Kamis, 08 Juni 2017

DIAN DONNA PUTRI SUMARLIN


#TugasIndividu 


UNSUR-UNSUR KEBUDAYAAN
DALAM NOVEL “SUTI”

Abstrak
Dari hasil analisis akan diketahui kondisi kehidupan masyarakat Jawa dalam novel Suti karya Sapardi Djoko Damono. Tujuan utama dari analisis ini adalah mendeskripsikan analisis unsur-unsur kebudayaan Jawa yang terdapat dalam novel Suti karya Sapardi Djoko Damono. Dalam hal ini digunakan unsur-unsur kebudayaan menurut koentjaraningrat yakni sistem teknologi dan peralatan dan hidup manusia, mata pencaharian hidup, sistem kemasyarakatan, bahasa, kesenian, sistem pengetahuan, dan religi. Dalam novel Suti karya Sapardi Djoko Damono mengandung unsur- unsur kebudayan Jawa yakni sistem bahasa berupa bahasa Jawa Ngoko halus, bahasa Karma lugu, dan bahasa Madya krama. Mata pencaharian dalam novel Suti terdiri atas berbagai
macam pekerjaan seperti kuli bangunan, penarik becak, menggali sumur, dan pemanjat kelapa, dan sebagainya. Sistem teknologi berupa alat untuk memperoleh informasi dan komunikasi alat transportasi, serta perlengkapan dan peralatan hidup manusia. Dalam sistem kemasyarakatan terdapat dua golongan, yakni golongan Priyayi dan Wong Cilik. Kesenian berupa pewayangan dan seni Kethoprak. Sistem religi dalam Novel Suti, masyarakat menganut agam Islam dan percaya pada makhluk yang telah meninggal. Dan untuk sistem kekerabatan mengenai system perkawinan kawin paksa dan menikah secepat mungkin atau menikah muda.
Kata kunci: analisis, unsur-unsur  kebudayaan, kebudayaan Jawa

A.    PENDAHULUAN
Dalam teori kesusastraan, Rene Wellek dan Austin Warren, Gramedia, Jakarta, 1989, 3, menuliskan bahwa, “Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah cabang seni. Sastra adalah segala sesuatu yang tertulis dan tercetak (11). Sastra adalah karya imajinatif.” (Purba, 2010:3).
Dalam metode pengajaran sastra, penerbit Kanisius, Yogyakarta, 1998, B. Rahmanto mengungkapkan bahwa sastra, tidak seperti halnya ilmu ilmiah atau sejarah tidaklah menyuguhkan ilmu pengetahuan dalam bentuk jadi. Sastra berkaitan erat dengan semua aspek manusia dan alam dengan keseluruhannya. Setiap karya sastra selalu menghadirkan sesuatu yang kerap menyajikan banyak hal yang apabila di hayati benar-benar akan semakin menambah pengetahuan orang yang menghayati (Purba, 2010:3).
Karya sastra bukan hanya berfungsi sebagai media alternatif yang dapat menghubungkan kehidupan manusia masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang, tetapi juga dapat berfungsi sebagai bahan informasi masa lalu yang berguna dalam upaya merancang peradaban manusia ke arah kehidupan yang lebih baik dan bergairah di masa depan (Tang, 2005: 1).
Novel merupakan karya prosa rekaan panjang yang dibangun dengan unsur-unsur instrinsik meliputi tema, latar, penokohan, sudut pandang, gaya bahasa, alur, pusat pengisahan dan lain-lain yang bersifat fiksi. Sebagai sesuatu yang bersfat rekaan, sebuah karya sastra dibangun pengarang dai realitas kehidupan yang ada disekitarnya yang ia munculkan dalam imajinasi-imajinasi berbentuk tokoh dan peristiwa, serta latar yang nampak nyata. Setiap unsur tersebut terjalin secara struktural yan mana antara satu dengan yang lainnya saling berkaitan satu sama lain. Penggambaran cerita yang ada di dalamnya bermacam-macam, hal tersebut bergantung pengarang yang menciptakannya.
Novel Suti karya Sapardi Djoko Damono berkisah tentang seorang gadis remaja yatim bernama Suti yang tinggal di pinggiran kota Solo. Suti yang masih gadis harus dihadapkan pada kehidupan rumah tangga dan kisah percintaan yang begitu rumit.
Novel Suti karya Sapardi menarik untuk dianalisis karena tokoh Suti adalah cerminan dari kisah hidup penulis sendiri, seperti setting tempat yang merupakan tempat tinggal penulis sebelum pindah ke Jogya, Ngadijayan.
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari analisis ini adalah untuk mendeskripsikan  unsur-unsur kebudayaan dalam novel Suti karya Sapardi Djoko Damono.
Manfaat penelitian ini adalah bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan yakni lebih mendalam mengenai unsur-unsur kebudayaan khususnya kebudayaan Jawa yang terkandung dalam novel Suti karya Sapardi Djoko Damono. Bagi pembaca khususnya peminat karya sastra, penelitian ini diharapkan bisa menambah wawasan tentang kebudayaan dan implementasinya yang terkandung dalam bentuk novel.
Pada hakekatnya manusia merupakan ciptaan manusia yang terdiri dari tubuh dan jiwa sebagai satu kesatuan yang utuh dan memiliki perasaan indrawi dan perasaan rohani. Manusia juga merupakan makhluk biokultural yaitu makhluk hayati yang berbudaya. (Juanda, 2014: 5).
Menurut Koentjaraningrat, kebudayan adalah keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakannya dengan belajar beserta keseluruhan budi pekertinya. Menurut Selo Sumarjan dan Soelaeman Sumarno, kebudayaan adalah sebagai hasil karya, rasa, dan cipta manusia Menurut E.B Taylor, kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Menurut Sutan takdir Alisjahbana, kebudayaan adalah manifestasi dari cara berpikir (Juanda, 2014:6).
Hubungan antara manusia dan kebudayaan, adalah:  secara sederhana, manusia sebagai pelaku kebudayaan dan kebudayaan merupakan obyek yang dilaksanakan manusia. Menurut sosiologi, manusia yang menciptakan kebudayaan dan kebudayaan mengatur hidup manusia (Juanda, 2014:15).
Kebudayaan berperan dalam hidup manusia, diantaranya sebagai pedoman hubungan antara manusia dengan kelompoknya, sebagai wadah untuk menalurkan kemampuan dan perasaan manusia, sebagai pembimbing kehidupan dan penghidupan manusia, sebagai pembeda manusia dengan binatang, sebagai petunjuk bagaimana manusia bertindak dan berperilaku dalam pergaulan, dan sebagai modal dasar pembangunan (Juanda, 2014: 11)
Menurut pandangan Koentjaraningrat, kebudayaan itu memiliki 3 (tiga) wujud, yaitu: (1) Keseluruhan ide, gagasan, nilai, norma, peraturan dan sebagainya yang berfungsi mengatur, mengendalikan dan memberi arah pada perbuatan manusia dalam masyarakat, yang disebut “Sistem Budaya”. (2) Keseluruhan aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat, yang disebut “sistem sosial”. (3) Wujud kebudayaan fisik berupa aktivitas manusia yang saling berinteraksi tidak lepas dari berbagai penggunaan peralatan sebagai hasil karya manusia untuk mencapai tujuannya. Hasil karya manusia tersebut pada akhirnya menghasilkan sebuah benda dalam bentuk yang konkret (Juanda, 2014:7).
Menurut Koentjaraningrat, unsur-unsur kebudayaan terdiri atas 7, yakni: (1) Bahasa. Bahasa adalah suatu pengucapan yang indah dalam elemen kebudayaan dan sekaligus menjadi alat perantara yang utama bagi manusia untuk meneruskan atau mengadaptasikan kebudayaan. Bentuk bahasa ada dua yaitu bahasa lisan dan bahasa tulisan.(2) Sistem Pengetahuan. Sistem pengetahuan itu berkisar pada pegetahuan tentang kondisi alam sekelilingnya dan sifat sifat peralatan yang dipakainya. Sistem pengetahuan meliputi ruang pengatahuan tentang alam sekitar, flora dan fauna, waktu, ruang dan bilangan, sifat sifat dan tingakh laku sesame manusia, tubuh manusia. (3) Sistem Kemasyarakatan atau Organisasi Sosial. Organisasi Sosial adalah sekelompok masyarakat yang anggotanya merasa satu dengan sesamanya. Sistem kemasyarakatan atau organisasi sosial yang meliputi: kekerabatan, asosiasi dan perkumpulan, sistem kenegaraan, sistem kesatuan hidup, perkumpulan. (4) Sistem Peralatan Hidup dan  Teknologi. Yang dimaksud dengan teknologi adalah jumlah keseluruhan teknik yang dimiliki oleh para nggota suatu masyarakat, meliputi keseluruhan cara bertindak dan berbuat dalam hubungannya degnan pengumpulan bahan bahan menta, pemrosesan bahan bahan itu untuk dibuat menjadi alat kerja,penyimpanan, pakaian, perumahan, alat transportasi dan kebutuhan lain yang berupa benda meterial. Unsur teknologi yang paling menonjol adalah kebudayaan fisik yang meliputi, alat alat produksi, senjata, wadah, makanan dan minuman, pakaian dan perhiasan, tempat berlindung dan perumahan serta alat alat transportasi. (5) Sistem mata pencaharian hidup. Sistem mata pencaharian hidup merupakan segala usaha manusia untuk mendapatkan barang dan jasa yang dibutuhkan. Sistem mata pencaharian hidup atau system ekonomi yang meliputi, berburu dan mengumpulkan makanan, bercocok tanam, peternakan, perikanan,perdagangan. (6) Sistem Religi. Sistem religi dapat diar tikan sebagai sebuah sistem yang terpadu antara keyakinan dan praktek keagamaan yang berhubungan dengan hal hal suci dan tidak terjangkau oleh akal. Sistem religi yang meliputi, sistem kepercayaan, system nilai dan pandangan hidup, komunikasi keagamaan, upacara keagamaan. (7) Kesenian. Secara sederhana eksenian dapat diar tikan sebagai segala hasrat manusia terhadap keindaha. bentuk kendahan yang beraneka tagam itu timul dari permainan imajinasi kreatif yang dapat memberikan kepuasan batin bagi manusia. Secara garis besar , kita dapat memetakan bentuk kesenian dalam tiga garis besar , yaitu seni rupa, seni suara dan seni tari (Suhendar, 2013: https://pemulungelitd19kk.wordpress.com)
B.     METODE PENELITIAN
Metode analisis yang digunakan untuk mengkaji novel Suti karya Sapardi Djoko Damono adalah metode kualitatif deskriptif. Metode kualitatif deskriptif artinya data yang dianalisis dan hasil analisisnya berbentuk deskripsi fenomena, tidak berupa angka-angka atau koefisien tentang hubungan antar variable.
Novel Suti karya Sapardi Djoko Damono merupakan objek dari analisis ini. Data dalam analisis novel ini berupa data yang berupa paragraf yang terdapat dalam novel Suti karya Sapardi Djoko Damono. Sumber data dalam analisis ini adalah sumber data primer yaitu teks novel Suti karya Sapardi Djoko Damono terbitan Kompas, tahun 2015, dan tebal 192 halaman dan data sekunder dalam penelitian ini adalah tulis-tulisan atau artikel yang diperoleh dari internat dan pustaka yang berhubungan dengan permasalahan dalam penelitian ini.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pustaka, baca dan catat. Teknik pustaka adalah teknik pengambilan data dari berbagai sumber, baik dari novel itu sendiri maupun sumber lain yang berhubungan dengan novel yang akan dianalisis. Teknik baca adalah teknik pemahaman terhadap isi dari novel kemudian mencatat hal-hal penting dari novel. Teknik baca dan catat juga termasuk dari teknik analisis data.

C.    Hasil dan Pembahasan
Unsur-unsur kebudayaan yang terdapat dalam novel Suti karya Sapardi Djoko Damono, diantaranya:
1.      Sistem Bahasa
Bahasa yang digunakan tokoh-tokoh dalam novel Suti karya Sapardi Djoko Damono ialah percampuran bahasa. Dari beberapa kutipan yang ada dalam novel, penulis tidak menggunkan bahasa Jawa secara utuh. Akan tetapi perpaduan antara bahasa Jawa dengan bahasa Indonesia.
Berikut kutipannya:
“ Ganteng banget priyayinya, edan tenan! Cakrak seperti prabu kresno hehehe.” (Suti, 2015:1)
“ Waktu ke rumah manggil suamiku aku kan ketemu. Cakrak dan bening kulitnya. Edan tenan! (Suti, 2015: 2)
     Dalam bahasa Jawa dikenal beberapa tingkatan dalam bahasanya, yakni bahasa Ngoko (kasar) , Madya (biasa), dan Krama (halus). Kutipan di atas termasuk bahasa Ngoko lugu, karena didalam kutipan di atas mengandung kutipan antara teman dengan teman yang sudah akrab. Dalam novel Suti karya Sapardi Djoko Damono, kutipan di atas termasuk percakapan antara dua teman yang sudah sangat akrab yakni Suti dengan Tombolok yang sudah berteman sejak dari kecil. Bahasa yang digunakan antara keduanya cenderung lebih santai. Kutipan di atas merupakan percakapan antara Suti dan Tombolok yang memuji sosok Sastro.
Cah Ayu, kakakmu Kunto mau sekolah di Gadjah Mada.” (Suti, 2015:60)
“ Suti, kamu anak cantik, gak suka ribut-ribut. Kami sayang padamu, kamu tahu, kan?” Suti, 2015: 49)
     Kutipan di atas juga termasuk bahasa Ngoko halus, karena dalam kutipan di atas mengandung percakapan antara orang tua kepada yang lebih muda yang sudah akrab, yakni percakapan Ibu Sastro kepada Suti, gadis remaja yang tinggal di rumahnya. Bahasa yang digunakan cenderung lebih halus dan sopan.
“ Nggih, Bu!” (Suti, 2015: 50)
“ Kalau begitu biar mas Kunto saja yang mengantar Bapak, Bu,” katanya.        (Suti, 2015:101)
     Kutipan di atas termasuk bahasa karma lugu, karena dalam kutipan di atas mengandung percakapan antara orang muda terhadap orang tua, yakni percakapan Suti kepada Ibu Sastro, Ibu yang sudah menganggapnya sebagai anak. Bahasa yang digunakan Suti kepada Bu Sastro lebih sopan.
 “ Kemenakan bapak jadi ikut kita? Kapan?” (Suti, 2015: 28)
 “ Ya, kalau dia jadi ikut sekolahnya juga tidak dekat. Aku sebenarnya mikir,    syukur saja kalau dia tidak jadi ikut kita. Lastri yang pernah ikut kita dulu itu kan malah bikin repot. Ya, kan, Pak? Kalau Tari suka juga menggedel seperti Lastri,  gimana, hayo?” (Suti, 2015: 29)
     Kutipan di atas termasuk bahasa madya krama, karena di dalam dialog tersebut mengandung percakapan istri kepada suaminya, yakni Ibu Sastro kepada Pak Sastro. bahasa yang digunakan Bu Sastro dalam kutipan di atas cenderung santai dan terdengar sangat akrab.
2.      Sistem Mata Pencaharian
Masyarakat Jawa menjadikan bertani sebagai pekerjaan pokok sebagai sumber penghasilan. Namun, selain bertani ada pula sumber  pendapatan  lain  yang  diperoleh  dari  usaha-usaha kerja  sambilan  membuat  makanan  tempe  kara  benguk,  mencetak  batu merah,  mbotok  atau  membuat  minyak  goreng  kelapa,  membatik, menganyam  tikar  dan  menjadi  tukang-tukang  kayu,  batu  atau  reparasi sepeda dan lapangan-lapangan pekerjaan lain yang mungkin dilakukan.
Berikut kutipannya:
Setelah menikah, Sarno tinggal di rumah Parni dan lebih giat mencari rupa-rupa jenis kerja lain lagi. Tidak sebatas memanjat kelapa atau menggali sumur, tetapi juga nukang (Suti, 2015:12)
Mereka bekerja sebagai penarik becak, tukang jual jajanan malam hari, pencari pasir, pemecah batu, pembakar bata, pencari ikan, pemanjat kelapa, pembantu, dan kerja serabutan – kerja apa saja diambil (Suti, 2015:19)
     Pada novel Suti karya Sapardi Djoko Damono menggambarkan kehidupan masyarakat Jawa khususnya di Desa Tungkal, pinggiran Solo tahun 1960-an yang menyambung hidupnya dengan berbagai mata pencaharian. Namun, tidak menjadikan pekerjaan bertani sebagai sumber utama mata pencaharian. Padahal, bertani merupakan pekerjaan sebagian besar masyarakat Jawa di desa-desa. Dalam novel Suti terdapat tokoh Sarno, suami Suti yang bekerja dengan berbagai profesi untuk menambah penghasilan. Kadang menjadi kuli bangunan, memanjat kelapa, menggali sumur, menjadi tukang, penarik becak, bahkan ada warga desa Tungkal yang menjadi pencari pasir, pembantu, dan mengurus makam.
3.      Sistem Teknologi dan Peralatan
Dalam novel Suti karya Sapardi Djoko Damono yang mengangkat latar tahun 1960-an menggambarkan kehidupan masyarakat Jawa yang ada di daerah Tungkal, pinggiran Solo begitu juga dengan masyarakat di daerah perkotaan yang menggunakan beberapa alat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, beberapa macam alat transportasi, serta peralatan dan perlengkapan hidup.
Berikut kutipannya:
     Radio adalah media paling popular di masa itu, di beberapa rumah selalu terdengar suara radio sejak bangun tidur sampai bunyinya kresek karena lupa mematikannya (Suti, 2015: 20)
Kunto akan datang besok, Dewo telah kirim telegram ke rumah pondoknya, ujarnya. (Suti, 2015:101)
     Dari pernyataan dan kutipan di atas, dalam novel Suti menggambarkan kehidupan masyarakat yang menggunakan radio, koran dan menggunakan telegram untuk mendapatkan informasi dan saling berkomunikasi. Hal ini berdasarkan atas kondisi masyarakat tahun 1960-an.
Pak Sastro mencari akal untuk membeli rumah yang sudah jadi Grobongan. Di sana ada kampung yang tampaknya membangun rumah jati hanya untuk dijual….( Suti, 2015: 33)

Bu sastro suka sekali memasak, menikmati asyiknya bara kayu yang berkedip-kedip kalau ia menggerak-gerakkan kipas bambunya. Kebiasaanya sejak di Ngadijayan itu terus berlanjut meskipun berkali-kali disarankan untuk memakai kompor minyak saja (Suti, 2015: 37)
     Dari beberapa pernyataan dan kutipan di atas, novel Suti yang menggambarkan kondisi masyarakat tahun1960-an menggunakan peralatan perlengkapan seperti lampu senter dan teplok untuk penerangan, masih menggunakan kayu bakar untuk memasak karena menurut mereka khususnya tokoh Ibu Sastro beranggapan memasak menggunakan kayu bakar lebih enak dari dari pada menggunakan kompor minyak.
Dalam Novel Suti juga keluarga Sastro menggunakan rumah yang yang terbuat dari kayu jati, yang pada umumnya rumah di daerah Jawa menggunakan bahan batang bambu, glugu (batang pohon nyiur), dan kayu jati sebagai kerangka atau pondasi rumah. Selain itu, terdapat pula bioskop sebagai media hiburan dan masjid yang digunakan untuk beribadah.
Namun orang-orang yang setiap hari naik sepeda sepanjang jalan di tepi kebun itu tampaknya tidak menyadari sedang sedang menyaksikan tontonan yang menakjubkan…(Suti, 2015:18)
Menjelang magrib kereta api baru sampai Jakarta. Dalam keadaan capek mereka bertiga masih harus berebut lagi naik bis arah Kampung Minangkabau. (Suti, 2015:127)
     Selain rumah, alat memperoleh informasi, dan perlengkapan lainnya dalam Novel Suti terdapat pula alat transportasi yang digunakan tokoh seperti becak dan sepeda yang  digunakan oleh warga desa Tungkal dan pada saat itu belum ada kendaraan yang menggunkan mesin. Berbeda dengan di kota, yang sudah menggunakan kereta api dan bus yang lebih modern.
4.      Sistem Kemasyarakatan
Dalam sistem kemasyarakatan Jawa, dikenal 4 tingkatan yaitu Priyayi, Ningrat atau Bendara, Santri, Kejawen dan Wong Cilik. (1) Priyayi. Priyayi ini mengacu kepada suatu kelas sosial tertinggi di kalangan masyarakat biasa. Biasanya kaum priyayi ini terdiri dari para pegawai negeri sipil dan para kaum terpelajar yang memiliki tingkatan pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang-orang disekitarnya. (2) Ningrat atau Bendara adalah kelas tertinggi dalam masyarakat Jawa. pada tingkatan ini biasanya diisi oleh para anggota keraton, atau kerabat-kerabatnya, baik yang memiliki hubungan darah langsung, maupun yang berkerabat akibat pernikahan. (3) Golongan santri. Golongan ini tidak merujuk kepada seluruh masyarakat suku Jawa yang beragama muslim, tetapi, lebih mengacu kepada para muslim yang dekat dengan agama, yaitu para santri yang belajar di pondok-pondok yang memang banyak tersebar di seluruh daerah Jawa. (4) Wong cilik. wong cilik atau golongan masyarakat biasa yang memiliki kasta terendah dalam pelapisan sosial. Biasanya golongan masyarakat ini hidup di desa-desa dan bekerja sebagai petani atau buruh.
Berikut kutipannya:
Bu Sastro seorang Priayi tulen yang tidak pernah menyimpan gagasan kasta atau silsilah usul atau kekayaan. Keduanya lulusan HIS, sekolah dasar zaman Belanda, yang sesekali kelepasan juga memandang rendah orang-orang yang kebanyakan masih buta huruf di sekitarnya. (Suti, 2015: 31)
Ia dipanggil ‘Mas’ oleh berandal-berandal laintidak karena umurnya lebih tua, tetapi karena dianggap putra priayi kota. (Suti, 2015: 47)
     Dalam novel Suti karya Sapardi Djoko Damono menceritakan keluarga Sastro yang tergolong  Priyayi. Dalam novel, tergambar keluarga Sastro memiliki tingkatan tertinggi dari masyarakat biasa di desa Tungkal. Hal ini tergambar dari latar belakang Bu sastro dan Pak sastro yang sama-sama memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Kedua anaknya juga bersekolah sampai SMA dan kuliah.
     Perempuan muda konyal-kanyil yang pernah diceritakan sedang mencuci pakaian di sungai itu akhirnya sedang mencuci pakaian di sungai itu akhirnya bekerja juga membantu meringankan pekerjaan Bu Sastro. suaminya juga sering dimintai tolong untuk membereskan pekarangan. (Suti, 2015: 36)
Bu Sastro minta mulai besok Tombolok membantunya, mengerjakan segala sesuatu yang salama ini dilakukan Suti. Bu Sastro tahu bahwa Tombolok sering diminta membantu tetangga mengerjakan ini-itu. Ia merasa lega ketika perempuan muda itu menyatakan akan sepenuhnya bekerja di keluarga Sastro. (Suti, 2015:133)
     Kutipan di atas diceritakan Suti sebagai sosok perempuan muda yang tinggal di rumah keluarga Sastro untuk meringankan pekerjaan Bu Sastro begitu juga dengan Suaminya. Tidak hanya Suti dan Sarno, Tombolok juga bekerja sebagai pembantu di rumah keluarga Sastro menggantikan Suti ketika Suti ke Surabaya mengantar Pak Sastro untuk bekerja.
     Selain itu priyayi, ada juga yang termasuk golongan Wong Cilik, seperti masyarakat Tungkal umumnya yang status sosialnya rendah. Beberapa kutipan di atas menunjukkan status sosial masyarakat Tungkal. Dalam novel Suti karya Sapardi Djoko Damono, tokoh Suti, Tombolok, Sarno, dan masyarakat lainnya termasuk golongan wong cilik karena status sosialnya yang rendah yakni sebagai pembantu, penarik becak, pemanjat sumur, dan sebagainya.
5.      Sistem Religi
      Agama dan kepercayaan yang berkembang dan dianut oleh masyarakat Jawa, antara lain islam sebagai agama mayoritas, selain itu terdapat pula agama lain yang cukup banyak dianut, seperti kristen protestan, yang cukup banyak dianut oleh masyarakat di sekitar semarang, surakarta, dan solo.
Berikut kutipannya:
Di desa itu ada burung gagak, yang sering kelihatan hinggap di pohon randu alas di makam. Akhir-akhir ini kalau ada kedengaran suara gagak, orang desa suka menyebutnya suara Mbah Parmin yang memberi awas-awas kepada warga desa. Karena mungkin tidak ada lagi yang bisa dipercaya, suara gagak itu pun menawarkan pilihan. Buktinya banyak orang dari kota lain yang datang ke makamnya untuk menghayati suara gagak sebagai wejangannya yang konon terdengar jernih bagaikan ricik air kalau kita mendengarkannya dengan hati terbuka dan bersih. (Suti, 2015: 83)
Rupanya kalau ada sesuatu yang tidak bisa dipecahkan oleh kelugasan berpikir warga kampung itu, dengan yakin mereka putuskan saja bahwa semua sudah diatur oleh yang di sana, lha yang ‘disana’ itu tidak lain Mbah Parmin. Itu tidak berarti bahwa banyak diantara mereka tidak suka ke masjid, misalnya, tetapi karena selama ini Mbah Parmin adalah bagian penting dari kesejahteraan hidup mereka. (Suti, 2015: 86)
Dalam Novel Suti karya Sapardi Djoko Damono Pada umumnya masyarakat Tungkal, pinggiran Solo menganut agama Islam. Hal ini dikarenakan adanya bangunan masjid yang berdiri kokoh di desa itu. Berdasarkan salah satu falsafah orang Jawa “ memayu hayuning bawana, ambrasta dur hangkara” artinya manusia hidup di dunia harus mengusahakan keselamatan, kebahagiaan, dan kesejahteraan, serta memberantas sifat angkara murka, serakah dan tamak. Dari falsafah tersebut, orang Jawa berusaha untuk mendapatkan kesejahteraan hidup. Dalam novel Suti karya Sapardi Djoko Damono, terdapat tokoh Mbah Parmin yang telah meninggal dipercaya dapat memberikan petunjuk bagi kehidupan masyarakat. Sehingga makamnya sangat dikeramatkan. Oleh karena itu, masyarakat setempat maupun masyarakat dari luar daerah banyak yang mengunjungi makam Mbah Parmin.
6.      Kesenian
      Secara garis besar bentuk kesenian dalam tiga garis besar , yaitu seni rupa, seni suara dan seni tari. Dalam kesenian Jawa, khususnya Jawa tengah mengandung beberapa kesenian seperti tari Serimpi, tari bambang cakil, tari Jaipong. Seni tembang, berupa lagu-lagu daerah Jawa, misalnya lagu-lagu suwe ora jamu, gek kepiye dan pitiktukung. Seni pewayangan merupakan wujud seni teater di Jawa Tengah. Seni teater tradisional di Jawa tengah antara lain kethoprak.
Berikut kutipannya:
Parni senang anaknya tumbuh menjadi gadis cerdas, suka omong aneh-aneh yang tidak mudah dipahaminya. Suka nonton wayang di kelurahan, suka nonton kethoprak di Balekambang, ……. (Suti, 2015:12)
Dan pemain kethoprak ini ngajak Suti ikut memainkan peran Roro Mendut yang harus menuruti perintahnya. (Suti, 2015:74)
     Dalam novel Suti karya Sapardi Djoko Damono membahas mengenai kesenian kethoprak dan wayang yang disukai oleh tokoh Suti. Kethoprak merupakan seni pertunjukan rakyat tradisional yang sangat terkenal, khususnya di daerah jawaTengah, Jawa Tengah, dan DIY. Kethoprak berupa pertunjukan seni yang sederhana yang meliputi unsur tradisi Jawa, baik struktur dialog, busana rias, maupun bunyi-bunyian musik tradisional yang dipertunjukan oleh rakyat. Sedangkan wayang merupakan boneka yang dipertunjukkan dalam berbagai bentuk, dan biasanya mengandung berbagai wejangan dan nasihat-nasihat dalam hidup.
7.      Sistem Kekerabatan
Sistem perkawinan selain pelamaran dikalangan orang Jawa, dikenal juga istilah (1) sistem perkawinan magang atau ngenger ialah seorang jejaka yang sudah mengabdikan dirinya pada kerabat si gadis. (2) Sistem perkawinan triman, yaitu seorang yang mendapatkan istri sebagai pemberian atau pemberian atau penghadiahan dari salah satu lingkungan keluarga tertentu, misalnya keluarga keratin atau keluarga priayi agung yang sudah di santapnya terlebih dahulu. (3) Sistem perkawinan ngunggahi, dimana justru dari pihak kerabat si gadis yang melamar si jejaka. (4) Sistem perkawinan paksa (peksan) yaitu suatu perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita atas kemauan kedua orang tua mereka.
Berikut kutipannya:
Mereka sebenarnya tahu bahwa ibu Suti suka malu kalau anaknya tidak lekas-lekas  dikawinkan, takut kalau oleh orang kampung dianggap tidak laku, takut kalau ibunya dianggap tidak becus mencarikan suami untuk anaknya (Suti, 2015: 3)
Hanya saja ibumu pernah bilang ia khawatir kamu nanti telat kawin,” lanjut Pak Sastro yang tampaknya tidak bisa menahan tawa lantaran rasa gelinya berkaitan dengan sikap istrinya. Prabu Kresno itu rupanya sama sekali tidak tahu maksud di balik ucapan istrinya yang terus terang saja, pernah agak meragukan kejantanan bungsunya. Dalam pikiran Kunto, juga dalam pikiran Pak dan Bu Sastro, tidak pernah ada ungkapan ‘laki-laki telat kawin’. (Suti, 2015:182)
     Dalam novel Suti karya Sapardi Djoko Damono menjelaskan sistem perkawinan masyarakat Jawa, diantaranya: Cenderung ingin menikahkan anaknya secepat mungkin. Hal ini disebabkan karena takut anaknya menjadi perawan tua dan orang tua yang tidak mau dianggap tidak becus mencarikan jodoh untuk anaknya. Seperti halnya Parni, ibu Suti yang langsung menerima lamaran Sarno yang ingin menjadi istri Suti walaupun Sarno memiliki umur yang jauh lebih tua.
 “ Ingat Jeng Partiah yang di Surabaya itu, kan? Dia itu punya putri yang umurnya kira-kira sama dengan Kunto. Itu lho, yang namanya Sarah. Kan bagus kalau kita mulai nglumpukke balung pisah. Keluarga kita menyebar ke mana-mana, kalau tidak dikumpulkan lama-kelamaan trah kita tak bisa dilacak lagi. Betul, lho Jeng Sastro, tidak semstinya membiarkan Kunto bergaul terlalu rapat dengan pembantunya.” (Suti, 2015:116)
Dalam novel Suti terdapat sistem perkawinan paksa (peksan) yaitu suatu perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita atas kemauan kedua orang tua mereka. Dalam novel, tokoh Kunto ingin dijodohkan dengan mindho-nya, Sarah. Selain itu, adanya kecenderungan ingin mengawinkan anaknya dengan kerabat. Hal ini bermaksud agar hubungan keluarga tetap terjalin dengan baik.

D.     SIMPULAN DAN SARAN

Dalam novel Suti karya Sapardi Djoko Damono, tidak hanya ditemukan unsur-unsur kebudayaan Jawa sebagaimana yang disebutkan oleh Koentjaraningrat seperti bahasa, mata pencaharian, teknologi dan peralatan hidup, sistem religi, sistem pengetahuan, sistem kemasyarakatan dan kesenian. Tetapi ditemukan juga sistem perkawinan dan makanan khas Jawa Tengah khususnya di desa Tungkal.
Dari segi bahasa, menggunakan percampuran antarabahasa Jawa dengan bahasa Indonesia. Sehingga pembaca cukup mengerti dengan isi novel. Dari segi mata pencaharian yang beraneka ragam baik di darat maupun di laut, teknologi dan peralatan hidup, sistem religi, sistem pengetahuan, sistem kemasyarakatan, kesenian, sistem perkawinan dan makanan memiliki kekhasan, yang berbeda dengan kebudayaan lain. dari beberapa unsur kebudayaan yang ditemukan dapat menggambarkan kondisi kehidupan masyarakat Jawa, khususnya di desa Tungkal, pinggiran Solo.
Hasil analisis novel Suti ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca, agar dapat mengambil hikmah yang terdapat dalam novel. Penelitian ini diharapkan dimanfaatkan sebagai alternatif bahan pengajaran teori dan apresisasi sastra, yaitu: membantu keterampilan berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya, dan mengetahui nilai-nilai dalam kebudayaan.





DAFTAR PUSTAKA
Juanda, 2014. “Bahan Ajar Ilmu Sosial dan Budaya Dasar”. Makassar: UNM
Koentjaraningrat dkk.  2002. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Djambatan:                          Jakarta
Purba, Antilan. 2010. “Sastra Indonesia Kontemporer”. Yogyakarta.              
Sapardi, Damono Djoko. 2015. Suti. PT Kompas Media Nusantara: Jakarta
Suhendar, Kaka. 2013. “Kebudayan Masyarakat Jawa”.                               https://pemulungelitd19kk.wordpress.com. Diakses 14 November 2016
Tang, Muhammad, Rapi. 2007. Pengantar Teori Sastra yang Relevan: sebuah alternative  pengkajian ilmiah. Makassar: UNM.
Yon, 2011. “Ragam Krama Bahasa Jawa”: http://abudaud2010.blogspot.co.id/2011/05/ragam-krama-basa-jawa.html?m=1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MUH. RIDHO S

#TugasIndividu ANALISIS NOVEL RADEN MANDASIA SI PENCURI DAGING SAPI BERDASARKAN PENDEKATAN RESEPSI SASTRA Landasan Teori Secara d...