dan bersahabat,
sampai pada suatu hari yang tak terduga, Baso , teman alif yang paling pintar
dan paling rajin memutuskan keluar dari PM karena permasalahan ekonomi dan
keluarga. Kepergian Baso, membangkitkan semangat Alif, Atang, Dulmajid, Raja
dan Said untuk menamatkan PM dan menjadi orang sukses yang mampu mewujudkan
cita-cita mereka menginjakkan kaki di benua Eropa dan Amerika.
Analisis Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik
Tema : Semangat meraih cita-cita
Setting :
-
Di langkan
rumah, ketika Amak ingin mendiskusikan tentang sekolah Alif.
“Beberapa hari setelah euphoria kelulusan mulai kisut, Amak mengajakku
duduk di langkan rumah.”
-
Di kamar
Alif, ketika Alif mogok bicara dan memeram diri.
“Di mana kemerdekaan anak yang baru belajar punya cita-cita? Kenapa masa
depan harus diatur orangtua? Aku bertekad melawan keinginan Amak dengan gaya
diam dan mogok di dalam kamar gelap. Keluar hanya untuk buang air dan mengambil
sepiring nasi untuk dimakan di kamar lagi.”
- Di dalam Bus, ketika Ayah dan Alif berangkat dari Maninjau ke Pondok
Madani.
“Kami naik bus ANS Full AC dan Video. Kami duduk di kursi berbahan beludru
merah yang empuk di baris ketiga dari depan. Aku meminta duduk di depan jendela
yang berkaca besar bus ini adalah
kendaraan terbesar yang pernah aku naiki seumur hidup.”
- Aula
Pondok Madani, ketika Alif melaksanakan ujian tulis masuk PM.
“Di hari H, ribuan calon siswa, termasuk aku, Dulmajid dan Raja berkumpul
di aula untuk ujian tulis. Senjata kami hanya sebuah niat untuk belajar di PM,
sebatang pulpen, dan sepotong doa dari para orangtua murid yang
mengintip-ngintip kami dengan cemas dari sela-sela pintu dan jendela aula.”
- Asrama Al Barq,
kamar Alif dan kawan-kawan selama di PM
“Seisi kamar sudah berkumpul duduk di tengah ruangan yang kosong. Semua tas
dan koper kami singkirkan ke pinggir dinding. Kami sibuk membicarakan aturan
yang nanti akan dibacakan.”
- Di bawah
menara masjid, tempat Sahibul menara berkumpul.
“Kini di bawah menara PM, imajinasiku kembali melihat awan-awan in menjelma
menjadi peta dunia. Tepatnya menjadi daratan yang didatangi Columbus sekitar
500 silam: Benua Amerika.”
- Di
apartemen Raja
“Malam itu kami menginap di apartemen Raja di dekat Stadion Wembley,
stadion kebanggaan tim sepak bola nasional Inggris”
Tokoh:
Tokoh sentral:
- Aku/Alif
- Amak
- Ayah
- Atang
- Dulmajid
- Raja
- Baso
- Said
Tokoh andalan
- Randai
- Kiai
Rais
Tokoh tambahan
- Pak
Etek Gindo
- Ustad
Salman
- Tyson
Perwatakan:
- Aku/Alif : Baik, rajin, pintar, penurut kepada
orangtua terutama pada Ibunya.
“ Sambil mengguncang-guncang telapak tanganku, Pak Sikumbang, Kepala
Sekolahku memberi selamat karena nilai ujianku termasuk sepuluh yang tertinggi
di Kabupaten Agam.”
“Nilaiku adalah tiket untuk mendaftarke SMA terbaik di Bukittinggi. Tiga
tahun aku turuti perintah Amak belajar di madrasah tsanawiyah,”
“Kekesalan karena cita-citaku ditentang Amak ini berbenturan dengan rasa
tidak tega melawan kehendak beliau.”
- Amak : Baik, lembut, penuh kasih sayang, Suak tersenyum kepada siapapun.
“Amakku seorang perempuan berbadan kurus dan mungil. Wajahnya sekurus
badannya, dengan sepasang mata yang bersihyang dinaungi alis tebal. Mukanya
selalu mengibarkan senyum ke siapa saja.”
“Kasih sayang Amak tak
terperikan kepadaku dan adik-adik. Walau sibukmengoreksi tugas kelasnya, beliau
selalu menyediakan waktu, membaca buku, mendengar deloteh kami dan menemani
belajar.”
- Ayah : Tenang dan penyayang
“Ayah berperawakan kecil tapi liat denganbahu kokoh. Rambut hitamnya senantiasa
mengkilat diminyaki dan disisir ke samping lalu ujungnya dibelokkan ke
belakang. Bentuk rahangnya tegas dan dahi melebar karena rambut bagian depannya
terus menipis. Matanya tenang dan penyayang.”
- Atang : Baik, polos, dan lucu.
“Buru-buru kemudian dia menambahkan, “Saya dari bandung. Urang sunda,”
katanya kali ini nyengir.”
- Dulmajid : jujur, dan setia kawan
“Animo belajarnya maut. Di kemudian hari, aku menyadari dia orang paling
jujur, paling keras, tapi juga paling setia kawan yang aku kenal.”
- Said : Dewasa, dan kuat.
“Tidak salah kalau dia paling dewasa di antara kami. Karana itu kami secara
aklamasi memilihnya jadi ketua kelas.
- Baso :
Rajin membaca buku, menghafal Al-Qur,an.
“Hampir setiap waktu kami melihat Baso membaca buku pelajaran danAl-Quran
dengan sungguh-sungguh.”
“Tapi dia tetap saja menghabiskan waktu untuk belajar-mengaji-shalat, lalu
belajar-mengaji-shalat.”
- Raja : Rajin membaca, terutama kamus Bahasa Inggris.
“Mulai hari ini aku akanmembaca kamus ini halaman perhalaman,” kata Raja
sambil mengepalkan tangan.”
- Randai : Sahabat Alif yang pintar, kaya, 97
“Kawanku yang beralis tebal dan berbadan ramping tinggi ini adalah anak
saudagar kaya yang tinggal di kampungkku.”
“Aku selalu menyimpan iri dalam hal
kepandaian matematika dan ilmu alam.”
- Kiai
Rais : Berwibawa
“Dia mendehem tiga kali di depan mik. Tiba-tiba suara tawon tadi langsung
diam dan senyap, murid-murid yang duduk di belakang tampak meninggikan lehernya
untuk lebih jelas melihat ke depan. Penampilan laki-laki ini boleh bersahaja,
tapi aura wibawa yang membuat dia terlihat lebih besar dari fisiknya.”
- Pak Etek Gindo : Baik
“Aku membaca surat dari Pak Etek Gindo dengan penerangan sinar matahari
yang menyelinap dari sela-sela didinding kayu. Dia mendoakan aku lulus dengan
baik dan memberi sebuah usul”
- Ustad
Salman : Enerjik, ramah, dan gesit
“Tapi kami tahu, mata laki-laki kurus yang enerjik ini tidak dimuati aura
jahat.”
“Tiba-tiba dari balik tembok, muncul
laki-laki muda berwajah ramah menyapa
dengan nyaring,”
- Tyson : Disiplin, kuat, dan Tegas
“Begitu ada pelanggaran ketertiban di sudut PM mana pun, dia melesat dengan
sepedanya ke tempat kejadian dan langsung menegakkan hokum di tempat, saat itu
juga,seperti layaknya super hero.”
Sudut pandang
- Sudut pandang orang pertama
Dalam pengisahan cerita di novel ini
mempergunakan sudut pandang orang pertama, ‘aku’, penulis adalah seseorang yang
ikut terlibat dalam cerita. Ia adalah si ‘aku’ tokoh yang berkisah, mengisahkan
kesadaran dirinya sendiri, mengisahkan peristiwa atau tindakan, yang diketahui,
dilihat, didengar, dialami dan dirasakan, serta sikapnya terhadap orang (tokoh)
lain kepada pembaca.
“Aku tidak kuat menahan malu kalau harus pulang
lagi. Sudah aku umumkan keputusan ini ke segenap kawan dan handai tolan.
Bujukan mereka agar tetap tinggal di kampong telah kukalahkan dengan
argument berbahasa Arab yang terdengar gagah, “uthlubul ilma walau bishsin.”,
artinya tuntutlah ilmu, bahkan walau sampai ke negeri sejauh Cina”.”
Alur
Alur yang digunakan adalah
alur maju-mundur. Karena ada bagian dimana tokoh aku mengenang masa lalunya
kemudian kembali lagi ke masa sekarang.
“ Aku segera
menuju tempat penerimaan tamu. Sudah setahun aku tidak bertemu Ayah. Dalam
penglihatanku, wajahnya tidak banyak berubah, tapi ubannya makin menyeruak,
khususnya dikedua sisi kepala yang berambut tipis. Lebih jauh lagi, bahkan uban
sekarang telah menjajah sampai ke kumis dan cambangnya. Wajahnya tampak letih
setelah perjalanan lintas Jawa dan Sumatera.”
“Aku cium
tangan beliau dan duduk di sampingnya, agak lesu. Ayah hanya tertawa tanpa
bunyi dan berkata, “Di kampung lagi musim durian”. Lalu apa hubungannya dengan
kedatangan beliau? Tidak ada. Aku tahu betul, kalau Ayah berbicara di luar
konteks, berarti dia sedang gelisah dan mencari cara untuk mulai pembicaraan.”
(Alur maju,
menceritakan hal yang dilakukan tokoh Aku dari menuju ke tempat penerimaan
tamu, hingga bertemu sang Ayah dan mencium tangannya.)
“Tapi urusan durian adalah salah satu tali penghubung antara kami berdua.
Sejak kecil aku dan Ayah selalu menyambut musim durian dengan seluruh jiwa
raga. Kami, dua laki-laki di keluarga, adalah pecinta durian. Berdua saja kami
bisa menghabiskan belasan buah. Bukan Cuma membeli durian di pinggir jalan,
kami berburubuah yang nikmat ini ke hutan di Bukut Barisan.”
(Alur
mundur, menceritakan pengalaman tokoh Aku dan Ayahnya di masa lalu.)
“Kami pindah duduk ke kantin. Sambil pelan-pelan menyeruput kopi kental,
akhirnya Ayah tidak lagi berbicara tentang durian.”
(Alur maju,
menceritakan masa sekarang. Bukan lagi masa lalu tokoh Aku dan Ayahnya.)
Amanat
Amanat yang terkandung adalah
dimana ada usaha disitu ada jalan. Dan ikhlaslah dalam menjalani apapun yang
ada dikehidupan kita, niscaya usaha dan keikhlasan hati akan diridhoi Tuhan
Yang Maha Esa.
Unsur ekstrinsik adalah
unsur yang membentuk karya sastra yang berasal dari luar karya sastra itu
sendiri.
Nilai-Nilai
Yang Terkandung
- Nilai Moral
Nilai moral yang dapat kita ambil adalah Harus menuruti nasihat/anjuran orangtua kita
karena apabila menjalani pilihan
orang tua dengan ikhlas dan sepenuh hati
- Nilai Pendidikan
- Nilai Pendidikan
Nilai pendidikan terlihat pada sifat Amak yang
memperhatikan sekolah anaknya. Dia ingin anaknya mendapat pendidikan yang baik.
“Jadi Amak
minta dengan sangat waang tidak masuk SMA. Bukan karena uang tapi supaya ada
bibit unggul yang masuk madrasah aliyah.”
- Nilai Perjuangan
Nilai perjuangan dangat terlihat pada saat Alif dan
teman-temannya belajar untuk persiapan Ujian. Mereka belajar sampai larut malam
di Kamp Konsentrasi demi nilai yang mereka harapkan.
“Saajtahidu fauqa mustawa al-akhar” aku akan berjuang
dengan usaha di atas rata-rata orang lain.
- Nilai Religius
Nilai Religius sangat kental di novel ini dan dapat
ditemukan di hamper setiap halaman. Salah satunya adalah terlihat disalah satu
nasihat Amak kepada Alif.
“Amak ingin anak laki-lakiku menjadi seorang pemimpin
agama yang hebat dengan pengetahuan yang luas seperti Buya Hamka ynag sekampung
dengan kita itu. Melakukan amal makruh nahi munkar, mengajak orang kepada
kebaikan dan meninggalkan kemungkaran.”
- Nilai adat istiadat
Nilai adat istiadat terlihat pada saat supir bus
menyetel Rapek Mancik yang sangat terkenal di masyarakat minang.
“Begitu dia melihat banyak penumpang yang lesu dan
teller, dia memuter kaset. Bunyi Talempong membahana. Kaset ini berisi komedi
local yang sangat terkenal di masyarakat Minang.
- Nilai Budaya
Nilai budaya terlihat pada keberagaman para sahibul
menara yang berbeda latar belakang budaya.
“Raja dari
Medan, Said dari Surabaya, Dulmajid dari Sumenep, Atang dari Bandung dan si
jenius Baso dari Gowa, Sulawesi.”
- Nilai Sosial
Terlihat di Pondok Madani dimana semua orang yang ada
di sana sangat dekat seperti saudara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar