#cerpen
Misteri
Keranda Kaca
Kutulis
dan kuhapus lagi, kutulis lalu kuhapus lagi, ini yang berulang-ulang aku
lakukan. Terus terang aku tidak tahu memulai apalagi berbicara tentang
mengakhiri, aku paling benci hal itu sebab ketika memulai pasti sulit untuk
kuakhiri. Jenuh? Memang ia jenuh, baru memulainya saja aku sudah jenuh apalagi
ketika sudah sampai pada pembahasan inti pasti tambah jenuh. Seharian berkutat
dengan ini membuat fikiranku tak karuan. Aku bukan orang yang handal dalam
merangkai kata demi kata agar tercipta pemaknaan yang indah, aku hanya seorang
penikmat saja, menikmati apa yang perlu untuk dinikmati.
Fikiranku
terkurung karena terjadi konflik antara perasaan dan batinku. Aku tidak tahu
harus bagaimana, perihal rasa sakit aku sudah biasa. Sejak tubuhku ditusuk
dengan jarum yang sangat besar, hidupku terasa hampa. Jarum yang tepat menusuk
perutku membawa luka yang besar. Sakit itu terasa akan terus menusuk sampai
jarum itu berhenti berputar mengikis perihku. Aku bingung mengapa orang itu
tiba-tiba menusukku begitu dalam. Kenapa dia begitu tega?. Apa dia tahu aku
merasa sakit karenanya?.
Kejadian
itu masih tersimpan dalam memoriku. Itu akan menjadi ukiran sejarah terpahit.
Namun aku harus tetap bersyukur sebab masih dapat hidup sampai saat ini.
Kejadian itu membuatku harus tetap diam dan mencoba untuk tetap tegar meski
sebenarnya aku memberontak dalam hati.
Aku
bagai seorang putri dikeranda kaca yang setiap hari hanya memasang wajah yang
menawan. Tapi mereka yang melihatku tidak tahu betapa sakitnya aku terkurung di
tempat ini. Tempat yang memang indah. Namun tidak ada yang dapat kulakukan
disini. Aku tidak dapat menikmati indahnya dunia, tidak dapat menghirup udara
luar, tidak dapat bercanda dan tertawa bersama teman, tidak dapat melihat
matahari terbit dan terbenam, tidak dapat menikmati musim panas dan musim
dingin, yang kurasakan statis.
Setiap
detik aku hanya tersenyum indah pada semua orang yang melihatku dari luar sana.
Mereka menatapku dengan sorotan mata yang berbeda-beda. Namun yang kulakukan
hanya terus tersenyum. Apa sebenarnya yang terlintas dalam benak mereka saat
menatapku? Apa mereka tahu yang kurasakan? Apa mereka sama sekali tidak peduli?
Apa mereka justru mengerti kesedihanku dan ingin menyelamatkanku dari tempat
ini? Atau hanya sekadar terpukau dengar senyumku?. Pertanyaan itu akan terus
hadir setiap orang-orang menatapku.
Aku
selalu berharap suatu saat nanti ada pangeran yang akan menyelamatkanku dari
tempat ini dan memberiku kehidupan yang nyata dan layak. Aku selalu berdoa hari
itu akan tiba. Hari yang kunantikan sejak aku dilahirkan. Sejak kebahagiaanku
terusik dan saat kumerasa terkurung ditempat ini.
Tiba-tiba
ada seorang pria setengah baya yang berusia sekitar 54 tahun. Dia berdiri tepat
dihadapanku. Memandangiku begitu lama. Sesakali ia tersenyum padaku. Ada apa
dengan bapak ini? Apa yang dia pikirkan? Aku canggung dan sangat bingung. Ada
rasa takut dalam benakku ketika melihat bapak itu. Bapak ini kenapa? Apa dia
orang baik? Namun kenapa tatapannya seperti itu?. Aku terus bertanya dalam hati
berharap ada yang dapat memberiku jawaban yang pasti.
Setelah
beberapa lama bapak itu memandangiku, dia memberanikan diri manarikku keluar
dari tempat ini. “Hey”.. kataku. Aku ingin memberontak dan ingin berteriak
kencang agar semua orang mendengarkanku. Bapak yang aneh menarik tanganku dan
menyentuhku. Aku merasa sangat gila. Aku merasa bapak ini akan berlaku jahat
padaku.
Aku
memang sangat menantikan pangeran untuk mengeluarkanku dari keranda kaca ini.
Tapi bukan seorang bapak tua ini. Apa bapak ini adalah pangeran yang menjadi
jawaban atas doaku selama ini? Oh... Tuhan. Terimakasih. Tapi kumohon jangan bapak
ini.
Hati
berkecamuk. Mataku berkaca-kaca ingin menangis. Wajahku memerah marah. Aku
tidak ingin pergi bersama bapak ini. Aku tidak ingin. Namun apa dayaku? Aku
tidak punya orang tua yang dapat menahan bapak ini untuk membawaku pergi. Aku
tidak punya saudara yang dapat membelaku. Aku hanya punya majikan yang ternyata
bahagia ketika bapak ini memintaku darinya. Dia terlihat begitu senang ketika
aku hendak dibawa pergi oleh bapak ini. Mungkin ini nasib yang harus kuterima.
Inilah akhir hidupku. Yatim, sebatang kara, dan aku merasa tidak ada gunanya
lagi aku hidup.
Mengapa
seorang yang menjagaku selama ini rela melepasku untuk pergi bersama bapak ini?
Aku takut. Aku kecewa. Aku marah. Aku sangat sedih. Apa dia memang tak
menyayangiku? Dia selama ini merawatku hanya untuk dipamerkan, dan akhirnya
dijual? Kasihan sekali nasibku ini.
Aku
hanya terdiam mengingat tak ada yang dapat kulakukan lagi. Aku ingin
memberontak dan kembali kepada majikanku itu. Namun aku sadar dia tidak
mengharapkanku dan mungkin baginya aku hanyalah benalu. Aku pasrah dengan
takdirku. Entah apa yang akan terjadi denganku. Bapak ini mengapa terus
menatapku dengan pandangan seperti itu? Mau dibawa kemana aku?. Aku hanya
memasang wajah murung dan terus bertanya dalam hati.
Aku
sampai pada sebuah istana yang megah. Mungkin ini rumah bapak itu. Sangat indah
rupanya. Aku merasa sangat lelah menempuh perjalanan menuju rumah bagai istana
ini. Namun lelah yang kurasakan seakan pupus ketika melihat suasana indah yang
sebelumnya tak pernah kujumpai. Pepohonan rindang yang mengitari rumah ini.
Taman yang dihiasi warna-warni bunga yang elok. Ukiran dan patahan yang memukau
menjadi pelengkap indahnya istana ini. Aku disambut dengan cucuran air mancur
yang membawaku terlelap dalam kedamaian. Aku tak henti memandangi rumah ini dengan
rasa begitu takjub.
Papaaa..!
Teriakan
seorang gadis menghampiri dan langusng memeluk bapak tadi. Gadis yang cantik
dengan balutan jilbab biru yang sepadan dengan kaos putih bercelana jeans.
Gadis yang berusia 17 tahun itu begitu manis dengan senyumnya yang sangat
memukau. Gadis itu putih, wajahnya bersinar bagai rembulan dimalam hari.
Bibirnya memerah, bulu mata lentik melindungi indah sorot matanya yang bulat.
Gadis itu terlihat sangat bahagia dan mungkin sangat rindu bapak tadi.
Anakku sayang..!
Ternyata
bapak ini adalah ayah gadis itu. Mungkin mereka berdua sudah lama tidak
bertemu. Mereka saling melepas rindu dengan berpelukan. Pemandangan yang indah.
Kebahagiaan keluarga yang tidak pernah kurasakan. Kebahagiaan memiliki seorang
ayah yang menyayangi anaknya. Aku ingin punya ayah seperti gadis itu. Gadis
yang sempurna, cantik, shalehah, dan bahagia.
Ternyata
sosok menyeramkan bapak tadi luluh dengan kelembutannya pada gadis itu. Tapi
aku masih bingung. Kenapa aku berada di sini? Apa yang kulakukan? Untuk apa
bapak itu membawaku ke rumah ini? Untuk menonton adegan mengharukan ini? Aneh.
Beberapa
saat setelah adegan itu aku baru tahu jawaban kenapa aku berada di tempat ini.
Bapak itu memperkenalkanku dengan gadis tadi. Ternyata nama gadis itu Rossa.
Nama yang indah. Rossa menjabat tanganku. Tangannya begitu halus. Dia tersenyum
indah padaku. Matanya berbinar melihatku. Aku merasa dia menyukaiku. Aku
sekarang mengerti. Bapak tadi membawaku sebagai kado ulang tahun ke 17 pada
Rossa.
Aku
bahagia dapat bertemu dengan Rossa. Sepertinya dia akan menjadi sahabatku dan
saudara terindah. Semoga dia dapat menyayangiku juga seperti aku mengagumi dan
menyayangi dia. Aku belum pernah mempunyai teman, sahabat, apalagi saudara.
Hari-hari
kujalani bersama saudara baruku ini. Aku sangat bahagia bersamanya. Aku merasa
dia sangat menyayangiku. Kami saling berbagi. Dia selalu mengajakku ikut
bersamanya kemanapun dia pergi. Merawatku bagaikan aku adik kandungnya. Selalu
memerhatikan penampilanku. Selalu membantuku membersihkan bajuku ketika ada
noda yang menghampiriku.
Impian
terindah telah kugapai. Aku merasa benar-benar hidup. Aku merasa memiliki jati
diri yang selama ini hilang dariku. Kepercayaan diriku ini perlahan tumbuh. Aku
sudah mulai merasa berguna bagi orang lain. Aku merasa dibutuhkan dan merasa
sangat disayangi. Aku mulai menyadari tak ada hal yang sia-sia. Aku diciptakan
karena ada hal yang pasti. Bukan hanya menjadi pelengkap sandiwara dunia. Sakit
yang selama ini kurasakan terkikis oleh waktu dan bahagiaku bersamanya.
Hari
yang berbeda. Aku tak pernah melihatnya. Kemana dia? Kenapa dia tidak
membangunkanku? Kenapa dia meninggalkanku?, aku hanya terdiam ditempat tidurku
seraya berpikir mencarinya. Hari ini sangat sunyi. Tak satupun orang di rumah
ini. Aku semakin gelisah. Apa aku terlupakan oleh mereka? Mungkin mereka pergi
rekreasi atau pergi acara keluarga? Tapi, mengapa tak satupun yang mengajakku?
Apa mereka lupa denganku? Atau mereka terusik dengan keberadaanku?. Semua pikiran
menggerogotiku saat ini. Entah rasa cemas, takut, bingung, semua menjadi satu.
Seminggu
aku hanya terdiam di kamar. Tanpa seorangpun melihatku. Ada apa ini? Aku kini
merasakan kesedihan yang begitu dahsyat. Tanda tanya besar dalam benakku belum
bisa terjawab. Aku menjalani minggu ini sendiri. Tanpa Rossa, orang tuanya, dan
adik-adik Rossa yang lucu. Aku tidak lagi mendengar tawa mereka. Tidak lagi
melihat kebahagiaan mereka. Tidak lagi pergi bersenag-senang. Tidak lagi
menikmati indahnya gulungan ombak setiap malam minggu bersama mereka. Keluarga
harmonis yang selalu mengisi hidupku kini perlahan sirna. Kemana mereka?.
Suara
gesekan pintu terdengar memecah keheninganku. Suara yang tidak pernah terdengar
seminggu ini. Suara yang diiringi seorang gadis cantik memasuki kamarku. Ya..
seorang yang kucari selama ini. Rossa diikuti ayah, ibu dan adik-adiknya. Aku
belum dapat berkata-kata. Aku hanya terdiam melihat Rossa yang terlihat begitu
murung dan sedih. Pandangannya kosong, wajahnya pucat, senyum indahnya dulu tak
terlihat olehku. Dia sama sekali tak menyapaku. Dia tidak menoleh padaku walau
hanya sedetik. Dia dituntun ibunya duduk didepan jendela kamarku. Sesekali
tetesan air mata membasahi pipinya. Setelah beberapa saat Rossa ditinggal
sendiri oleh keluarganya dengan diakhiri kecupan manis dari orang tuanya.
Aku
ingin sekali memeluk Rossa. Ingin menyapanya, ingin menanyakan kabarnya, ingin
tahu kemana dia selama ini. Aku sangat rindu dengannya, rindu dengan senyumnya,
rindu dengan binaran indah sorotan matanya. Canda tawanya, keceriaanya, dan
kebersamaan dengannya.
Namun
aku hanya dapat menahan itu semua dengan hanya berharap semua akan baik-baik
saja. Mengapa dia tidak menyapaku? Dia tidak merasa keberadaanku? Kenapa dia
terlihat begitu sedih? Semuanya tanyaku tak dapat terjawab selama dia terus
bersikap dingin padaku.
Tiga jam berlalu dan dia tetap diam terpaku di
depan jendela. Pandangan yang kosong dengan tetesan berlian dari matanya
menjadi pemandangan yang kulihat selama tiga jam. Kesedihan seakan menusuk jauh
dalam hatinya.
Aaaaaarrrrrrrgggghhhhhh!!!!
Teriakan
yang membuatku sangat kaget. Teriakan yang tidak pernah kusangka terlontar dari
Rossa. Dia menangis begitu dalam. Dia melempar semua benda disekitarnya. Dia
tersandung lalu terjatuh, tersandung lalu terjatuh lagi. Dia memberontak dan
terus mengitari kamar ini. Mengambil barang yang dapat dia capai lalu melempar
semuanya.
Selama
satu menit kejadian itu membuatku tercengang. Aku ingin menghentikannya namun aku
tak berdaya melakukannya. Aku bingung melihat tingkah Rossa yang semakin aneh. Diam
dan tiba-tiba memberontak. Kamar inipun terlihat begitu kacau dalam satu menit
saja.
Setiap
Rossa melangkah dia selalu tersandung dengan barang yang dia lemparkan tadi.
Terjatuh dan terus mencoba berjalan. Namun tetap saja dia terus terjatuh.
Sampai pada akhirnya dia terdiam dan duduk sambil menangis sangat dalam.
Ayah
dan ibunya datang melihat Rossa. Ayahnya membantu Rossa berdiri dan
membaringkannya ditempat tidur. Sementara ibunya mencoba membereskan kamar yang
sangat berantakan karena Rossa. Rossa hanya terus menangis, menangis hingga dia
terlelap dalam tidurnya.
Aku
semakin bingung. Mengapa tak kunjung datang jawaban dari semua tanyaku? Aku
sedih melihat Rossa yang sangat terpuruk. Aku ingin dia tahu aku akan ada
untuknya. Aku ingin dia tahu aku sangat ingin membantu setiap kesulitan yang
dia rasakan. Namun mengapa dia seakan tidak merasakan keberadaanku? Aku ingin
mengembalikan senyumnya, bukan melihat tangisnya.
Orangtua
Rossa menangis dan sedih melihat Rossa yang sedang terlelap. Aku mencoba
mendengar percakapan mereka. Serentak jantungku seakan tak dapat berdetak.
Setelah mendengar kebenaran itu, aku kini tahu mengapa Rossa terlihat begitu
sedih. Aku kini tahu mengapa Rossa tidak pernah menoleh padaku. Aku kini tahu
mengapa Rossa tak lagi memerhatikanku.
Bukan
karena dia tidak peduli denganku. Bukan karena dia melupakanku. Bukan karena
dia tidak ingin menceritakan semua kepadaku. Bukan juga karena dia membenciku.
Tapi
karena dia tidak tahu keberadaanku. Dia tidak dapat melihat dimana kini kuberpijak.
Dia tidak dapat menyentuhku dan memelukku seperti dulu karena dia tidak tahu.
Kini dia tidak dapat menjadi Rossa yang dulu. Dia telah mengalami kecelakaan
yang merenggut penglihatannya.
Mata
yang memberi warna dalam hidupnya. mata yang membuat dia bahagia. Mata yang
membuatnya dapat tersenyum indah. Mata yang memperlihatkan isi dunia kepadanya.
Mata yang membuatnya sangat sempurna.
Kini
dia hanya dapat melihat kegelapan. memiliki mata namun semua tak dapat dia
nikmati lagi. Elok mentari yang terbit dan terbenam hanya dapat dia rasakan.
Canda tawa dan kebahagiaan hanya dapat dia dengarkan. Aku sangat mengerti
betapa sedihnya dia. Betapa perih yang dia rasakan. Betapa hancur jiwanya. Aku
mengerti dia pasti terguncang dan belum dapat menerima semua takdir yang
menimpanya.
Aku
ingin dia tahu aku selalu menyayanginya dan berharap dia dapat melewati ini semua
dengan keikhlasan dan kembali tersenyum. Tidak hentinya aku memandangi wajahnya
yang sedang terlelap. Dia begitu polos. Dia anggun dan menawan. Semua yang
menimpanya adalah ujian untuknya.
Aku
memang tak dapat berbuat apa-apa yang dapat membuatnya bahagia. Aku juga tak
dapat menghibur dan mengembalikan kebahagiaannya yang terenggut. Tapi aku hanya
dapat mendoakannya. Aku hanya dapat berharap agar dia diberi ketegaran.
Tidak
ada yang bisa kulakukan untuknya karena aku hanya sebuah benda. “Iya..benda,
benda mati lebih tepatnya”. Aku hanyalah sebuah jam tangan yang terpasang di
keranda kaca yang dulu dibeli oleh tuanku untuk hadiah ulangtahun putrinya.
Selesai
Tidak ada komentar:
Posting Komentar