Sabtu, 10 Juni 2017

KELOMPOK 3



KELOMPOK 3:
1.      ASRIANI
2.      RISKY AMALIYAH
3.      WIWIN RASMAWATI
4.      MIFTAHUL KHAIRAH
5.      TRY AGUNG DARMAWAN
6.      ANNA WIDIA ASTUTU DJAFAR


ANALISIS NOVEL TUHAN IZINKAN AKU JADI PELACUR



A.    Definisi Sosiologi Sastra 
        Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sosiologi berasal dari kata sos (Yunani) yang berarti bersama, bersatu, kawan, teman, dan logi (logos) berarti sabda, perkataan, perumpamaan. Sastra dari akar kata sas (Sansekerta) berarti mengarahkan, mengajarkan, memberi petunjuk dan instruksi. Akhiran tra berarti alat, sarana. Merujuk dari definisi tersebut, keduanya memiliki objek yang sama yaitu manusia dan masyarakat. Meskipun demikian, hakikat sosiologi dan sastra sangat berbeda bahkan bertentangan secara dianetral. Sosiologi adalah ilmu objektf kategoris, membatasi diri pada apa yang terjadi dewasa ini (das sain) bukan apa yang seharusnya terjadi (das solen). Sebaliknya karya sastra bersifat evaluatif, subjektif, dan imajinatif.
         Sosiologi sastra merupakan pendekatan yang bertolak dari orientasi kepada semesta, namun bisa juga bertolak dari orientasi kepada pengarang dan pembaca. Sosiologi adalah pengetahuan atau ilmu tentang sifat, perilaku, dan perkembangan masyarakat, ilmu tentang struktur sosial, proses sosial, dan perubahannya. Sosiologi sastra adalah karya sastra para kriktikus dan sejahrawan yang terutama mengungkapkan pengarang yang di pengaruhi oleh status lapisan masyarakat tempat yang berasal, idiologi politik dan sosialnya, kondisi ekonomi serta khalayak yang ditujunya.

B.     Teori Pendekatan Sosiologi Sastra
Berikut adalah teori pendekatan sosiologi sastra menurut para ahli:
Ratna (2003:2) ada sejumlah definisi mengenai sosiologi sastra yang perlu dipertimbangkan dalam rangka menemukan objektivitas hubungan antara karya sastra dengan masyarakat, antara lain:
1.      Pemahaman terhadap karya sastra dengan pertimbangan aspek kemasyarakatannya.
2.      Pemahaman terhadap totalitas karya yang disertai dengan aspek kemasyarakatan yang terkandung didalamnya.
3.      Pemahaman terhadap karya sastra sekaligus hubungannya dengan masyarakat yang melatar belakanginya.
4.      Sosiologi sastra adalah hubungan dua arah (dialektik) antara sastra dengan masyarakat.
5.      Sosiologi sastra berusaha menemukan kualitas interdependensi antara sastra dengan masyarakat.

Wellek dan Warren (1956: 84, 1990: 111) membagi sosiologi sastra sebagai berikut :
1.      Sosiologi pengarang, profesi pengarang, dan institusi sastra, masalah yang berkaitan disini adalah dasar ekonomi produksi sastra, latar belakang sosial status pengarang, dan idiologi pengarang yang terlibat dari berbagai kegiatan pengarang diluar karya sastra, karena setiap pengarang adalah warga masyarakat, ia dapat dipelajari sebagai makhluk sosial. Biografi pengarang adalah sumber utama, tetapi studi ini juga dapat meluas ke lingkungan tempat tinggal dan berasal. Dalam hal ini, informasi tentang latar belakang keluarga, atau posisi ekonomi pengarang akan memiliki peran dalam pengungkapan masalah sosiologi pengarang (Wellek dan Warren, 1990: 112)

2.      Sosiologi karya sastra yang memasalahkan karya sastra itu sendiri yang menjadi pokok penelaahannya atau apa yang tersirat dalam karya sastra dan apa yang menjadi tujuannya. Pendekatan yang umum dilakukan sosiologi ini mempelajari sastra sebagai dokumen sosial sebagai potret kenyataan sosial. (Wellek dan Warren, 1990: 122) Beranggapan dengan berdasarkan pada penelitian Thomas Warton (penyusun sejarah puisi Inggris yang pertama) bahwa sastra mempunyai kemampuan merekam ciri-ciri zamannya. Bagi Warton dan para pengikutnya sastra adalah gudang adat-istiadat, buku sumber sejarah peradaban.

3.      Sosiologi sastra yang memasalahkan pembaca dan dampak sosial karya sastra, pengarang dipengaruhi dan mempengaruhi masyarakat, seni tidak hanya meniru kehidupan, tetapi juga membentuknya. Banyak orang meniru gaya hidup tokoh-tokoh dunia rekaan dan diterapkan dalam kehidupannya.

Klasifikasi Wellek dan Warren sejalan dengan klasifikasi Ian Watt (dalam Damono, 1989 : 3-4) yang meliputi hal-hal berikut:
1.      Konteks Sosial Pengarang
Ada kaitannya dengan posisi sosial sastrawan dalam masyarakat, dan kaitannya dengan masyarakat, pembaca termasuk juga faktor-faktor sosial yang dapat mempengaruhi karya sastranya, yang terutama harus diteliti yang berkaitan dengan :
a.       Bagaimana pengarang mendapat mata pencahariannya, apakah ia mendapatkan dari pengayoman masyarakat secara langsung, atau pekerjaan yang lainnya;
b.       Profesionalisme dalam kepengaragannya; dan
c.       Masyarakat apa yang dituju oleh pengarang.

2.      Sastra Sebagai Cermin Masyarakat
Maksudnya seberapa jauh sastra dapat dianggap cermin keadaan masyarakat. Pengertian “cermin” dalam hal ini masih kabur, karena itu, banyak disalah tafsirkan dan disalah gunakan. Yang harus diperhatikan dalam klasifikasi sastra sebagai cermin masyarakat adalah:
a.       Sastra mungkin tidak dapat dikatakan mencerminkan masyarakat pada waktu ditulis, sebab banyak ciri-ciri masyarakat ditampilkan dalam karya itu sudah tidak berlaku lagi pada waktu ia ditulis;
b.      Sifat “lain dari yang lain” seorang pengarang sering mempengaruhi pemilihan dan penampilan fakta-fakta sosial dalam karyanya;
c.       Genre sastra sering merupakan sikap sosial suatu kelompok tertentu, dan bukan sikap sosial seluruh mayarakat;
d.      Sastra yang berusaha untuk menampilkan keadaan masyarakat secermat-cermatnya mungkin saja tidak dapat dipercaya sebagai cermin masyarakat.
e.       Sebaliknya, sastra yang sama sekali tidak dimaksudkan untuk menggambarkan masyarakat mungkin masih dapat digunakan sebagai bahan untuk mendapatkan informasi tentang masyarakat tertentu. Dengan demikian, pandangan sosial pengarang diperhitungkan jika peneliti karya sastra sebagai cermin masyarakat.

3.      Fungsi Sosial Sastra
Maksudnya seberapa jauh nilai sastra berkaitan dengan nilai-nilai sosial. Dalam hubungan ini ada tiga hal yang harus diperhatikan, yaitu sebagai berikut:
a.       Sudut pandang ekstrim kaum Romantik yang menganggap sastra sama derajatnya dengan karya pendeta atau nabi. Karena itu, sastra harus berfungsi sebagai pembaharu dan perombak;
b.      Sastra sebagai penghibur saja;
c.       Sastra harus mengajarkan sesuatu dengan cara menghibur.
      Menurut Ratna (2003: 332) ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan mengapa sastra memiliki kaitan erat dengan masyarakat dan dengan demikian harus diteliti dalam kaitannya dengan masyarakat, sebagai berikut:
1.      Karya sastra ditulis oleh pengarang, diceritakan oleh tukang cerita, disalin oleh penyalin, dan ketiganya adalah anggota masyarakat.
2.      Karya sastra hidup dalam masyarakat, menyerap aspek-aspek kehidupan yang terjadi dalam masyarakat yang pada gilirannya juga di fungsikan oleh masyarakat.
3.      Medium karya sastra baik lisan maupun tulisan dipinjam melalui kompetensi masyarakat yang dengan sendirinya telah mengandung masalah kemasyarakatan.
4.      Berbeda dengan ilmu pengetahuan, agama, adat-istiadat dan tradisi yang lain, dalam karya sastra terkandung estetik, etika, bahkan juga logika. Masyarakat jelas sangat berkepentigan terhadap ketiga aspek tersebut.
5.      Sama dengan masyarakat, karya sastra adalah hakikat intersubjektivitas, masyarakat menemukan citra dirinya dalam suatu karya.
      Berdasarkan uraian tersebut dapat dikatakan bahwa sosiologi sastra dapat meneliti melalui tiga perspektif. Pertama, perspektif teks sastra, artinya peneliti menganalisisnya sebagai sebuah refleksi kehidupan masyarakat dan sebaliknya. Kedua, persepektif biologis yaitu peneliti menganalisis dari sisi pengarang. Perspektif ini akan berhubungan dengan kehidupan pengarang dan latar kehidupan sosial, budayanya. Ketiga, perspektif reseptif, yaitu peneliti menganalisis penerimaan masyarakat terhadap teks sastra.
Tiga Sudut Pandang Perspektif
1.      Perspektif karya sastra, artinya peneliti menganalisi karya sastra sebagai sebuah refleksi kehidupan masyarakat dan sebaliknya.
2.      Perspektif pengarang yakni, peneliti menganalisis pengarang, persoalan-persoalan yang berhubungan dengan sejarah kehidupan pengarang dan latar belakang sosialnya yang bisa mempengaruhi pengarang dan isi karya sastranya.
3.      Perspektif pembaca, yakni penelitian menganalisis penerimaan masyarakat terhadap teks sastra dan pengaruh sosial karya sastra.

C.    Sinopsis Novel Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur
Novel karangan Muhidin M Dahlan ini berlatar tempat  di kota Jogjakarta yang merupakan sebuah kota yang terkenal dengan sebutan kota pelajar. Novel ini  merupakan sebuah kisah nyata yang mengisahkan seorang wanita bernama Nidah Kirani seorang mahasiswi S1 yang merupakan seorang aktivis sebuah organisasi islam. Mahasiswi ini merupakan sesosok wanita yang sholeha, yang selama hidupnya hanya dihabiskan untuk beribadah seperti sholat dan membaca al-quran, Kiran hampir melupakan kehidupan duniawinya.  Kiran awalnya tinggal di pondok Ki Ageng bersama seorang sahabatnya yang merupakan teman curhatnya. Kiran aktif dalam forum-forum di kampusnya yang membahas mengenai keislaman.  Dalam kegiatan aktifnya di forum-forum islam membuatnya mengenal dan ikut bergabung bersama suatu organisasi islam yang memperjuangkan agama islam di Indonesia. Tetapi tekadnya untuk memperdalam agama dengan mengikuti organisasi ini pupus, dia menemukan kejangalan-kejangalan di organisasi ini yang memperbolehkan melakukan segala cara dalam mengumpulkan dana seperti dengan cara menipu, mencuri, dan melacur. Kiran merasa sangat kecewa karena apa yang dipikirkannya selama ini tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga dia memutuskan untuk meninggalkan organisasi ini bersama 4 orang temannya, dengan rasa frustasi dan kekecewaan yang teramat besar terhadap organisasi ini dan Tuhannya Kiran merasa bimbang Kiran ingin berontak dan mundur karena dia mendapatkan tekanan yang sangat berat dari organisasi, lingkungannya, dan bahkan dalam dirinya sendiri.
Dan akhirnya Kiran merasa hidupnya tidak ditolong tuhannya dan Kiran melakukan hal-hal yang diluar pemikirannya, Kiran yang pada awalnya bercita-cita menjadi muslimah yang beragama secara kaffa kini pupus dan pada akhirnya kini menjadi seorang pelacur. Kiran yang awalnya seorang muslimah bejilbab lebar kini berubah menjadi sesosok wanita yang dapat memuaskan gairah para lelaki, dan berubah menjadi wanita jalang yang berkelana dari satu lelaki ke lelaki lain. Kiran menjual tubuhnya hampir ke setiap lelaki. “Aku hanya ingin Tuhan melihatku. Lihatlah aku Tuhan! Kan ku tuntaskan pembrontakanku pada-Mu!” kata-kata ini yang selalu dikatakanya setelah bercinta tanpa rasa penyesalan. Kiran merasa puas karena telah menelanjangi topeng-topeng kemunafikan dari lelaki yang selama ini selalu tampak terhormat didepan tetapi kenyataan dibelakannya tidak seperti itu. Dalam melakukan kegiatan maksiatnya ini Kiran dibantu oleh dosennya yang merupakan seorang germonya. Kiran merasa tubuhnya yang telah diciptakan oleh tuhannya itu yang dapat membuat lelaki bertekuk lutut atas kemolekan tubuhnya itu. Tetapi didalam kegiatannya ini Kiran juga masih mengikuti kegiatan mahasiswa islam yang cukup besar. Ini merupakan kisah Kiran dalam mencari jati dirinya dalam hidup dan merupakan pendekatan dirinya dengan Tuhannya yang akhirnya membuatnya salah langkah. 

D.    Analisis Novel Tuhan izinkan aku menjadi pelacur tinjauan sosiologi
Novel izinkan aku menjadi pelacur dari segi sosiologi menurut pendapat welek dan warren dibedakan menjadi tiga yaitu:
1.      Sosiologi pengarang
Dari hasil kajian mengenai biografi pengarang yaitu Muhidin M Dahlan lahir di Palu, Sulawesi Tengah, pada tahun 1978. Sempat beberapa waktu mengampuh ilmu di Teknik Bangunan Insitut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Jogjakarta dan Sejarah Peradaban Islam IAIN Kalijaga Jogjakarta. Kedua-duanya tak selesai. Mantan aktivis Pelajar Islam Indonesia (PII), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI-MPO), dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Muhidin M Dahlan menulis novel tersebut menurut kisah nyata yang menandakan pegarang telah melakukan observasi yang mendalam bahkan wawancara dengan pihak yang bersangkutan tidak lain adalah  temannya. Berhubung M Dahlan juga aktivis yang bergerak di dunia keagamaan sehingga gaya penulisannya pun terkesan nyata dan mendukung seseorang untuk percaya.  Dibesarkan di lingkungan masjid, menjadi takmir beberapa tahun. Sosiologi pengarang yang menjalani kehidupan di daerah Jogjakarta sehingga latar tempatpun menjadi sesuai dengan cerita. Kesehariannya yaitu selain terus membaca, menulis dan jalan juga bergiat di Indonesia Buku (iBUKU) Jakarta.
            Muhidin adalah “alumni” yang sangat membenci pancasila dan menganggap membom gereja adalah sebuah prestasi. Tapi ia berhasil memerdekakan diri dari belenggu indoktrinisasi semacam itu. Berbekal kesadaran dan pencerahan yang diperolehnya, ia  mulai melakukan otokritik.  Tujuan Muhidin M. Dahlan yaitu mendialog kembali apa-apa yang berlalu, yang dialami dan yang berada di hadapannya. Menurutnya terlalu naif  jika seseorang mengatakan dirinya merusak nilai-nilai agama. Adapun nilai-nilai yang diperjuangkan baginya yaitu ingin menilai dan mengadili diri sendiri secara jujur dan terbuka. Kegelisahan dan ketegangan diri sendiri yang mengambak-ngambk dalam pikirannya sehingga tulisannya menjadi cukup berani dalam pemilihan judul yang memukul dan mematikan. Bagi Muhidin judul adalah pemandunya menulis cerita.

2.      Sosiologi  Karya Sastra
Analisis novel Tuhan, Izinkan Aku Menjadi Pelacur dianalisis melalui  metode deskriptif kualitatif. Dengan teknis analisis isi yaitu mengungkap dan kemudian mendeskripsikan unsur ekstrinsiknya. Dalam karya sosiologi sastra tersebut berfokus pada kritik sosial yang terkandung dalam novel Tuhan,Izinkan Aku Menjadi Pelacur! karya Muhidin M Dahlan yang meliputi: Pertama, kritik sosial terhadap pemberontakan yang dilakukan Jemaah Daulah Islamiyah. Kedua, kritik sosial terhadap pilihan hidup menjadi pelacur. Ketiga, kritik sosial terhadap permasalahan gender. Keempat, kritik sosial terhadap pelanggaran norma-norma masyarakat. Kelima,kritik sosial tentang permasalahan dalam keluarga. Keenam, kritik sosial terhadap sikap tokoh agama.
Novel Tuhan, Izinkan Aku Menjadi Pelacur! karya Muhidin M Dahlan merupakan novel yang mengisahkan tentang kehidupan sosial masyarakat Yogyakarta. Adapun hasil analisis dari segi karya sastra berpihak pada kritik sosial pada masyarakat
a.       Pemerontakan yang dilakukan pada Jemaah Daulah Islamiah yaitu  saat Nidah Dirani memutuskan bersama teman-temannya yaitu winda, lilis dan meli untuk kabur dari kelompok tersebut setelah diskusi kecil yang mereka lakukan.

“ Paginya, satu persatu kami dengan mulut terkatup dan mata menatap tajam ke depan angkat kaki dari Pos. Sebuah pelarian yang sudah direncanakan secara matang.” ( Hal 92-94)  

b.      Pilihan hidup menjadi pelacur
Setelah keterpurukan yang dirasakan setelah mengikuti daulah tersebut  perasaan Nidah mulai goyah dan berfikir bahwa tuhan adalah penyebab dari masalah yang dihadapinya tersebut.
“ Dan sumpahpun kemudian kuikrarkan bahwa mulai saat ini dan entah sampai kapan aku tak sudi merebahkan dahiku di atas sajadah untuk salat sebagaimana dulu. Dulu bukan sekarang. Tidak.” ( Hal 103-104)

“ Pak Tomo, terima kasih atas uluran tanganmu. Jadilah kau germoku dan aku dengan suka cita menjadi pelacurmu. Pelacur yang menaklukan banyak sekali kaum. Dan jangan marah lelaki, bukankah gagasan penaklukan ini kalian juga mengajarkan-nya?” (Hal: 225)

c.       Permasalahan gender
“kurang apa aku dengan perempuan menikah : kepuasaan seks bisa kudapatkan dengan lelaki iseng setelah puas dia kutinggalkan. Kurang apa aku.


d.      Pelanggaran norma-norma masyarakat
-          Melakukan seks bebas (menjadi pelacur)
“Aku mulai menolak ajakan setiap lelaki yang ingin mengajakku bersetubuh gratis.” (Hal: 221)

-          Menggunakan obat-obatan terlarang  seperti narkoba
“ Hudan pliss. Aku butuh sekali. Tolong beri aku. Aku tak ahan begini terus. Aku butuh candu. Aku sakit dan tersiksa. Pliss . Tolong aku”. (Hal: 109-110)



e.       Permasalahan  dalam keluarga
-          “ Aku kasihan lihat ibu yang diperlakukan tak ubahnya seperti budak oleh putranya sendiri. Aku muak sekali dengan tabiat kakakku itu. Ia jadi perampok dalam keluarg sendiri. Bayangkan etalase untuk warung saja semuanya dia angkut seolah-olah miliknya sendiri. Semuanya kulihat habis dan ludes. Ironisnya lagi sewaktu aku beli minyak goreng ke warungnya. Aku disuruhnya membayarnya. Gila apa gak itu. Padahal aku sangat tahu bahwa modal dia buka warung sendiri dari warung ibu ( Hal: 227)


f.       Sifat tokoh agama yang ternyata munafik
Mas Dahiri: Mengajak ke suatu organisasi yang dianggap baik untuk nidah kirani ternyata organisasi tersebut tidak seperti yang dikatakannya. Kejadian tidak seperti dugaan.
“Kuulangi sekali agi padamu bahwa keislaman kita di Indonesia belum ada apa-apanya, belum murni. Kita masih pada fase Mekkah. Islam yang sah adalah Islam fase Madinah. Dan sekarang Islam Madinah itu belum juga ada dan masih dala taraf di-usaha-kan. Islam Madinah adalah Islam negara. Daulah. Keabsahan beragama dan tegaknya syariat tadi ditentukan oleh apakah kita memilki daulah atau tidak. Dan kami pnya rencana besar untuk mengusahakan berdirinya Daulah Islamiyah Indonesia.” (Hal: 39)




3.      Sosiologi dari segi pembaca
Karya Muhidin Dahlan mendapat beberapa kecaman dari masyarakat terutama dari kelompok Hizbut Tahrir. Dalam novel Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur salah seorang perwakilan dari kelompok tersebut menuduhnya marxis dengan kebencian kepada agama bahkan disumpahi masuk neraka dan murtad. Selain itu, pembaca yang berasal dari kalangan kampus tempat yang menjadi latar dari novel tersebut sempat mengkroyok bahkan dituduh sebagai tukang fitnah yang kejam. Ada juga seorang da’i agama terpelajar dan terkemuka menyebut novel ini sebagai novel sampahyang tak ayak baca.  Walaupun dmikian, ada juga  beberapa yang memuji karya dari Muhidin tersebut bahwa novel tersebut telah memulai suatu pengungkapan beberapa hal yang tak terungkap, menerobos tabu-tabu dimana banyak orang menghindarinya-dan yang lebih penting adalah membogkar kemunafikan dar sejumlah manusia yang tersembunyi di balik topeng-topeng perjuangan agama, ideology dan atas nama nilai-nilai kebajikan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MUH. RIDHO S

#TugasIndividu ANALISIS NOVEL RADEN MANDASIA SI PENCURI DAGING SAPI BERDASARKAN PENDEKATAN RESEPSI SASTRA Landasan Teori Secara d...