#TugasIndividu
Analisi Novel Tere Liye "PULANG"
A.
Identitas novel
Judul
: Pulang
Penulis
: Tere Liye
Jumlah Halaman : iv + 400 halaman
Penerbit
: Republika Penerbit
Tahun
Terbit : Cetakan
VII, November 2015
B. Sinopsis novel
Novel ini menceritakan tentang
perjalanan pulang seorang bujang, pimpinan ribuan anggota keluarga dan puluhan perusahaan
yang tersebar di seluruh kawasan Asia Pasifik. Seorang samurai sejati. Yang
berhasil mencapai tujuannya, pulang.
Tidak mudah seorang bujang yang
biasa dikenal si Babi Hutan menjadikan dirinya sebagai orang yang kini paling
dihormati. Dua puluh tahun lamanya Bujang menjalani kehidupan menyesatkan,
berteman dengan maut, berjuang untuk pulang. Semua ini berawal ketika dia
berusia 15 tahun, datang seorang pemburu Babi Hutan dari kota untuk menjemput
bujang agar ikut dengannya memperbaiki kehidupan di kota provinsi. Tauke Besar,
pemburu Babi Hutan ternyata ia pemimpin shadow economy di kota provinsi.
Pengalaman pertama yang membuat rasa takut pada apapun hilang dari jiwa Bujang,
ketika Bujang berhasil melawan Babi Hutan yang begitu besar hingga kini Bujang
mendapat julukan si Babi Hutan.
Perjalanan hidup Bujang penuh dengan
suka duka, kebahagiaan dan penderitaan. Kebahagiaan berawal ketika kopong
berhasil membujuk Tauke Besar untuk mengijinkan bujang berlatih. Malam untuk
berlatih, siangnya untuk sekolah. Berbulan-bulan Bujang hanya berlatih berlari
bolak-balik sampai kakinya melepuh. Enam bulan kemudian barulah ia dilatih
tinju. Suatu hari Bujang berhasil mengalahkan kopong yang berarti Bujang
membutuhkan guru baru.
Seminggu kemudian, kopong membawakan
guru baru untuk Bujang. Guru Bushi namanya. Guru mengajarkan senjata
tajam-pedang. Bujang belajar melempar shuriken. Meskipun begitu, ia tidak
pernah ikut satupun pertempuran. Setelah lama tinggal bersama keluarga Tong,
akhirnya Bujang menyadari betapa mahalnya perebutan kekuasaan. Nyawa pun tidak
jarang menjadi korban. Setiap nama yang gugur akan diabadikan di dinding pualam
sebagai penghormatan. Satu tahun tinggal di kota, Bujang berhasil mendapatkan
ijazah persamaan SD dan SMP dengan nilai yang sempurna.
Kebahagiaan berikutnya, saat dirinya
resmi menjadi tukang pukul seperti bapak. Keberhasilan itu terjadi ketika
Bujang menemani Tauke Besar untuk menjadi pengawal dalam menyelesaikan suatu
masalah dan dia berhasil melindungi Tauke Besar dari serangan mendadak.
Selanjutnya ketika Bujang mendapat
guru baru, salonga namanya. Bujang belajar menembak. Tidak mudah untuk menjadi
seorang penembak jitu. Tidak terhitung berapa kali ia gagal dan
dibodoh-bodohkan oleh salonga. Namun ia tidak pernah putus asa. Lagi-lagi
Bujang mengalahkan gurunya. Setelah lama berlatih dan berusaha keras akhirnya
Bujang berhasil menembak Salonga lebih dulu. Dan itu berarti selesai sudah
berguru dengan Salonga. Sebelum akhirnya Salonga pergi, Bujang mendapat hadiah
pistol colt dari Salonga.
Bujang berhasil lulus dari
Universitas saat ia berumur 22 tahun. Namun, sebuah pernyataan bahwa
kebahagiaan dan kesedihan jaraknya hanya sebenang saja ternyata benar,
kebahagiaan itu hilang sekejap tak berbekas. Bujang mendapat surat dari bapak.
Surat duka yang memberitahukan bahwa mamak telah tiada. Hatinya bagai diiris
sembilu, menangis dalam senyap, terisak tanpa suara.
Kepergian mamak mengambil separuh
semangat hidupnya. Suatu hari bujang mendapat kabar bahwa Guru Bushi mengundang
Bujang ke Tokyo untuk menyelesaikan latihannya. Dengan perjanjian setelah
selesai Bujang harus kembali dan berangkat ke Amerika untuk melanjutkan
sekolahnya. Kabar itu cukup membuat Bujang mendapat semangatnya kembali.
Peristiwa yang sama terjadi ketika
Bujang berhasil menyelesaikan pendidikannya dan memperoleh gelar master.
Kepulangan Bujang disambut bahagia dan bangga oleh Tauke Besar. Tauke Besar
mengadakan jamuan makan malam untuk merayakan keberhasilan. Namun kabar duka
lagi-lagi menghampiri kebahagiaannya. Kabar duka datang dari bapak. Isi
suratnya memeberi tahu Bujang bahwasannya bapak telah tiada, bapak sudah pulang
ke pangkuan Tuhan. Sepuluh Tahun Bujang telah meninggalkan talang di rimba
Sumatra. Tidak pernah sekalipun ia pulang menjenguk mamak dan bapak.
Lagi-lagi kabar kematian bapak
menghilangkan semangat Bujang. Setiap kali Bujang mendapat adzan shubuh,
hatinya gelisah. Semakin lama fisiknya semakin lemah, Bujang sakit parah,
segera mendapatkan pertolongan dan berangsur sembuh. Semangatnya menjadi tukang
pukul kembali. Beberapa tahun kemudian, Bujang sedang melanglang buana kebanyak
tempat. Berkat Kopong yang dengan senang hati menceritakan apapun tentang bapak
dan mamak, Bujang semakin tahu masa lalu kedua orang tuanya.
Banyak peristiwa-peristiwa
menegangkan yang dialami Bujang seperti, saat kegiatan belajar dan mengajar
saja menjadi bahan olokan Basyir. Bujang semakin panas hingga suatu hari ia
memutuskan menemui Tauke dan memaksa berhenti belajar. Bujang ingin menjadi
tukang pukul seperti ayahnya. Meskipun keinginan itu ditolak mentah-mentah oleh
Tauke, Bujang tetap bersikeras. Akhirnya Tauke Besar yang mengalah dan membawa
Bujang untuk melaksanakan ritual Amok. Amok adalah perkelahian bebas keluarga
Tong untuk memilih Kepala tukang pukul. Bujang diberi waktu 20 menit untuk
bertahan dari amukan masa tapi dia hanya mampu bertahan 19 menit dikalahkan
oleh Basyir. Bujang gagal menjadi Kepala tukang pukul dan berarti ia harus
tetap sekolah.
Kedua, suatu hari sebelum keluarga
Tong pindah ke ibu kota, keluarga Tong mendapat serangan mendadak oleh kelompok
Arab dari pabrik tekstil. Tak ada satupun tukang pukul di rumah. Pertahanan
Tauke besar terkalahkan. Tauke besar kehabisan amunisi ketika menyerang mereka,
terdesak. Namun kesempatan itu digunakan Bujang untuk membuktikan bahwa ia
pantas menjadi tukang pukul dan peristiwa itu sekaligus pengalaman pertama
merasakan bagaimana rasanya membunuh.
Ketiga, sewaktu Bujang telah
berlatih tiba-tiba Tauke mengajaknya ke Hong Kong untuk menemui kepala keluarga
penguasa China daratan, Master Dragon, Shang namanya. Ketika Tauke sedang
menjelaskan masalah sebenarnya, tiba-tiba tukang pukul Shang menyerang Tauke
Besar. Bujang lah yang maju, dia sudah siap sejak awal. Bujang berhasil
mengalahkan mereka.
Peristiwa terakhir yang paling menegangkan
yaitu ketika pengkhianatan datang dari anggota keluarga Tong sendiri. Basyir
selama ini ternyata telah merencanakan serangan besar untuk merebut kekuasaan
keluarga Tong. Peristiwa ini berawal ketika Basyir bilang kepada Bujang bahwa
Tauke Besar yang sedang sakit-sakitan meminta bujang segera pulang. Sesampainya
di rumah, ternyata Tauke tidak sedang menunggu Bujang ataupun meminta ia segera
pulang. Tauke Besar bahkan tidak tahu kalau Bujang menyadari yang terjadi saat
ini bukan ancaman serangan, tapi ini adalah pengkhianatan. Langsung saja Bujang
memberitahukan Joni untuk segera menekan tombol darurat, mengaktifkan
pertahanan bangunan utama. Basyir berkhianat, dia sengaja membuang Bujang,
Perwez, dan Tauke berada dirumah.
Tidak butuh waktu lama setelah alarm
darurat berbunyi, tanda-tanda serangan mulai terdengar. Anggota Brigade Tong
berusaha menyerang terlebih dahulu sebelum Basyir tiba di markas. Prinsip
Bujang hanya satu, bertahan selama mungkin. Saat anggota Brigade Tong mulai
terdesak, tiba-tiba Basyir muncul dari balik dinding. Ternyata Basyir bekerja
sama dengan putra tertua keluarga Lin. Awalnya Basyir mampu mengalahkan Bujang,
menawarkan agar Bujang menyerah saja tapi Bujang tetap bersikeras sampai
akhirnya Basyir menyerang kembali dengan khanjar-nya. Serangan itu membuat
tubuh Bujang terpelanting mendarat di ranjang Tauke Besar. Saat itu juga Tauke
besar menekan tombol darurat terakhir. Lantai dibawah tempat tidur merekah,
ranjang pun meluncur. Itu jalur darurat yang disiapkan kopong. Hanya tauke
besar yang tahu. Sedetik kemudian lantai merapat kembali menyisakan Basyir yang
berteriak kalap.
Bujang, Tauke, dan Perwez melewati
lorong evakuasi yang tersambung di halaman sebuah rumah, itu adalah rumah
tuanku Imam, kakak tertua dari mamak Bujang. Beliau membawa rombongan ke
tempatnya. Tauke Besar gugur saat itu juga dan di kebumikan dengan nama alias.
Seperti yang sudah-sudah Bujang kembali terpuruk karena kematian. Kini ia tidak
punya siap-siapa lagi. Semenjak selama itu Bujang semakin benci dengan suara
Adzan, ia akan resah setiap ada adzan shubuh. Suatu ketika Tuanku Imam
melihatnya. Tuanku Imam mengajak Bujang ke sebuah menara tinggi melihat
pemandangan dari atas. Di tempat itulah Bujang mendapat jawaban dari
pertanyaannya selama ini. Tuanku imam banyak menjelaskan sesuatu membuat
semangat bujang kembali lagi dan segera menyusun serangan balik kepada Basyir.
Bujang mengumpulkan orang-orang yang masih setia kepadanya.
Rencana Bujang berjalan mulus sampai
hari yang sudah ditentukan. Perang berjalan menegangkan. Bujang kualahan karena
dia kalah jumlah dengan orang-orang yang mengabdi pada Basyir. Saat Bujang
mulai terdesak, Bujang merasakan tubuhnya bertransformasi. Dua khanjar milik
Basyir melesat, sekejap tubuh Bujang seperti menghilang. Basyir semakin geram.
Pasukan salonga yang sudah ditunggu-tunggu muncul dengan kekuatan penuh.
Meskipun Basyir tidak mau mengalah, dia tetap kalah. Saat itu juga pertarungan
selesai. Basyir dan Tuan Muda Lin dibiarkan pergi dengan aman. Keluarga Tong
menang.
Akhirnya, empat minggu setelah
perang Bujang memutuskan menjenguk pusara mamak dan bapak di Talang.
Mengunjungi bekas rumahnya. Bujang pulang, tapi tidak pulang ke pangkuan mamak,
bersimpuh. Bujang pulang kepada panggilan Tuhan. Panggilan Tuhan untuk hidup
kembali ke jalan-Nya.
Dua puluh tahun lamanya Bujang hidup
berteman kekerasan, jauh dari Tuhan tetapi, ia selalu menjalankan pesan mamak.
Tidak pernah sekalipun Bujang melanggar pesan mamak untuk tidak memakan daging
babi atau daging anjing bahkan tidak pernah setetes pun Bujang menyentuh tuak
dan segala minuman haram.
C. Analisis
novel
Berdasarkan
teori yang disampaikan oleh Sigmund Freud bahwa terdapat tiga jenis wilayah
pikiran yang mempengaruhi psikologis seseorang, yaitu id, ego dan super ego.
Dalam novel Pulang karya Tere Liye, peneliti akan menganalisis karakter
tokoh utama Pria yaitu tokoh Bujang.
Bujang,
putra dari Samad dan Midah.Dia tinggal bersama kedua orang tuanya di Bukit
Barisan, jauh dari perkotaan dan hidup dengan sederhana.Bujang tidak pernah
makan bangku sekolah.Meski demikian, Midah, mamak Bujang dengan penuh ketekunan
mengajarkan Bujang membaca dan menghitung. Tak lupa ia mengajari Bujang
mengaji, adzan, sholat, dan sebagainya. Namun, tiap kali Bujang diajar tentang
pelajaran agama, Bujang selalu dipukuli Samad, bapak Bujang.
Berikut data
yang menjelaskan Kepribadian si Bujang sebagai tokoh utama:
1
.Berdasarkan Id(terletak dibagian tak sadar) yang merupakan sumber energi
psikis.
NO
|
Bukti
Tekstual
|
Interpretasi
|
Hal
|
1
|
“Kalian
kira itu omong kosong? Gurauan? Tidak. Lihatlah wajahku, Lihat bola mataku.
Kalian tidak akan menemukan walau semili rasa takut itu.”
|
Dalam
kalimat yang diucapkan tokoh aku yakni Bujang. Dia mengira bahwa tidak ada
yang mempercayai dia sehingga dia berbicara dengan pembaca seolah-olah kita
melihat wujud dari dirinya secara langsung.
|
1
|
2
|
“Aku
menatap sejenak wajah lelah mamak, lantas mengangguk perlahan. Aku ingin
pergi. Aku ingin ikut Tauke Muda ke kota.”
|
Bujang
mengiyakan untuk pergi meninggalkan desa tanpa mempertimbangkan perasaan
ibunya, karena ia memang ingin keluar dari desa yang kecil yang dia rasa
tidak membawa kemajuan terhadap dirinya.
|
|
3
|
“ Aku
ingin menjadi seperti Bapakku dulu.”
|
Dia
berkeinginan untuk menjadi seperti ayahnya dulu, namun ia tidak mengetahui
apa sebenarnya pekerjaan yang dijalani ayahnya saat masih muda.
|
54
|
4
|
“Aku
mengangguk mengeluarkan pistol colt dari balik jas. ……, yang kubawa lebih
karena nostalgia, bukan untuk mempertahankan diri..”
|
Bujang
mengeluarkan pistol dengan mengingat hal yang sebelumnya pernah terjadi
dengan bernostalgia tentang masa lalu.
|
119
|
2 .
Ego(terletak di antara alam sadar dan tak sadar) yang bertugas sebagai penengah
yang mendamaikan tuntutan dan larangan super-ego
NO
|
Bukti
Tekstual
|
Interpretasi
|
Hal
|
1
|
“Sesungguhnya,
aku ingin memeluk Bapak. Tapi itu tak pernah kulakukan, dan Bapak juga tidak
pernah memelukku.”
|
Bujang
berkeinginan untuk memeluk Bapaknya karena mereka akan berpisah namun karena
dia berpikir bahwa Bapaknya pun tak pernah melakukannya maka dia pun
mengurungkan niatnya.
|
25
|
2
|
“Tidak ada
yang bilang begitu Tauke.. Menemui calon presiden itu adalah pekerjaan yang
Tauke berikan kepadaku, dan semua pekerjaan harus tuntas di keluarga ini…”
|
Dia sangat
menghargai Tauke Besar sehingga Bujang menuruti semua keinginan dan perintah
yang diberikan dengan senang hati.
|
59
|
3
|
“ Aku
ingin menunda percakapan ini. Dalam hidupku kematian orang terdekat selalu
membuatku lebih lemah.”
|
Bujang
tidak ingin membicarakan suatu hal yang dapat membuat dia semakin lemah dan
tak berdaya.
|
66
|
4
|
“ Jika hal
ini memang terpaksa dilakukan, pastikan kalian melakukannya dengan cepat…,
agar mereka tidak menderita.”
|
Bujang
menyuruh teman-temannya melakukan suatu hal dengan cepat agar mereka tidak
merasakan penderitaan yang cukup lama.
|
68
|
5
|
“Tidak
semua di dunia ini bisa dibeli dengan uang.”
|
Disini
menjelaskan bahwa ego dari bujang bekerja dengan mempertimbangkan segala
sesuatu hal yang sebenarnya tidak bisa dibeli dengan uang.
|
122
|
6
|
“Kau
baik-baik saja white?”
|
Bujang
mengawatirkan temannya
|
129
|
3.
Superego(terletak sebagian di bagian sadar dan sebagian lagi di bagian
taksadar) bertugas mengawasi dan menghalangi pemuasan
NO
|
Bukti
Tekstual
|
Interpretasi
|
Hal
|
1
|
“Kami ada
dimana-mana, Bapak calon presiden, jangan pernah main-main dengan kami.
Jangan ganggu kami, maka kami tidak akan menggangu Anda.”
|
Disini
Bujang memperlihatkan kekuasaan yang dimilikinya dengan mengancam korban,
yakni seorang yang mencalonkan diri sebagai presiden untuk tidak mengganggu
kelompok mereka jika ingin selamat.
|
34
|
2
|
“Zaman
sudah berubah Tauke, aku sudah mengurus keluarga lain. Kita sudah mengunci
banyak hal…., kekuatan mereka tidak sebanding dengan kita.”
|
Disini
Bujang tidak menginginkan untuk bercerita tentang masa lalu yang sudah ia
lupakan. Dia merasa berada diatas orang lain sehingga menangatakan bahwa
orang tersebut tidak sebanding dengan dia.
|
64
|
3
|
“Cepat
sekali seranganku ditengah kepul debu, tubuhku bergerak lincah…., Tidak ada
ampun, tidak ada keraguan dalam menebas musuh.”
|
Dia
merasakan bahwa dia mampu mengalahkan musuhnya dengan tanpa ampun dan tidak
ada keragu-raguan dalam dirinya.
|
153
|
4
|
“Aku
memeluk lutut. Tergugu. Air mataku mengalir membasahi pipi.”
|
Bujang
merasakan sakit yang sangat dalam ketika mendengar kabar bahwa Mamaknya sudah
meninggal, dengan memikirkan bahwa dia tidak menepati permintaan Mamaknya.
|
193
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar