Rabu, 07 Juni 2017

MUHAMMAD MURSYID RAHMAN



#TugasIndividu

UNSUR-UNSUR KEBUDAYAAN MINANGKABAU PADA ROMAN MEMANG JODOH KARYA MARAH RUSLI

Abstrak


Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan falsafah kehidupan masyarakat suku Minangkabau melalui  adat istiadat suku Minangkabau yang mempunyai pandangan hidup tersendiri bagi masyarakatnya. Penelitian ini juga bertujuan untuk menggambarkan adat istiadat suku Minangkabau yang paling menonjol dalam roman ini yaitu adat perkawinan masyarakat Minangkabau. Dimana tokoh utama dalam roman Memang Jodoh Karya Marah Rusli ini mengalami banyak penderitaan akibat dari adat istiadat yang tak sepaham lagi dengannya. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah analisis dokumen melakukan pembacaan. Teknik analisis data yang digunakan adalah model analisis interaktif yang meliputi empat komponen, yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan verifikasi. Kesimpulan dari penelitian ini adalah mengetahui adat istiadat masyarakat Minangkabau terutama dalam adat perkawinan melalui tokoh utama dalam roman Memang Jodoh Karya Marah Rusli.

Kata kunci : Unsur-unsur Kebudayaan, Adat Istiadat Minangkabau





PENDAHULUAN


Setiap suku bangsa, sejak yang (tertutup) primitif sampai yang (terbuka) masyarakatnya modern, mempunyai pandangan hidup sendiri, yang berbeda antara satu dan yang lainnya. Pandangan hidup suatu suku bangsa merupakan perpaduan dengan nilai-nilai yang dimiliki oleh suku bangsa yang mereka yakini kebenarannya, dan menimbulkan tekad pada suku bangsa untuk mewujudkannya.
Sebelum kedatangan bangsa-bangsa Barat di kawasan Nusantara ini, adat adalah satu-satunya sistem yang mengatur masyarakat dan pemerintahan, terutama di kerajaan-kerajaan Melayu, mulai dari Aceh, Riau, Malaka, Jawa, Banjar, Bugis, hingga Ambon dan Ternate. Agama islam pada umumnya terintagrasi dengan adat-adat yang dipakai di kerajaan-kerajaan tersebut. Indonesia merupakan negara yang kaya akan suku dan budaya. Namun kesadaran masyarakat Indonesia sendiri untuk menggali kekayaan bangsanya masih sanagat kurang. Penulis memilih untuk membahas kebudayaan Minangkabau karena penulis tertarik untuk mendalami salah satu budaya dari beragam suku di Indonesia. Suku Minangkabau merupakan suku asli provinsi Sumatra Barat. Sebutan Minangkabau merupakan gabungan dari dua kata dalam bahasa Minangkabau yaitu minang yang berarti “menang” dan kabau yang beraeti “kerbau”.
Kebudayaan Minangkabau sendiri memiliki keunikan dibandingkan kebudayaan lain. Budaya Minangkabau adalah satu-satunya budaya di Indonesia yang menganut sistem matrilineal, dimana harta dan tanah diwariskan dari ibu kepada anak perempuan. Sementara perihal agama dan politik adalah tanggung jawab laki-laki.  Masyarakat Minangkabau ini pun merupakan masyarakat matrilineal terbesar di dunia.
Kita paham sekali untuk masuk ke dalam unsur kemasyarakat di Minangkabau bukanlah perkara yang mudah. Karena kebudayaan dan adat yang kuat harus bisa menampik hal-hal yang akan merusak ketatanan daerah dan adatnya. Untuk itu, kita harus bisa memahami peraturan yang berlaku. Sebab, aturan tiap nagari di Minangkabau memiliki perbedaan yang lumayan signifikan. Apalagi jika suatu nagari di Minangkabau mempunyai suku yang berbeda pula.
Dalam perjalanan sejarah yang cukup panjang menjelaskan bangsa pertama datang menginjaki kaki di tanah Minangkabau ialah bangsa yang serumpun dengan bangsa Austronesia yang datangnya itu bertahap-tahap dengan kurun waktu yang berbeda. Dengan kedatangan seperti ini turut membawa perubahan kebudayaan yang cukup besar bagi Minangkabau. Begitu halnya dengan orang Minangkabau yang katanya bahwa nenek moyangnya menggunakan perahu bercadik dan berkemudi ganda di kedua sisi bagian belakangnya sebagai perahu yang digunakan sama dari bangsa di kepulauan Asia Tenggara itu.
Budaya Minangkabau adalah sebuah budaya yang berkembang di Minangkabau serta daerah rantau Minang. Daerah rantau ini mencakup wilayah-wilayah yang ada di Indonesia dikarenakan masyarakat Minangkabau adalah masyarakat yang suka merantau. Salah satu pepatah masyarakat Minang yang terkenal adalah : labiah elok susah
di nagari urang dari pado susah di nagari surang, karena itulah masyarakat Minang terkenal dengan budaya merantaunya. Berbeda dengan kebanyakan budaya yang berkembang di dunia, budaya Minangkabau menganut sistem matrilineal baik dalam hal pernikahan, persukuan, warisan dan sebagainya.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan selama 3 minggu yaitu pada tanggal 28 November 2016 sampai 18 Desember 2016. Objek penelitian ini adalah Roman Memang Jodoh Karya Marah Rusli yang memiliki halaman sebanyak 535 halaman yang diterbitkan oleh Penerbit Qanita PT Mizan Pustaka pada tahun 2013.
 Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini berupa penelitian kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Data dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berupa dokumen dan buku-buku referensi mengenai adat istiadat Minangkabau  dengan menggunakan teknik membaca. Data dikumpulkan dengan cara mengkaji dokumen yang berupa roman Memang Jodoh karya Marah Rusli untuk mengungkapkan dan mendeskripsikan konflik batin yang dialami oleh tokoh utama akibat dari adat istiadat Minangkabau dalam roman Memang Jodoh. Selanjutnya, data divalidasi dengan menggunakan teknik triangulasi teori dan triangulasi sumber untuk membandingkan informasi yang diperoleh dari berbagai pihak dan sumber agar ada jaminan tentang tingkat kepercayaan atau kevalidan data. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis interaktif yang terdiri dari empat tahap yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penelitian kebudayaan ini merupakan analisis unsur-unsur kebudayaan yang terdapat dalam roman Memang Jodoh Karya Marah Rusli. Terdapat beberapa unsur kebudayaan dan adat istiadat Minangkabau dalam roman tersebut diantaranya sebagai berikut :
1.    Peralatan dan Perlengkapan Hidup
Terdapat rumah adat yang digambarkan Marah Rusli sebagai perlengkapan hidup dalam karyanya yang berjudul Memang Jodoh.  Rumah adat Minangkabau ialah rumah gadang yang dibangun sesuai keinginannya masing-masing, setiap rumah memiliki ukiran di dindingnya berupa tanaman-tanaman. Di depan halaman rumah mereka terdapat rangkiang untuk menyimpan padi.
Dalam roman Memang Jodoh Karya Marah Rusli terdapat kutipan yang menggambarkan rumah adat Minangkabau, kutipan tersebut ialah :
“Di celah-celah pohon-pohon yang merimba itu, mengintip sekali-kali rumah Minangkabau dengan lumbung padi beratap ijuk atau seng, bertingkat-tingkat dan melengkung seperti tanduk kerbau, sedangkan dindingnya terbuat dari kayu yang berukir-ukir.” (Marah, Rusli. Memang Jodoh, Hal. 49).

Kutipan di atas jelas seorang Marah Rusli telah berhasil menggambarkan rumah adat Minangkabau.
2.    Mata Pencaharian
Sistem mata pencaharian adalah cara yang dilakukan oleh sekelompok orang sebagai kegiatan sehari-hari guna memenuhi kebutuhan hidup. Mata pencaharian masyarakat Minangkabau sebagian besar sebagai petani atau dapat dikatakan sebagian terbesar dari orang minagkabau hidup dari tanah. Di daerah yang subur dengan cukup air tersedia , kebanyakan orang mengusahakan sawah, sedangkan pada daerah subur yang tinggi banyak orang menanam sayur mayur . Pada daerah- daerah yang tidak begitu subur , kebanyakan penduduknya hidup dari tanaman- tanaman seperti pisang, ubi kayu, dan sebagainya. Pada daerah pesisir , kalau mereka hidup dari tanah maka mereka hidup juga dari hasil kelapa.Di samping hidup dari pertanian , penduduk yang diam di pinggir laut atau pinggir danau-danau juga dapat hidup dari hasil penagkapan ukan, tetapi kebanyakan bagi mereka penagnkapan ikan adalah mata pencarian sambilan saja.
Ada beberapa hal yang menyebabkan banyak orang Minangkabau kemudian meninggalkan sektor pertanian. Ada yang disebabkan karen tak ada tak ada tanah pertanian yang memberikan cukup hasil, ada yang disebabkan karena kesadaran bahwa dengan pertanian mereka tak mungkin bida menjadi kaya. Orang- orang semacam ini lari ke sektor perdagangan. Selain itu pertambahan penduduk yang tidak diiringi dengan pertambahan sumber daya alam yang ada dalambercocok tanam, menyebabkan suku minang beralih profesi menjadi pedagang dalam memenuhikebutuhan hidupnya.
Kebanyakan masyarakat minangkabau mengadu nasib/merantau ke Jakarta, Bandung, dan kota-kota besar lainnya untuk mendapatkan pekerjaan yang layak pada zaman era modern ini. Dalam roman Memang Jodoh Karya Marah Rusli terdapat kutipan yang menggambarkan mata pencaharian masyarakat Minangkabau dengan cara merantau, kutipan tersebut ialah:
“Bagiku, perasaan pilu yang sering datang bukan karena ingin mati, tapi karena teringat rantau yang jauh, yang melambai menyuruhku pergi dari kampung halamanku, mengembara ke negeri orang , jauh di seberang laut di balik gunung yang tinggi. Seperti ada yang memanggilku berkelana dari rantau ke rantau, dari teluk ke teluk, sampai kutemukan sesuatu yang akan menambatku selamanya.” (Marah Rusli. Memang Jodoh, Hal. 36).

Kutipan di atas seorang Marah Rusli menggambarkan mengenai filsafat adat Minangkabau yang salah satunya ialah merantau. Di mana penyebaran orang-orang Minangkabau hingga jauh dari daerah asalnya dikarenakan adanya kebiasaan dan dorongan untuk merantau dalam rangka mendapatkan kekayaan serta pengetahuan di luar daerah. Tradisi merantau ini bagi laki-laki Minangkabau disebabkan oleh keharusan adat yang menempatkan laki-laki tidak memiliki hak atas tanah. Karena tidak memiliki hak atas tanah waris, mereka merantau untuk mendapatkan apa yang diinginkannya. Laki-laki Minangkabau memiliki semboyan apabila telah dilangkahkan untuk merantau, pantang kembali pulang tanpa membawa hasil. Artinya, mereka akan tetap bekerja keras sampai dapat kembali pulang ke kampung dengan keberhasilan yang telah dicita-citakan. 
Pedagang Minangkabau merujuk pada profesi sekelompok masyarakat yang berasal dari ranah Minangkabau. Disamping profesi dokter, guru, dan ulama, menjadi pedagang merupakan mata pencarian bagi sebagian besar masyarakat Minangkabau. Biasanya profesi ini menjadi batu loncatan bagi perantau Minangkabau setibanya di perantauan.
3.    Sistem Kemasyarakatan
Masyarakat Minangkabau menganut sistem kekerabatan matrilineal. Sistem matrilineal adalah suatu sistem yang mengatur kehidupan dan ketertiban suatu masyarakat yang terikat dalam suatu jalinan kekerabatan dalam garis ibu. Seorang anak laki-laki atau perempuan merupakan klen dari perkauman ibu. Ayah tidak dapat memasukkan anaknya ke dalam sukunya sebagaimana yang berlaku dalam sistem patrilineal. Dengan kata lain seorang anak di Minangkabau akan mengikuti suku ibunya.
Terdapat beberapa golongan dalam masyarakat Minang, berupa pelapisan sosial secara vertikal dan horizontal. Dalam roman Memang Jodoh Karya Marah Rusli terdapat beberapa kutipan yang menggambarkan mata pencaharian masyarakat Minangkabau dengan cara merantau, kutipan tersebut ialah :
“...Adat Padang ini, adalah adat keibuan, di mana ibu lebih berkuasa dari pada ayah..” (Marah Rusli. Memang Jodoh, Hal. 51).

Perempuan dalam suku Minangkabau dijadikan orang yang pertama dan laki-laki menjadi pengikut yang tak berarti. Sehingga terjadilah peraturan keibuan, yang sebenarnya bertentangan dengan khuluk. Karena wujud kewajiban perempuan dan sifat-sifatnya adalah mengandung dan melahirkan. Sedangkan laki-laki menjadikan, melindungi, dan membela. Perempuan suku Minangkabau menjadi seperti itu karena peraturan keibuan yang dipakai di sana. Perempuanlah yang memegang peranan penting dalam kehidupan rumah tangga mereka.
“Perempuan negeriku menjadi seperti itu karena peraturan keibuan yang dipakai di sana. Perempuanlah yang memegang peranan penting dalam kehidupan rumah tangga mereka.” (Marah Rusli. Memang Jodoh, Hal. 171).

Pada dasarnya sistem matrilineal bukanlah untuk mengangkat atau memperkuat peranan perempuan, tetapi sistem itu dikukuhkan untuk menjaga, melindungi harta pusaka suatu kaum dari kepunahan, baik rumah gadang, tanah pusaka dan sawah ladang. Dalam sistem matrilineal perempuan dijadikan sebagai pengikat, pemelihara dan penyimpan, sebagaimana diungkapkan pepatah adatnya amban puruak atau tempat penyimpanan. Itulah kenapa dalam penentuan peraturan dan perundang-undangan adat, perempuan tidak diikut sertakan. Perempuan menerima bersih tentang hak dan kewajiban di dalam adat yang telah diputuskan sebelumnya oleh pihak ninik mamak. Hal ini disebabkan hak dan kewajiban perempuan itu begitu dapat menjamin keselamatan hidup mereka dalam kondisi bagaimanapun juga. Semua harta pusaka menjadi milik perempuan, sedangkan laki-laki diberi hak untuk mengatur dan mempertahankannya. Perempuan tidak perlu berperan aktif seperti ninik mamak.
“Bukankah kita perempuan Padang berkuasa atas kaum keluarga kita yang laki-laki? Ibu kuasa atas anaknya, saudara perempuan kuasa atas adiknya yang laki-laki, karena merekalah yang mengawinkan anak atau adiknya itu.” (Marah Rusli. Memang Jodoh, Hal. 338).

Pada kutipan di atas telah membuktikan bahwa pada adat istiadat Minangkabau memang ibu lebih berkuasa dari pada ayahnya sesuai aturan dari adat istiadat Minangkabau itu sendiri yang menggunakan garis keturunan ibu (matrilineal). Segala sesuatunya diatur menurut garis keturunan ibu. Tidak ada sanksi hukum yang mengikat bila seseorang melakukan pelanggaran terhadap sistem ini. Sistem ini hanya diajarkan secara turun temurun kemudian disepakati dan dipatuhi, tidak ada buku rujukan atau kitab undang-undangnya. Namun, sejauh manapun sebuah penafsiran dilakukan atasnya, pada hakekatnya tetap dan tidak beranjak dari fungsi dan peranan perempuan itu sendiri.
“Tetapi seorang laki-laki bangsawan, seorang Sutan atau seorang Marah, tak layak berbuat demikian.” (Marah Rusli. Memang Jodoh, Hal. 55).

Dalam pelapisan sosial secara vertikal terdiri atas golongan raja-raja bangsawan (dengan gelar Bagindo, Sidi, Sutan Dan Marah), serta rakyat biasa. Secara horizontal masyarakat Minang dibedakan atas golongan Ninik Mamak yang mengatur urusan adat-istiadat, golongan cerdik pandai (candiak candokio) tempat bertanya mengenai masalah umum dan golongan Ulama yang mengatur masalah agama. Marah Rusli menggambarkan tokoh utamanya sebagai seorang bangsawan yang diberi gelar Marah Hamli. Marah Rusli pun berlatar belakang Minangkabau dan berasal dari keluarga bangsawan sehingga dia pun bergelar Marah.
4.    Sistem Perkawinan
Sistem perkawianan (Baralek Gadang) merupakan hal yang selalu dipermasalahkan dalam hukum adat orang Minang. Hal ini berhubungan dengan pelanggaran terhadap pembatasan yang ada,  yaitu :
a.       Apabila seorang laki-laki menikahi wanita dari kelompok yang sama, maka pernikahan keduanya tidak mungkin dilakukan di desanya sendiri
  1. Apabila seorang wantia menikah dengan laki-laki dari luar, wanita tersebut akan diusir dan pihak laki-laki hanya dimusuhi oleh keluarganya saja
  2. Harta pusaka diberikan kepada wantia, sedangkan laki-laki hanya diberi gelar pusaka
  3. Pernikahan harus dilakukan di rumah mempelai wanita
Sesudah upacara perkawinan yang pertama dilakukakn di rumah pengantin peremuan, si suami menumpang tinggal di rumah isterinya. Pada masa dulunya ia datang berkunjung ke rumah isterinya pada waktu malam saja, yaitu selagi ia tetap tinggal di dalam desanya sendri. Kalau terjadi perceraian, si suami harus meninggalkan rmah isterinya dan anak-anak dari perkawinan itu akan tinggal bersama ibunya.
Dalam roman Memang Jodoh Karya Marah Rusli terdapat beberapa kutipan yang menggambarkan adat istiadat perkawinan masyarakat Minangkabau, kutipan tersebut ialah :
“sebagai bangsawan Padang, aku tak perlu membiayai perkawinanku, memberi nafkah istriku atau memelihara anakku, bahkan sebaliknya aku yang akan dibiayai, diberi nafkah, dan dipelihara oleh mamak istriku atau mertuaku, dimuliakan, disanjung tinggi, dan dituruti seluruh keinginan hatiku” (Marah Rusli. Memang Jodoh, Hal. 31).
Memiliki kedudukan yang tinggi dalam masyarakat dan sering mendapat kemudahan dalam segala urusan, misalnya : memperolah uang jemputan yang tinggi jika menikah, boleh tidak memberi belanja kepada isterinya dan anaknya, memperoleh gelar kebangsawanan juga. Ia boleh kawin dengan/dari kelas mana saja. Sebaliknya seorang wanita bangsawan dilarang kawin dengan seorang laki-laki biasa, apalagi kelas terendah. Yang termasuk golongan bangsawan ialah orang-orang yang mula-mula datang dan mendirikan desa-desa di daerah Minangkabau. Karena itu mereka disebut sebagai urang asa (orang asal).
“... suami dipandang sebagai orang semenda, orang datang, yang tak punya hak apa-apa atas istri dan anaknya, sehingga dia tidak punya tanggungjawab atas anak dan istrinya itu.” (Marah Rusli. Memang Jodoh, Hal. 59)

Adat Minang adalah falsafah kehidupan yang menjadi budaya atau kebudayaan Minang. Ia merupakan aturan atau tata cara kehidupan masyarakat Minang yang disusun berdasarkan musyawarah dan mufakat, diturunkan secara turun temurun dan alamiah.
“Mendengar kau telah menjadi guru, ibu-ibu Padang ini, yang mempunyai anak gadis, tidak sedikit yang telah datang kepadaku, meminangmu.” (Marah Rusli. Memang Jodoh, Hal. 64)

Ibu-ibu pada umumnya di Minangkabau setelah mendengar dan mengetahui mengenai laki-laki yang telah berpangkat maka ia akan segera meminangnya untuk anaknya. Sesuai adat istiadat Minangkabau perempuan meminang laki-laki pilihan ibunya. Dan laki-laki yang dipinangnya haruslah berasal dari suku Minangkabau.
 “Lazim bangsawan Padang beristri dua-tiga. Tanda baik turunannya. Lagi pula, istrinya ini bukan bangsa awak. Sepatutnyalah, kalau kita memberi istri perempuan Padang kepadanya. Tanda kita menghormati dan menghargai kebangsawanannya”. (Marah Rusli. Memang Jodoh, Hal. 274)
Dalam masyarakat Minangkabau tidak ada larangan seseorang untuk mempunyai lebih dari satu orag isteri. Orang-orang dengan kedudukan sosial tertentu, memang kadang-kadang suka melakukan perkawinan poligini.
“Berapa kira-kira akan diminta beliau uang jemputan?” (Marah Rusli. Memang Jodoh, Hal. 339)
Di beberapa daerah, keluarga pengantin perempuan memberi kepada keluarga pengantin laki-laki sejumlah uang atau barang sebagai alat, untuk menjemputnya supaya suka mengawini perempuan tadi. Ini biasanya disebut uang jemputan, tetapi yang penting dalam perkawinan dalam masyarakat Minangkabau ialah pertukaran benda lambang antara dua keluarga yang bersangkutan, berupa cincin atau keris. 
“Memang telah diketahuinya, bahwa perkawinan orang Padang kadang dapat dilakukan dari jauh, apabila pengantin laki-laki berhalangan hadir dalam upacara perkawinan. Dalam hal itu, dia dapat diwakili oleh laki-laki lain atau sebilah keris...” (Marah Rusli. Memang Jodoh, Hal. 441).

Di dalam roman Memang Jodoh karya Marah Rusli terdapat banyak kutipan yang membahas mengenai perihal adat istiadat perkawinan Masyarakat dan keturunan Minangkabau seperti yang terlihat di atas. Tetapi dalam roman tersebut juga seorang Marah Rusli menggambarkan tokoh utamanya tidak setuju lagi dengan adat istiadat tanah kelahirannya itu karena adanya ramalan dan dorongan merantau untuk mencari jodohnya. Setelah Hamli menemukan jodohnya dan memutuskan untuk menikahi perempuan sunda itu maka Hamli harus di ceraikan dalam keluarganya sesuai adat istiadat yang berlaku dan apabila ia tak ingin beristrikan lebih dari satu maka kebangsawanannya di anggap tak di hormati dan tak dihargai lagi.
5.    Sistem Kesenian (Seni Sastra)
Pantun biasa digunakan dalam upacara perkawinan
Dalam roman Memang Jodoh Karya Marah Rusli terdapat beberapa pantun, diantaranya ialah :
Anak ikan dimakan ikan,
Anak tenggiri di dalam laut
Sanak bukan, saudara bukan,
Karena budi badan terpaut.

Kebanyakan pantun yang terdapat dalam roman Memang Jodoh berupa pantun nasehat. Contoh kutipan pantun di atas bermakna meskipun bukan keluarga dan saudara tetapi karena bantuan budi sehingga dia akrab dengan seseorang yang bukan keluarganya.

SIMPULAN DAN SARAN
Dalam Roman Memang Jodoh Karya Marah Rusli ada banyak unsur-unsur kebudayaan yang digambarkan oleh Marah Rusli di dalamnya. Terutama dalam adat istiadat perkawinan. Dimana Tokoh utamanya yaitu Hamli tidak sependapat mengenai adat istiadat tanah kelahirannya itu. Karena menurutnya tidak sesuai dengan realita yang sebenarnya. Adatnya bukan lagi memberi kebahagiaan buatnya melainkan kesedian dan enderitaan yang amat menyedihkan untuk ia terima karena dimana pun ia berada ia tidak pernah lepas dari perkara adat istiadat perkawinan tanah elahirannya itu.
Orang Minangkabau itu ialah orang-orang yang diterima secara adat dan peraturan suatu kaum di Minangkabau dalam sistem Matrilineal. Orang-orang yang belum dikukuhkan sebagai orang Minang dalam sistem adat yang mana ayahnya orang Minang dan ibunya non-Minang. Pada hal ini bisa saja berdarah Minang dan dikukuhkan sesuai dengan adat, serta juga bisa dengan proses malakok di Minangkabau.
Kita paham sekali untuk masuk ke dalam unsur kemasyarakat di Minangkabau bukanlah perkara yang mudah. Karena kebudayaan dan adat yang kuat harus bisa menampik hal-hal yang akan merusak ketatanan daerah dan adatnya. Untuk itu, kita harus bisa memahami peraturan yang berlaku. Sebab, aturan tiap nagari di Minangkabau memiliki perbedaan yang lumayan signifikan. Apalagi jika suatu nagari di Minangkabau mempunyai suku yang berbeda pula.
Merantau telah turun temurun menjadi pengadaptasian untuk melakukan perubahan dan kepentingan. Orang Minang yang merantau memang dilakukan sudah lama. Banyak perantau Minang yang mapan dan bisa menjadi pemimpin di daerah orang. Denga demikina, orang Minang yang lebih banyak membuka rumah makan dengan mudah menamai dengan rumah makan Padang, dan mereka kembali menyampaikan identitas diri sebagai orang Padang.

Saran
Jurnal ini dibuat agar pemahaman orang di luar Masyarakat Minangkabau dapat mengerti dan mengetahui atas penamaan yang sering tertutur dari lisan orang Minangkabau itu sendiri. Somoga apa yang telah di gambarkan Marah Rusli dalam romannya yang berjudul Memang Jodoh itu menjadi bahan pelajaran untuk masyarakat di luar Minangkabau untuk mengetahui kekhasan dan kekentalan adat istiadat Minangkabau







DAFTAR PUSTAKA

Heny, G.N., Alfan, Muhammad. (2013). Studi Budaya di Indonesia.Bandung: Pustaka Setia.

Koentjaraningrat. (2010). Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan.

Rusli, Marah. (2013). Memang Jodoh. Bandung: Qanita.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MUH. RIDHO S

#TugasIndividu ANALISIS NOVEL RADEN MANDASIA SI PENCURI DAGING SAPI BERDASARKAN PENDEKATAN RESEPSI SASTRA Landasan Teori Secara d...