#cerpen
CINTA
DALAM DIAM
Embun
mulai membasahi dedaunan, sayup-sayup mentari telah memancarkan sinar
hangatnya, dan kicauan burung yang seakan menyapa di pagi hari, membuat Maya
terbangun dari lelapnya malam yang telah di lalui. Masih terlihat rasa lelah di
pelupuk matanya yang indah. Maya adalah seorang gadis cantik, bermata indah dan
memiliki tutur kata yang lembut. Ia adalah sosok gadis yang berbeda. Kecantikan
yang ia miliki tidak diumbar kemana-mana, melainkan ia tutupi dengan untaian
jilbab syar’i yang menutupi keindahan tubuhnya.
Sudah
dua tahun lebih, Maya tinggal jauh dari orang tuanya. Ia adalah perempuan yang
berasal dari kampung. tetapi karena keinginnnya yang kuat untuk belajar di
kota, maka ia pun dikirim oleh orang tuanya untuk melanjutkan SMA di kota. Ia
tinggal di kota bersama neneknya.
Seperti
biasa, setiap pagi ia sudah bangun lebih awal untuk membantu neneknya
mengerjakan pekerjaan rumah. “Nek, hari ini masak bubur kacang ijo yaa”, pinta
Maya. Neneknya pun hanya tersenyum
mengangguk. Maya sangat menyukai bubur kacang hijau, karena setiap ia makan, ia
selalu teringat dengan ibunya yang berada dikampung.
Setelah
sarapan dan bersiap-siap, ia pun berangkat kesekolah dengan menggunakan motor.
Setiap hari ia menjemput sahabatnya yang tinggal tidak jauh dari rumahnya.
Kedua sahabat itu bagaikan sepasang sepatu yang tidak lengkap bila salah
satunya tidak ada. Itulah mereka, selalu bersama dan berbagi cerita satu sama
lain. Pip piiiiip, Maya pun membunyikan suara klakson motornya di depan rumah
Putri, sahabatnya. “iya iya tungguuu”, sahut Putri dari dalam rumah. Merekapun
berangkat kesekolah bersama-sama.
Di
depan sekolah, suasana masih teramat sepi dan terlintas di mata mereka satpam
yang sudah siap siaga berjaga di depan pagar. “Assalamu’alaikum pak”, sapa
mereka dengan senyuman lebar yang selalu mereka berikan kepada orang-orang yang
mereka temui di sepanjang jalan. “Wa’alaikumussalam, tumben kalian cepat
datang. biasanya kan kalian datang 10 menit sebelum pagar tertutup”, jawab Pak
Anto satpam sekolah mereka. “iya nih pak, Alhamdulillah Putri udah bisa
siap-siap lebih awal dari sebelumnya”, ledek Maya yang sudah jalan lebih
duluan. Putri pun mengejar Maya yang sudah masuk ke Musholla sekolah.
Setiap
pagi, sebelum masuk ke kelas masing-masing mereka selalu menyempatkan waktu
untuk sholat Dhuha terlebih dahulu, bertemu kangen dengan sahabat-sahabat
lainnya dalam 1 lingkup ke organisasian. Mereka adalah anggota Rohis disekolah,
dengan kata lain anggota dari organisasi keagamaan. Disitulah mereka selalu
berbagi cerita, berbagi kebahagiaan, dan
saling menasihati satu sama lain.
Awalnya,
Maya bergabung dengan organisasi itu cuma ingin menambah-nambah sedikit
pengetahuan agama dan juga untuk memenuhi syarat agar bisa masuk menjadi
anggota OSIS. Tetapi, dengan selalu mengikuti kajian-kajian agama yang
intensif, ia pun berubah total menjadi sosok perempuan yang senantiasa menjaga
pergaulan dengan laki-laki, yang awalnya selalu menunda-nunda sholat berubah
menjadi yang paling pertama ke Musholla ketika adzan berkumandang, yang awalnya
buka pasang buka pasang jilbab menjadi perempuan yang yang berjilbab hingga
menutupi lutut kaki, dengan kata lain jilbab syar’i. Yang awalnya menganggap
bahwa pacaran menyenangkan, berubah menjadi seseorang yang sangat risih dan
sedih ketika melihat orang berpacaran, apalagi sampai melebihi batas. Itulah
kehendak Allah, ketika Hidayah datang maka siapapun bisa berubah atas
kehendak-Nya. Itulah yang telah dirasakan oleh Maya.
Seketika,
bel sekolah pun berbunyi. Maya dan teman-temannya keluar dari Musholla menuju
kelas masing-masing. Dari kejauhan, sekumpulan perempuan dengan untaian jilbab
yang sesekali diterpa angin kelihatan begitu sejuk dipandang mata, begitu
menentramkan hati, dan seolah-olah pandangan tak ingin lepas dari derap langkah
kaki mereka. “May, istirahat nanti ketemu di kantin ya” ujar salah satu teman
Maya. “Oke, sip”, jawab Maya singkat.
Bel
istirahat berbunyi, Maya pun pergi menemui Putri sahabatnya untuk diajak ke
kantin. Ketika ia melintasi sebuah kelas, tak sengaja pandangannya terarah
kepada sosok laki-laki yang sedang duduk menyendiri di sudut kelas, entah apa
yang ia lakukan. Langkah demi langkah, wanita ini menjadi penasaran, dan
akhirnya ia melihat laki-laki tersebut dengan memegang Al-Qur’an dan ternyata
sedang memuroja’ah (mengulang-ulang) hapalan Al-Qur’an. Terbesit di hati Maya
untuk berhenti sejenak dan memperhatikannya, tetapi ia sadar bahwa itu tidak
pantas ia lakukan. Ia pun meneruskan langkah kakinya menuju kelas Putri, dan
mengajak sahabatnya itu untuk makan di kantin.
Setelah
semua pelajaran selesai, Maya dan Putri pun pulang. Di perjalanan, Maya kembali
teringat dengan laki-laki itu. Tetapi ia dikejutkan dengan suara Putri yang
menepuk pundaknya. “eh, ia Put kenapa?” tanya Maya. “kamu melamun yaa, tuh
rumahku udah kelewat” ujar Putri. “oh iya, sorry ya”. Maya pun memutar kembali
motornya, dan mengantar Putri sampai ke depan rumahnya. “oke, makasih”, ucap
Putri. Dengan senyuman manis, Mayapun pulang ke rumah.
Di
penghujung malam, angin mulai berhembus sepoi-sepoi dan menerbangkan
satu-persatu gorden jendela kamar Maya. Sepertinya hujan akan turun, Maya pun
berdiri di dekat jendela hendak menutupnya. Tiba-tiba, ia mengurungkan niatnya,
ia tetap membuka jendela dan menatap bintang yang hampir satu-persatu hilang
ditutupi awan gelap. Gerimis pun mulai turun, entah kenapa Maya kembali
teringat dengan laki-laki yang ia lihat di sekolah tadi. Ia bertanya-tanya
dalam hati dengan penuh keheranan, ia bingung kenapa laki-laki itu selalu
terlintas di fikirannya. “Astagfirullah, kau kenapa Maya ? ini salah, ini
salah” gerutu Maya dalam hati. Ia pun
berbaring di tempat tidur, hingga suasana menjadi sunyi dan tak terasa ia pun
terlelap dan tenggelam dalam mimpi.
***
Suara
murottal dari Masjid mulai terdengar, menandakan adzan sebentar lagi
berkumandang. Suasana sejuk di pagi hari, membuat Maya terbangun. Ia pun
bergegas mengambil air wudhu yang segar menyapu wajahnya dan segera
melaksanakan kewajibannya.
Mentari
pun telah memancarkan cahayanya sedikit demi sedikit. Dan membuat Maya bergegas
untuk menjemput Putri. Tak seperti biasanya, Putri yang biasa sudah duduk di
teras rumah menunggu Maya, tidak kelihatan sama sekali. Ibu Putri pun keluar
membawa sebuah surat yang ingin dititipkan kepada Maya, dan ternyata hari itu
Putri sedang sakit. Maya pun serasa tidak bersemangat untuk mempercepat
kendaraannya. Di depan sekolah, tanpa sadar Maya disambar oleh pengendara yang
lain. Maya pun terjatuh bersama dengan motornya. Tiba-tiba, seorang laki-laki mengangkat motor
Maya dan membantu Maya untuk bangun dari tempat ia jatuh tanpa menyentuhnya sama sekali, melainkan ia
mengulurkan jacket nya agar ia bisa menarik Maya yang hampir jatuh ke dalam
got. Ketika Maya berbalik, ternyata orang yang membantunya adalah orang yang
sama yang ia lihat kemarin. Seketika itu Maya menjadi salah tingkah, jantungnya
berdegup kencang dan dia pun bungkam tak mampu berkata-kata. “Alif, nama saya
Alif”, seketika laki-laki itu bicara memecah keheningan yang sempat membuat
keduanya terdiam tak berkata-kata. “ii iya, syukron bantuannya”, ujar Maya.
Alif hanya mengangguk dan tersenyum kecil, lalu berlalu meninggalkan Maya yang
masih syok karena terjatuh.
Sejak
saat itu, Maya mulai diam-diam memperhatikan Alif. Alif adalah siswa yang juga
dikenal pendiam dan kurang bergaul dengan teman perempuannya. Setelah kejadian
itu, Maya mulai kagum dengan sosok Alif. Mulai dari kebiasaanya yang akrab
dengan Al-Qur’an, sampai ketika ia menolong Maya tanpa menyentuh tangannya
sedikit pun.
Hari
demi haripun berlalu, dan rasa kagum yang Maya rasakan pun semakin bertambah
dan berubah menjadi rasa suka. Maya pun mulai gelisah dan bertanya-tanya
tentang perasaan yang ia miliki. “apa ini? Perasaan apa ini? Mengapa aku selalu
memikirkannya? Apakah ini salah?”, satu per satu pertanyaan pun bermunculan di
kepala Maya. Ia merasa bahwa perasaannya itu salah. Iya pun berusaha melupakan
Alif dengan melakukan berbagai aktivitas yang menyibukkannya, terutama
aktivitasnya dalam kegiatan Rohis. Yang niat awalnya ingin melupakan Alif
dengan aktif pada kegiatan Rohis, malah tambah membuat Maya semakin tidak bisa
menghindar dengan perasaan itu, karena anggota rohis bagian perempuan akan
melaksanakan kegiatan keagamaan dan berkerja sama dengan anggota Rohis
laki-lakinya. Maya pun tidak bisa membendung lagi perasaannya. Ia selalu gugup
dan tidak bisa berkata-kata ketika bertemu dengan Alif. Di sisi lain Alif
sangat cuek dengan teman perempuannya. walaupun hanya sekedar ditanya tentang
pelajaran, ia hanya membahas atau berbicara seadanya saja. Melihat semua itu,
Maya merasa takut dengan cinta yang ia rasakan, ia takut bahwa suatu saat nanti
cintanya akan bertepuk sebelah tangan.
***
Tidak
terasa Ujian Nasional tinggal beberapa pekan, Maya pun disibukkan dengan
persiapan UN. “tinggal beberapa pekan, dan semuanya akan berlalu. Apakah saya
harus menyatakan perasaan ini?” fikir Maya yang fikirannya bercampur aduk
antara UN dan perasaan yang ia pendam. Selama ini, dia tidak berani untuk
menatap Alif yang biasanya berpapasan dengannya. Dia hanya bisa memikirkannya
dalam diam, melihatnya dari kejauhan, dan menganguminya dalam dalam diam
pula. Ia pun menulis secarik kertas dan
menumpahkan semua perasaannya dengan goresan pena yang tidak berhenti untuk
mewakili setiap kata yang ingin ia ungkapkan selama ini. Ia berniat untuk
memberikan surat tersebut kepada Alif pada saat acara perpisahan sekolah nanti.
UN
pun berlalu tanpa disadari. Sekolah Maya akan mengadakan acara perpisahan, yang
sudah lama ditunggu-tunggunya. Dengan perasaan gugup, bercampur bahagia, ia pun
memberanikan dirinya untuk menyimpan surat yang berisi rintihan hatinya di meja
Alif, yang tidak lama lagi akan datang dari perpustakaan. Langkah demi langkah,
Alif pun masuk ke dalam kelas dan menemukan secarik kertas yang terlipat di
atas mejanya. Ia pun heran dan membuka surat tersebut. Tanpa diketahui,
ternyata Maya masih berada disana dengan diam-diam melihat ekspresi wajah Alif
yang tengah membaca surat itu. Alif pun dengan wajah yang cuek melipat kembali
kertas itu dan memasukkannya ke dalam saku celananya, kemudian ia berlalu
meninggalkan ruangan tersebut. Maya pun dengan perasaan yang sedih kembali
kerumah. Hatinya bagai teriris-iris karena mengetahui bahwa orang yang ia sukai
tidak pernah memiliki perasaan yang sama dengannya. Kecewa, kecewa yang ia
rasakan.
Hari
demi haripun berlalu, Maya yang sudah tumbuh dewasa dan melanjutkan sekolahnya
di Universitas Hasanuddin Makassar, ternyata masih menyimpan perasaan yang sama
terhadap sosok pria yang pernah membantunya. Ia selalu berharap bahwa suatu
saat nanti laki-laki itu akan datang dan mengajakknya ke jenjang hubungan yang
halal. Tidak lama kemudian, ia mendapat kabar dari sahabatnya Putri bahwa Alif
teman SMA mereka akan melakukan walimah (pernikahan). Seketika, Maya pun syok
tak mampu berkata-kata. Untuk kedua kalinya Hatinya hancur, perasaannya
dipenuhi dengan rasa kecewa. Bagaikan daun yang jatuh terhempas, hancur
terpijak gilasan ban mobil. Maya pun berjalan menyusuri kampus dan sampai ke
jalan raya. Tak peduli riuh lalu lalang kendaraan yang melaju. Ada kehampaan
dalam setiap tarikan nafasnya. Entah apa yang difikikan Maya saat itu.
Selama
beberapa hari, Maya tidak muncul di kampus dan selalu mengurung diri di dalam
kamar. Seketika terlintas difikirannya, “tidak, aku tidak boleh seperti ini,
ini salah, ini sudah melewati batas. Karena perasaan ini aku sudah terlena dan
merasa sudah sangat jauh dari Allah. Aku akan berusaha melupakannya, aku tau
suatu saat nanti akan ada yang lebih baik dari dia”.
Maya
pun kembali melakukan aktivitasnya di kampus. Sekarang ia sangat berubah yang
awalnya diam, menjadi sangat aktif dan ceria dalam kampus. Lambat laun
peristiwa itupun mulai ia lupakan. Ia sangat rindu dengan sahabatnya Putri. Ia
pun mengatur perjanjian dengan sahabatnya itu untuk makan siang dan mencuci
mata di Mall Ratu Indah. Gelak tawapun mereka lalui, senyuman penuh kebahagiaan
terpancar dari wajah Maya. Setelah letih mengelilingi mall tersebut, merekapun
berniat untuk kembali ke rumah. Seketika, suara yang tidak asing ia dengar dari
arah belakang mereka. Suara yang tiga tahu lalu selalu membuat hatinya
deg-degan ketika mendengarnya. Tidak salah lagi, itu suara Alif. Maya menengok
ke belakang dan melihat Alif yang sedang berbincang dengan seorang perempuan
yang umurnya hampir sama dengannya. Ia pun kembali teringat, goresan luka yang
masih ada dalam hatinya membuat ia ingin meninggalkan tempat itu sejuh mungkin.
Tanpa berkata apa-apa ia pun pergi meninggalkan sahabatnya yang keheranan
melihat tingkah Maya.
Keesokan
harinya, Putri pergi menemui Maya yang masih sibuk berinteraksi dengan tugas
kuliahnya di dalam kamar. “ May, ada surat nih buat loe”, Putri mengulurkan
secarik kertas berwana. Dengan penuh keheranan, Maya bertanya “ini surat dari
siapa?”. “Alif” ujar Maya sambil memakan cemilan yang tersedia di atas meja.
Maya langsung kaget dan membuka surat tersebut.
May, kamu pasti bingung
mengapa aku memberimu surat secara tiba-tiba. Maafkan aku yang selalu menutupi
perasaanku di depanmu. Aku gugup, aku malu ketika berpapasan denganmu.
Sebenarnya aku memiliki perasaan yang sudah lama aku pendam. Sejak pertemuan
kita yang pertama saat kau jatuh dari motor, aku selalu memikirkan mu tak tau
kenapa, dan akhirnya aku mengerti bahwa itu adalah perasaan cinta yang tak
mampu aku ungkapkan. Aku selalu menutupi perasaan ini dari semua orang. setelah
melihat surat yang kau berikan dulu, aku sangat senang dan selalu menyimpan
surat itu sampai sekarang. Aku bahagia karena cintaku tak bertepuk sebelah
tangan. Mulai saat itu aku pun mulai mencari-cari informasi tentangmu, kamu kuliah
dimana, sudah menikah atau belum, bagaimana kabarmu, semua pertanyaan itu
selalu terlintas dalam fikiranku. Selama di SMA aku selalu memperhatikanmu
diam-diam, maaf. Dan tak kusangka, aku bisa melihatmu kemarin bersama Putri di
Mall Ratu Indah. Aku berfikir inilah waktu yang tepat untuk mengungkapkan
perasaanku padamu. Aku pun berniat untuk mengajakmu ke jenjang yang halal jika
hatimu berkehendak........
With
love
Alif
Seketika, air
mata Maya pun menetes. Sedih, heran bercampur bahagia. Ia senang bahwa orang
yang ia sukai selama ini, yang selalu membuat dirinya gelisah ternyata memiliki
perasaan yang sama terhadapnya. Tetapi disisi lain, ia bingung dengan pernikahan
Alif yang pernah ia dengar dari sahabatnya. Putri pun menjelaskan bahwa orang
yang pernah dikabarkan menikah adalah Alif
kakak kelas mereka dulu, bukan Alif yang selama ini Maya suka. Maya pun
terharu mendengar semua itu, ia tidak menyangka bahwa cintanya akan
terbalaskan. Sama-sama memendam perasaan, Saling memperhatikan dalam diam,
tetapi tak bertegur sapa. Tidak bertemu secara fisik, tetapi bertemu dalam
setiap doa-doa yang mereka panjatkan.
Itulah
cinta dalam diam. tak perlu diungkapkan dengan kata-kata, cukup menyimpannya
dalam hati dan meminta kepada yang kuasa.
Ketika mencintai dan mengagumi adalah fitrah sebagai insan manusia,
cukuplah engkau mengagumi dalam diam. Biarkan perasaanmu terpendam, cukuplah
doa yang menjadi penawar rindu hingga tiba penantianmu di batas waktu. Jadikan
cintamu bagaikan cinta Ali dan Fathimah, dipertemukan dalam Iman dan di
persatukan dalam ikatan suci..........
Tidak ada komentar:
Posting Komentar