Sabtu, 10 Juni 2017

ASRIANI


#TugasIndividu

ANALISIS NOVEL MERAHNYA MERAH KARYA IWAN SIMATUPANG BERDASARKAN PENDEKATAN OBJEKTIF

IDENTITAS NOVEL
Judul           : Merahnya merah
Penulis        : Iwan Simatupang
Penerbit      : PT.Toko Gunung Agung
Cetakan      : XIV, 2002
Tebal           :163 hlm


SINOPSIS
Novel Merahnya merah karya Iwan Simatupang
Sebelum revolusi, dia calon rahib. Selama revolusi, dia komandan kompi. Dia akhir revolusi, dia algojo berdarah dingin. Sesudah revolusi, dia masuk rumah sakit jiwa! Setelah dinyatakan sehat, tokoh kita jadi gelandangan yang bukan sembarangan, lain dari yang lain. Yang juga berhasil merasakan bahagia, walau, “Tragikku adalah tragik dari sebelum tragik, tragic rangkap dua!” ucap tokoh kita. Di dunianya itu, dia bertemu Maria, calon jururawat yang gagal, bekas pembantu rumah tangga pada pastoran yang diperkosa dan jadi gelandangan. Lalu muncul tokoh lain di tengah-tengah percintaan tokoh kita & Maria, yaitu Fifi, 14 tahun, korban pemerkosaan oleh para gerombolan. Kemudian tumbuh cinta segitiga yang aneh dan revolusioner”!
Tetapi ke mana ketiga-tiganya, beturut-turut hilang, tidak kembali sungguh edan, sampai sibuk semua, sang Centeng, sang Bekas Bang Becak, para gelandangan seluruh kota, dokter tentara dan polisi, sampai Pangdam dan Pangdak! Hilang, tak kembali, apa sesungguhnya yang terjadi?
Analisis Novel Merahnya merah karya Iwan Simatupang berdasarkan Pendekatan Objektif
Pengertian Pendekatan Objektif
Pendekatan Objektif adalah pendekatan yang memfokuskan perhatian kepada karya sastra itu sendiri. Karya sastra dipandang sebagai sesuatu yang otnom, berdiri sendiri, bebas dari pengarang, realitas maupun pembaca (Teeuw,1984).
Dalam penerapannya pendekatan ini memahami karya sastra secara close reading. Atau mengkaji tanpa melihat pengarang dan hubungn dengan realitasnya. Analisis terfokus pada unsure intrinsic karya sastra. Dalam hal ini setiap unsure dianalisis dalam hubungannya dengan unsur yang lain.
Unsur Intrinsik
1.      Tema
Novel Merahnya merah karya Iwan simatupang bertemakan kehidupan orang-orang yang terpaksa kehidupan orang-orang yang terpaksa menjadi gelandangan setelah berakhirnya revolusi. Penyebab mereka menjadi gelandangan juga bermacam-macam. Mulai dari tokoh kita yang menjadi gelanadangan juga bermacam-macam, mulai dari tokoh kita yang menjadi gelandangan stelah keluar dari rumah sakit jiwa. Fifi dan Maria yang sebelumnya sempat diperkosa setelah itu melarikan diri ke kota dan akhirnya menjadi gelandangan karena tidak ada tempat bersandar lagi.

2.      Tokoh dan penokohan
Tokoh utama
a.       Tokoh tanpa nama
Adalah seorang gelandangan merupakan tokoh kita namun sebelum menjadi gelandangan ia adalah “orang besar”. Sebelum revolusi, dia calon rahib. Selama revolusi, dia komandan kompi. Di akhir revolusi, dia algojo pemancung kepala penghianat-penghianat tertangkap. Sesudah revolusi, dia masuk rumah sakit jiwa “ ( Simatupang, 2002:5). Tokoh kita ini memili watak yang baik dan harga diri yang cukup tinggi. Walaupun hanyalah seorang gelandangan dia tak pernah minta. Apalagi minta-minta. Rasa harga dirinya masih cukup tebal. Bila tak ada kenalannya antara penumpang-penumpang itu bekas anak buahnya, atau atasannya ketika revolusi bersenjata dulu” (Simatupang, 2002:6)
b.      Fifi
Adalah seorang anak kecil yang beranjak remaja, usianya 14 tahun. Fifi adalah remaja yang memiliki sifat baik, namun ia masih belum menyadari tentang bahayanya dunia yang ia jalani, dengan kata lain Fifi adalah perempuan yang masih polos. “karena tak punya apa-apa dia terpaksa cari nafkahnya dengan satu-satunya barang yang masih punya harga bagi orang lain. Yakni, kewanitaannya.  ( Simatupang, 2002:8 )
c.       Maria
Sedikit memilki kesamaan nasib dengan Fifi. Dia sempat diperkosa, namun ia tidak mengetahui siapa yang telah mengotorinya, Maria sedikit kasar dalam hal berbicar. “ Tolong dalam hal apa?” Bentak Maria ( Simatupang, 2002:10). Namun sebenarnya Maria adalah sosok yang baik hati dan dia juga seperti menjadi ibu bagi kaum gelandangan di sekitarnya yang memilki masalah. Dia membantu dalam hal apapun. “ Dia galak! Tingkah Fifi. Memang . Tapi ini hanya luarnya saja. Dialah ibu kami semua di sini, laki-laki maupun perempuan. Kalau ada apa-apa atau ada kesusahan kami, kami selalu datang padanya. Dia selalu sedia menolong. Kata-katanya selalu dapat mengobati susah kami” ( Simatupang, 2002:11)

Tokoh tambahan
d.      Pak Centeng
Adalah satu diantara manusia yang tinggal dijalanan yang biasanya dianggap sebagai gelandangan. Lain halnya ia dikalangan kaum gelandangan, ia menjadi orang terpandang dan yang paling ditakuti oleh sesama gelandangan lainnya. Pak Centeng ini berperawakan tubuh yang kekar, ia dianggap sebagai jagoan di kalangan kaum gelandangan.
e.       Bekas tukang becak
Bekas tukang becak ini, dianggap sebagai jagoan kedua setelah pak Centeng. Ia suka memancing emosi pak Centeng dengan berdebat sehingga mereka saling berdua hampir saja saling membunuh.
f.       Mantri juru rawat
Adalah perawat di poliklinik tentara, beliau merupakan tokoh yang suka menolong dan merawat ajudannya hingga sembuh


g.      Pak haji tua
Memilki karakter yang kerap memperbincangkan hal-hal yang dianggapnya tidak wajar atau hal-hal yang menggemparkan.
h.      Kaum gelandangan
Sebagai tokoh-tokoh pemenuh dalam cerita Merahnya merah. Hanya pada ketika pak Centeng mengumpulkan mereka untuk memusyawarahkan kehilangan ketiga tokoh utamadari cerita ini.
i.        Dokter
Sebagai tokoh yang bertugas mengobati pasien dan merupakan tokoh tambahan

3.      Latar
a.       Latar tempat
Di dalam cerita Merahnya merah ini yaitu di jalan raya saya mengutip “ dia hanya tahu, dimana dia yaitu di sepanjang jalan raya” ( Simatupang, 2002:5). Di stasiun, “ke pintu keluar stasiun, menghadap entah ada kenalannya diantara penumpang yang baru datang itu “ ( Simatupang, 2002:5). Di perkampungan gubuk-gubuk kecil yang sembunyi di balik belukar-belukar di tengah lapangan besar tak terurus di tengah lkota itu” ( Simatupang, 2002:7). Di alun-alun , “ Dia menganggung, tak mengerti. Oleh sebab dia tak kenal kota itu, dia suruh semulah dirinya diantar tukang becak yang kebetulan lewat ke alun-alun, tempatnya semula” (Simatupang, 2002:7). “Di poliklinik kesehatan tentara yang petugas kesehatan tentara yang kebetulan lewat peristiwa borok itu, berhenti, menyapanya, kemudia memakasanya ikut menumpang becak ke poliklinik terdekat” (Simatupang, 2002:35). Di kantor polisis, “suatu hari pak Centeng ke kantor polisi” (Simatupang, 2002:139). Di gereja, “dilihatnya gedung menjulang tinggi, sebuah gereja, bahkan katedral, dan didengarnya orgel dari dalam” (Simatupang, 2002:53). Dan di kuburan, diikuti inspektur dan dokter dari belakang, pelan-pelan menuju pintu keluar kuburan” (Simatupang, 2002: 159).
b.      Latar waktu
Latar waktu yang terdapat dalam cerita di novel ini adalah siang hari, “matahari menancap tinggi di langit ( Simatupang, 2002:5). Sore hari, “lepas tengah hari, dia meninggalkan polisis itu sesudah diberi makan terelebih dahulu” (Simatupang, 2002:8). Malam hari, “Dan lagi kakak kita itu sendiri tak pernah suka bermalam disini” (Simatupang, 2002:13). Menjelang dini hari, “menjelang dini hari Fifi terkejut bangun. Dia mendengar Maria menangis tertahan-tahan” (Simatupang, 2002:15). Subuh, “ayam berkokok dijauhan. Sebentar lagi, fajar menyembul”  (Simatupang 2002:160).
c.       Latar suasana
Latar suasana yang terdapat dalam novel Merahnya merah ini yaitu suasana menyedihkan dan menegangkan. Suasana menyedihkan terdapat pada kutipan, “Dia tegak. Langkah-langkahnya yang mulai lincah kembali-boroknya sudah sembuh betul- membawanya pergi begitu cepat. Bekas ajudannya tak sempat menahannya lagi. Pula, dia sendiri begitu teharu tubuh bekas komandannya itu dilihatnya makin kecil dikejauhan, dia sadar” (Simatupang, 2002:112). Dan suasana menengangkan dari novel ini pada kutipan “pak Centeng menyegir. Tidak! Penghinaan oleh kalimat panjang-panjang ini tak sudi ditanggurnya lebih lama lagi.Tarrrr! Pak Centeng jatuh tersungkur. Lobang mearah menganga di belakang kepalanya. Darah di amana-mana .Tapi ayunan goloknya sudah tak terhindar lagi. Dengan kilatan-kilatan sinar matahari tengah hari, dia menancap di batang leher Tokoh Kita” (Simatupang,2002,158).

4.      Alur
Novel Merahnya merah karya Iwan Simatupang menggunakan alur campuran, yakni berupa alur maju dan mundur. Alur ini diketahui dari rentetan-rentetan kalimat di dalam novel tersebut yakni “ sebelum revolusi, dia calon rahib. Selama revolusi, dia komandan kompi. Di akhir revolusi, dia algojo pemancung kepala pengkhianat-pengkhianat tertangkap. Sesudah revolusi, Dia masuk rumah sakit jiwa” (Simatupang, 2002:5).

5.      Gaya bahasa
Novel Merahnya merah karya Iwan Simatupang memilki gaya bahasa yang berbelit-belit dan cukup sulit untuk dipahami jika hanya sekali saja membacanya. Pada gaya bahasanya yaitu metafora. “Dia tak tahu. Adakah barangkali percakapannya tadi dengan bekas ajudannya telah diam-diam membangun suatu bumi lain baginya, di dalam dirinya”? (Simatupang, 2002:43).
6.      Sudut Pandang
Dalam novel Merahnya merah karya Iwan Simatupang pengarang sebagai sudut pandang orang ketiga ““ sebelum revolusi, dia calon rahib. Selama revolusi, dia komandan kompi. Di akhir revolusi, dia algojo pemancung kepala pengkhianat-pengkhianat tertangkap. Sesudah revolusi, Dia masuk rumah sakit jiwa” (Simatupang, 2002:5).

7.      Amanat
Amanat dari novel Merahnya merah ini adalah pembelajaran suatu sikap yang diambil haruslah mengarah pada proses perbaikan diri. Secara keseluruhan inti pembelajarannya adalah jika halnya kita tak terkutik pada takdir yang membuat kita kurang beruntung dalam menjalani sebagian hidup, bukan menjadi sebuah alasan untuk menyerah pada keadaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MUH. RIDHO S

#TugasIndividu ANALISIS NOVEL RADEN MANDASIA SI PENCURI DAGING SAPI BERDASARKAN PENDEKATAN RESEPSI SASTRA Landasan Teori Secara d...