#TugasIndividu
ANALISIS NOVEL “HAFALAN SHALAT DELISA” KARYA TERE LIYE
BERDASARKAN PENDEKATAN MIMETIK
A.
Identitas
Novel
Judul: Hafalan
Shalat Delisa
Penulis: Tere Liye
Penerbit: Republika
Tempat
Terbit: Jakarta Selatan
Tahun
Terbit: 2008
Jumlah
Halaman: V + 266 halaman
B.
Sinopsis
Novel
Novel hafalan shalat Delisa ini menceritakan
tentang seorang anak perempuan berumur 6 tahun, namanya Delisa, anak bungsu
dari empat bersaudara dalam keluarganya, kakak-kakaknya bernama Cut Fatimah,
Cut Zahra, dan Cut Aisyah. Mereka berdomisili di Aceh, tepatnya di Lhok
Nga. Abi, panggilan untuk ayahnya, bekerja sebagai seorang
pelaut. Bekerja sebagai ahli mesin kapal tanker, berlayar hingga
berbulan-bulan. Ummi, panggilan untuk ibunya, tinggal bersama ia dan
ketiga kakanya di Aceh.
Suatu hari, Delisa mendapatkan tugas dari
gurunya, Ibu Guru Nur, yakni tugas menghafal bacaan sholat. Motivasi dari Ummi,
berjanji akan memberikan hadiah jika ia bisa menghafal bacaan sholat, menambah
semangat Delisa untuk menghafal. Hadiah yang dijanjikan Ummi itu berupa kalung
yang dibeli di toko Koh Acan, Koh Acan adalah penjual perhiasan di pasar Lhok
Nga. Koh Acan juga sahabat Abi Delisa. Saat itu Koh Acan memilihkan
kalung yang ada huruf “D”, artinya “D” untuk Delisa. Delisa senang bukan
kepalang dan tak sabar untuk mengenakan kalung
itu.
Delisa menghafal diwarnai dengan sikap
kakak-kakaknya yang pro dan kontra. Ustadz Rahman yang merupakan guru TPA
Delisa, juga banyak mengisi hari-hari Delisa menjelang setoran hafalan
shalatnya pada Ibu Guru Nur. Semangat dan usaha Delisa tak sia-sia, ia mampu
menghafal bacaan shalat. Ia bertekad harus lancar saat praktik di depan Ibu
Guru Nur dan teman lainnya. Shalat yang sempurna
untuk pertama kalinya.
Ketika Delisa mempraktikkan hafalan sholatnya
di depan kelas, gempa yang disertai tsunami melanda bumi Aceh. Seketika keadaan
berubah. Ketakutan dan kecemasan menerpa setiap jiwa saat itu.Namun,
Delisa tetap melanjutkan hafalan sholatnya. Sesaat akan melaksanakan sujud
pertamanya, Delisa roboh dan hanyut olehterjangan air laut yang
sangat kuat.
Hari itu adalah hari dimana semua perhatian
tertuju pada Aceh.Korban mencapai 15.000 jiwa, mungkin bisa lebih. Termasuk
Ummi, dan ketiga kakak Delisa juga menjadi korban. Beruntung Delisa bisa
selamat karena Ibu Guru Nur mengikat Delisa pada sebuah papan dengan
kerudungnya. Meskipun Ibu Guru Nur juga meninggal dunia.Berhari-hari
Delisa terbaring kaku di semak-semak, kaki dan tangannya patah, tapi gadis
kecil ini masih bernafas. Sampai akhirnya, Angkatan Laut Amerika menemukan
Delisa. Delisa harus dirawat, kondisinya kritis, kakinya harus
diamputasi. Suster Shopi dan kak Ubay adalah sukarelawan yang merawat
Delisa di atas kapal Angkatan Laut Amerika. Mereka menyayangi
Delisa. Walaupun ini sangat berat bagi Delisa, ditambah lagi dengan berita
buruk ketiga kakaknya telah meninggal, jasadnya dikuburkan di kuburan
masal.Sedangkan Ummi Delisa belum ditemukan jasadnya. Tapi mereka tetap
memotivasi Delisa untuk tetap bertahan hidup, untuk melanjutkan kehidupan,
menerima semuanya dengan ikhlas.
Setelah kabar tsunami di Aceh santer seantero
dunia, Abi Delisa pulang dari Kanada untuk melihat keadaan
keluarganya. Abi sangat sedih melihat keadaan Lhok Nga yang sudah datar,
tinggal puing-puing. Kabar telah dikuburkannya Aisyah, Zahra, dan Fatimah
membuat Abi semakin sedih. Sampai akhirnya ada kabar, Delisa masih hidup, ia
dirawat di Kapal Angkatan Laut Amerika, itu membuat Abi merasa masih ada
harapan. Kesedihan Abi berkurang.Meskipun belum ada kabar
tentang Ummi.
Delisa bertemu dengan Abi. Delisa menceritakan
semuanya dengan tenang. Tidak terlihat sebuah penyesalan dan
pembangkangan. Dari kakinya yang sudah diamputasi, tangannya yang patah,
kepalanya yang botak karena luka, dan giginya yang tanggal dua. Abi tidak
menyangka Delisa lebih kuat menerima semuanya. Menerima takdir yang
telah digariskan oleh Allah.
Beberapa bulan pasca tsunami, Delisa sudah
bisa menerima keadaan yang sangat pahit itu, dia memulai kembali kehidupan dari
awal bersama ayahnya.Hidup di posko-posko yang didirikan sukarelawan lokal maupun
asing. Hidup dengan orang-orang yang senasib, mereka korban tsunami yang
kehilangan keluarga, sahabat,teman dan orang-orang
terdekat.
Beberapa bulan berikutnya, Delisa mulai masuk
sekolah kembali.Sekolah yang dibuka oleh tenaga sukarelawan. Dan tugas
yang dianggap berat berikutnya bagi Delisa adalah mengembalikan hafalan
sholatnya.Hafalan shalatnya hilang begitu saja. Namun, bencana yang
melanda Aceh tersebut membuat Delisa lebih dewasa, lebih memahami makna
ikhlas. Ikhlas untuk menerima keadaan, dan yang terpenting ikhlas untuk
menghafal hafalan shalatnya.
Akhir dari novel ini, Delisa mendapatkan
kembali hafalan sholatnya. Melanjutkan hidup untuk kehidupannya. Menjalani
semua dengan ikhlas. Suatu ketika, Delisa sedang mencuci tangan di tepian
sungai, Delisa melihat ada pantulan cahaya matahari sore dari sebuah benda,
cahaya itu menarik perhatian Delisa untuk mendekat. Tak dinyana, benda itu
adalah kalung yang ada huruf D, D untuk Delisa. Delisa yakin itu adalah
kalung yang dibelinya di toko Koh Acan bersama Ummi. Kalung untuk hadiah
hafalan shalatnya. Selanjutnya yang membuat Delisa bertambah terkejut,
kalung itu digenggam tangan manusia, tangan yang sudah tinggal tulang. Itu
adalah Ummi Delisa.
C.
Analisis
Novel Berdasarkan Pendekatan Mimetik
Analisis pendekatan mimetik pada novel “Hafalan
Shalat Delisa”
karya Tere Liye disusun berdasarkan sistematika pembahasan,
yaitu:
1.
Identifikasi aspek sosial.
2.
Analisis aspek sosial dalam novel.
3.
Membuktikan aspek sosial sebagai bentuk peniruan dari kehidupan
nyata.
4.
Menganalisis aspek sosial dalam novel “Hafalan
Shalat Delisa” karya Tere Liye yang dihubungkan
dengan dunia nyata.
Dalam novel “Hafalan
Shalat Delisa” karya Tere Liye dapat ditemukan beberapa keadaan dan
masalah-masalah sosial di Aceh. Novel ini menceritakan keikhlasan tokoh
Delisa dalam menerima takdir yang sudah digariskan oleh Allah. Adapun keadaan
dan masalah-masalah sosial tersebut antara lain :
1.
Adanya nilai religi.
2.
Gambaran mengenai
peristiwa tsunami di Aceh.
3.
Percintaan.
4.
Semangat delisa yang tak pernah padam.
1.
Nilai Religi
Dalam novel “Hafalan Shalat Delisa” karya
Tere Liye. Di gambarkan bahwa pada saat adzan subuh suasana rumah
keluarga Abi Usman sudah ramai seperti Cut Aisyah yang selalu membangunkan
delisa dengan suara keras dan Cut Zahra yang sudah mengambil air wudhu dan Cut
Fatimah yang membangunkan Delisa dengan lembut untuk menunaikan shalat subuh.
Hal ini dapat dilihat dari penggalan novel sebagai berikut. “Delisa bangun,
sayang.....shubuh!” ( Tere Liye, 2008:10).
Seperti biasa setelah shalat subuh
kakak-kakak Delisa mengaji dan tidak lupa Delisa pun menyetorkan hafalan shalat
kepada Umminya. Hal ini terlihat dari penggalan novel sebagai berikut. “Delisa
mendekati Ummi, membuka setorannya shubuh ini. Ummi menunggu. Delisa membaca
taawudz dan bismillah pelan sambil memperbaiki kerudung birunya” (Tere Liye,
2008:14-15).
Ketika delisa bermain sambil menghafal
hafalan shalat walaupun pada saat menghafal kakaknya seperti kak Aisyah dan kak
Fatimah sering mengganggunya. Hal ini dapat dilihat dari penggalan novel
sebagai berikut. “In-na sha-la-ti, wa-nu-su-ki, wa-ma...wa-ma... wa-ma
ma-yah-ya... Wa-ma ma-ti....” (Tere Liye, 2008:23).
Keseharian keluarga Abi Usman seperti Ummi,
Fatimah, Aisyah, Zahra dan Delisa selalu mengenakan kerudung. Hal ini dapat
dilihat dari penggalan novel sebagai berikut. “Nggak pa-pa kan? Kerudung Ummi
yang lain lagi kotor! Yang tersisa tinggal ini....” (Tere Liye, 2008:22)
Perihal nilai religi dalan novel “Hafalan
Shalat Delisa” karya Tere Liye tidak terjadi di dalam novel saja. Tapi di dalam
dunia nyata juga ada. Sebagai contoh pada keluarga Saya, ketika adzan subuh
menggema Ibu selalu membangunkan anak-anaknya untuk sholat subuh tidak
terkecuali Saya. Dan pada saat saya ngaji di TPQ An-Nur setiap hari sabtu
agendanya adalah setoran hafalan doa-doa dan hafalan tuntunan shalat. Lalu pada
saat sebelum maju setoran hafalan doa-doa dan hafalan tuntunan shalat Saya
selalu deres terlebih dulu, agar pada saat maju lancar dan tidak terbata-bata.
Keluarga Abi Usman yang selalu mengenakan kerudung yaitu dalam dunia nyata
terlihat pada keseharian kaum perempuan Aceh yang diwajibkan mengenakan
kerudung pada kesehariannya.
2.
Gambaran
mengenai peristiwa tsunami di Aceh
Pagi itu Delisa bangun dengan semangat dan
langsung menunaikan shalat shubuh bacaannya pun hampir sempurna. Hari itu
memang hari yang mendebarkan karena pada hari itu juga Delisa akan maju
menghadap Bu Nur untuk ujian praktek shalat anak-anak kelas satu ibtidaiyah.
Nama Delisa dipanggil Delisa maju dengan perasaan sedikit gemetar namun hati
kecil sebenarnya sudah mantap untuk pertama kalinya ia melaksanakan ujian
praktek shalat yang sempurna dihadapan Allah. Saat Delisa Wa-ma ma-ti seketika
semua air laut meluap kedaratan menyapu seluruh tanah Lhok Nga. Hal ini dapat
di lihat dari penggalan novel berikut ini. “Seratus tiga puluh kilometer dari
Lhok Nga. Persis ketika Delisa usai ber-takbiratul-ihram; persis ucapan itu
hilang dari mulut Delisa. Persis di tengah lautan
luas yang berteriak tenang. Persis di sana! Pantai laut retak seketika. Dasar
bumi terbang seketika! Merekah panjang ratusan kilometer. Menggetarkan
melihatnya. Bumi menggeliat. Tarian kematian itu mencuat. Mengirimkan pertanda
kelam menakutkan” (Tere Liye, 2008:82-83).
Perihal peristiwa
tsunami pada novel “Hafalan Shalat Delisa” karya Tere Liye tidak hanya terjadi
di dalam novel saja. Tapi di dalam dunia nyata juga ada. sebagai contoh kita
para pembaca diingatkan kembali dengan bencana tsunami yang terjadi di Aceh
pada tanggal 26 Desember 2004. Bencana tersebut telah memporakporandakan Kota
Aceh.
3.
Percintaan
Dalam novel “Hafalan
Shalat Delisa” karya Tere Liye, ditemukan masalah percintaan di dalamnya.
Percintaan di dalam novel terdapat beberapa masalah percintaan dalam novel
yaitu sebagai berikut:
a). Delisa cinta Ummi karena Allah
Dalam novel ini
Delisa sangat mencintai Umminya. Dia selalu mencari cara untuk selalu di dekat
Umminya. Hal ini dapat di lihat dari penggalan novel berikut ini. “Delisa....
D-e-l-i-s-a cinta Ummi.... Delisa c-i-n-t-a Ummi karena Allah” (Tere Liye,
2008:67).
b). Delisa cinta Abi karena Allah
Dalam novel ini
Delisa sangat mencintai Abinya. Saat Abinya sedang shalat tahajud Delisa
memeluk erat leher Abinya dari belakang. Hal ini dapat di lihat dari penggalan
novel berikut ini. “Abi.... A-b-i.... D-e-l-i-s-a c-i-n-t-a Abi karena Allah!”
(Tere Liye, 2008:228).
4.
Semangat Delisa yang tak pernah padam
Dalam
novel “Hafalan Shalat Delisa” karya Tere Liye ditemukan juga semangat tokoh
Delisa yang akan menatap hidupnya kembali setelah bencana stunami beberapa
minggu lalu. Bencana stunami telah membuat Delisa kehilangan Ummi, kakak-kakak,
rumah, sekolah dan semua orang-orang tersayang. Walaupun dengan begitu Delisa
tetap mempunyai semangat untuk melanjutkan hidupnya. Hal ini dapat di lihat
dari penggalan novel berikut ini. “Bagi Delisa kehidupan sudah kembali. Bagi
Delisa semua ini sudah berlalu. Bagi Delisa hari lalu sudah tutup buku. Ia siap
meneruskan kehidupan. Tak ada yang perlu dicemaskan. Tak ada yang perlu ditakutkan.
Delisa siap menyambung kehidupan; meski sedikit pun ia belum
mengerti apa itu hakikat hidup dan kehidupan”. (Tere Liye, 2008:186).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar