Kamis, 08 Juni 2017

HASRAH SELPIYANI RAHAYU


#cerpen

CINTA DALAM DIAM
 

Embun mulai membasahi dedaunan, sayup-sayup mentari telah memancarkan sinar hangatnya, dan kicauan burung yang seakan menyapa di pagi hari, membuat Maya terbangun dari lelapnya malam yang telah di lalui. Masih terlihat rasa lelah di pelupuk matanya yang indah. Maya adalah seorang gadis cantik, bermata indah dan memiliki tutur kata yang lembut. Ia adalah sosok gadis yang berbeda. Kecantikan yang ia miliki tidak diumbar kemana-mana, melainkan ia tutupi dengan untaian jilbab syar’i yang menutupi keindahan tubuhnya.
Sudah dua tahun lebih, Maya tinggal jauh dari orang tuanya. Ia adalah perempuan yang berasal dari kampung. tetapi karena keinginnnya yang kuat untuk belajar di kota, maka ia pun dikirim oleh orang tuanya untuk melanjutkan SMA di kota. Ia tinggal di kota bersama neneknya.
Seperti biasa, setiap pagi ia sudah bangun lebih awal untuk membantu neneknya mengerjakan pekerjaan rumah. “Nek, hari ini masak bubur kacang ijo yaa”, pinta Maya. Neneknya pun  hanya tersenyum mengangguk. Maya sangat menyukai bubur kacang hijau, karena setiap ia makan, ia selalu teringat dengan ibunya yang berada dikampung.
Setelah sarapan dan bersiap-siap, ia pun berangkat kesekolah dengan menggunakan motor. Setiap hari ia menjemput sahabatnya yang tinggal tidak jauh dari rumahnya. Kedua sahabat itu bagaikan sepasang sepatu yang tidak lengkap bila salah satunya tidak ada. Itulah mereka, selalu bersama dan berbagi cerita satu sama lain. Pip piiiiip, Maya pun membunyikan suara klakson motornya di depan rumah Putri, sahabatnya. “iya iya tungguuu”, sahut Putri dari dalam rumah. Merekapun berangkat kesekolah bersama-sama.
Di depan sekolah, suasana masih teramat sepi dan terlintas di mata mereka satpam yang sudah siap siaga berjaga di depan pagar. “Assalamu’alaikum pak”, sapa mereka dengan senyuman lebar yang selalu mereka berikan kepada orang-orang yang mereka temui di sepanjang jalan. “Wa’alaikumussalam, tumben kalian cepat datang. biasanya kan kalian datang 10 menit sebelum pagar tertutup”, jawab Pak Anto satpam sekolah mereka. “iya nih pak, Alhamdulillah Putri udah bisa siap-siap lebih awal dari sebelumnya”, ledek Maya yang sudah jalan lebih duluan. Putri pun mengejar Maya yang sudah masuk ke Musholla sekolah.
Setiap pagi, sebelum masuk ke kelas masing-masing mereka selalu menyempatkan waktu untuk sholat Dhuha terlebih dahulu, bertemu kangen dengan sahabat-sahabat lainnya dalam 1 lingkup ke organisasian. Mereka adalah anggota Rohis disekolah, dengan kata lain anggota dari organisasi keagamaan. Disitulah mereka selalu berbagi cerita, berbagi kebahagiaan, dan   saling menasihati satu sama lain.
Awalnya, Maya bergabung dengan organisasi itu cuma ingin menambah-nambah sedikit pengetahuan agama dan juga untuk memenuhi syarat agar bisa masuk menjadi anggota OSIS. Tetapi, dengan selalu mengikuti kajian-kajian agama yang intensif, ia pun berubah total menjadi sosok perempuan yang senantiasa menjaga pergaulan dengan laki-laki, yang awalnya selalu menunda-nunda sholat berubah menjadi yang paling pertama ke Musholla ketika adzan berkumandang, yang awalnya buka pasang buka pasang jilbab menjadi perempuan yang yang berjilbab hingga menutupi lutut kaki, dengan kata lain jilbab syar’i. Yang awalnya menganggap bahwa pacaran menyenangkan, berubah menjadi seseorang yang sangat risih dan sedih ketika melihat orang berpacaran, apalagi sampai melebihi batas. Itulah kehendak Allah, ketika Hidayah datang maka siapapun bisa berubah atas kehendak-Nya. Itulah yang telah dirasakan oleh Maya.  
Seketika, bel sekolah pun berbunyi. Maya dan teman-temannya keluar dari Musholla menuju kelas masing-masing. Dari kejauhan, sekumpulan perempuan dengan untaian jilbab yang sesekali diterpa angin kelihatan begitu sejuk dipandang mata, begitu menentramkan hati, dan seolah-olah pandangan tak ingin lepas dari derap langkah kaki mereka. “May, istirahat nanti ketemu di kantin ya” ujar salah satu teman Maya. “Oke, sip”, jawab Maya singkat.
Bel istirahat berbunyi, Maya pun pergi menemui Putri sahabatnya untuk diajak ke kantin. Ketika ia melintasi sebuah kelas, tak sengaja pandangannya terarah kepada sosok laki-laki yang sedang duduk menyendiri di sudut kelas, entah apa yang ia lakukan. Langkah demi langkah, wanita ini menjadi penasaran, dan akhirnya ia melihat laki-laki tersebut dengan memegang Al-Qur’an dan ternyata sedang memuroja’ah (mengulang-ulang) hapalan Al-Qur’an. Terbesit di hati Maya untuk berhenti sejenak dan memperhatikannya, tetapi ia sadar bahwa itu tidak pantas ia lakukan. Ia pun meneruskan langkah kakinya menuju kelas Putri, dan mengajak sahabatnya itu untuk makan di kantin.
Setelah semua pelajaran selesai, Maya dan Putri pun pulang. Di perjalanan, Maya kembali teringat dengan laki-laki itu. Tetapi ia dikejutkan dengan suara Putri yang menepuk pundaknya. “eh, ia Put kenapa?” tanya Maya. “kamu melamun yaa, tuh rumahku udah kelewat” ujar Putri. “oh iya, sorry ya”. Maya pun memutar kembali motornya, dan mengantar Putri sampai ke depan rumahnya. “oke, makasih”, ucap Putri. Dengan senyuman manis, Mayapun pulang ke rumah.
Di penghujung malam, angin mulai berhembus sepoi-sepoi dan menerbangkan satu-persatu gorden jendela kamar Maya. Sepertinya hujan akan turun, Maya pun berdiri di dekat jendela hendak menutupnya. Tiba-tiba, ia mengurungkan niatnya, ia tetap membuka jendela dan menatap bintang yang hampir satu-persatu hilang ditutupi awan gelap. Gerimis pun mulai turun, entah kenapa Maya kembali teringat dengan laki-laki yang ia lihat di sekolah tadi. Ia bertanya-tanya dalam hati dengan penuh keheranan, ia bingung kenapa laki-laki itu selalu terlintas di fikirannya. “Astagfirullah, kau kenapa Maya ? ini salah, ini salah”  gerutu Maya dalam hati. Ia pun berbaring di tempat tidur, hingga suasana menjadi sunyi dan tak terasa ia pun terlelap dan tenggelam dalam mimpi.

***
Suara murottal dari Masjid mulai terdengar, menandakan adzan sebentar lagi berkumandang. Suasana sejuk di pagi hari, membuat Maya terbangun. Ia pun bergegas mengambil air wudhu yang segar menyapu wajahnya dan segera melaksanakan kewajibannya.
Mentari pun telah memancarkan cahayanya sedikit demi sedikit. Dan membuat Maya bergegas untuk menjemput Putri. Tak seperti biasanya, Putri yang biasa sudah duduk di teras rumah menunggu Maya, tidak kelihatan sama sekali. Ibu Putri pun keluar membawa sebuah surat yang ingin dititipkan kepada Maya, dan ternyata hari itu Putri sedang sakit. Maya pun serasa tidak bersemangat untuk mempercepat kendaraannya. Di depan sekolah, tanpa sadar Maya disambar oleh pengendara yang lain. Maya pun terjatuh bersama dengan motornya.  Tiba-tiba, seorang laki-laki mengangkat motor Maya dan membantu Maya untuk bangun dari tempat ia jatuh  tanpa menyentuhnya sama sekali, melainkan ia mengulurkan jacket nya agar ia bisa menarik Maya yang hampir jatuh ke dalam got. Ketika Maya berbalik, ternyata orang yang membantunya adalah orang yang sama yang ia lihat kemarin. Seketika itu Maya menjadi salah tingkah, jantungnya berdegup kencang dan dia pun bungkam tak mampu berkata-kata. “Alif, nama saya Alif”, seketika laki-laki itu bicara memecah keheningan yang sempat membuat keduanya terdiam tak berkata-kata. “ii iya, syukron bantuannya”, ujar Maya. Alif hanya mengangguk dan tersenyum kecil, lalu berlalu meninggalkan Maya yang masih syok karena terjatuh.
Sejak saat itu, Maya mulai diam-diam memperhatikan Alif. Alif adalah siswa yang juga dikenal pendiam dan kurang bergaul dengan teman perempuannya. Setelah kejadian itu, Maya mulai kagum dengan sosok Alif. Mulai dari kebiasaanya yang akrab dengan Al-Qur’an, sampai ketika ia menolong Maya tanpa menyentuh tangannya sedikit pun.
Hari demi haripun berlalu, dan rasa kagum yang Maya rasakan pun semakin bertambah dan berubah menjadi rasa suka. Maya pun mulai gelisah dan bertanya-tanya tentang perasaan yang ia miliki. “apa ini? Perasaan apa ini? Mengapa aku selalu memikirkannya? Apakah ini salah?”, satu per satu pertanyaan pun bermunculan di kepala Maya. Ia merasa bahwa perasaannya itu salah. Iya pun berusaha melupakan Alif dengan melakukan berbagai aktivitas yang menyibukkannya, terutama aktivitasnya dalam kegiatan Rohis. Yang niat awalnya ingin melupakan Alif dengan aktif pada kegiatan Rohis, malah tambah membuat Maya semakin tidak bisa menghindar dengan perasaan itu, karena anggota rohis bagian perempuan akan melaksanakan kegiatan keagamaan dan berkerja sama dengan anggota Rohis laki-lakinya. Maya pun tidak bisa membendung lagi perasaannya. Ia selalu gugup dan tidak bisa berkata-kata ketika bertemu dengan Alif. Di sisi lain Alif sangat cuek dengan teman perempuannya. walaupun hanya sekedar ditanya tentang pelajaran, ia hanya membahas atau berbicara seadanya saja. Melihat semua itu, Maya merasa takut dengan cinta yang ia rasakan, ia takut bahwa suatu saat nanti cintanya akan bertepuk sebelah tangan.
***
Tidak terasa Ujian Nasional tinggal beberapa pekan, Maya pun disibukkan dengan persiapan UN. “tinggal beberapa pekan, dan semuanya akan berlalu. Apakah saya harus menyatakan perasaan ini?” fikir Maya yang fikirannya bercampur aduk antara UN dan perasaan yang ia pendam. Selama ini, dia tidak berani untuk menatap Alif yang biasanya berpapasan dengannya. Dia hanya bisa memikirkannya dalam diam, melihatnya dari kejauhan, dan menganguminya dalam dalam diam pula.  Ia pun menulis secarik kertas dan menumpahkan semua perasaannya dengan goresan pena yang tidak berhenti untuk mewakili setiap kata yang ingin ia ungkapkan selama ini. Ia berniat untuk memberikan surat tersebut kepada Alif pada saat acara perpisahan sekolah nanti.
UN pun berlalu tanpa disadari. Sekolah Maya akan mengadakan acara perpisahan, yang sudah lama ditunggu-tunggunya. Dengan perasaan gugup, bercampur bahagia, ia pun memberanikan dirinya untuk menyimpan surat yang berisi rintihan hatinya di meja Alif, yang tidak lama lagi akan datang dari perpustakaan. Langkah demi langkah, Alif pun masuk ke dalam kelas dan menemukan secarik kertas yang terlipat di atas mejanya. Ia pun heran dan membuka surat tersebut. Tanpa diketahui, ternyata Maya masih berada disana dengan diam-diam melihat ekspresi wajah Alif yang tengah membaca surat itu. Alif pun dengan wajah yang cuek melipat kembali kertas itu dan memasukkannya ke dalam saku celananya, kemudian ia berlalu meninggalkan ruangan tersebut. Maya pun dengan perasaan yang sedih kembali kerumah. Hatinya bagai teriris-iris karena mengetahui bahwa orang yang ia sukai tidak pernah memiliki perasaan yang sama dengannya. Kecewa, kecewa yang ia rasakan.
Hari demi haripun berlalu, Maya yang sudah tumbuh dewasa dan melanjutkan sekolahnya di Universitas Hasanuddin Makassar, ternyata masih menyimpan perasaan yang sama terhadap sosok pria yang pernah membantunya. Ia selalu berharap bahwa suatu saat nanti laki-laki itu akan datang dan mengajakknya ke jenjang hubungan yang halal. Tidak lama kemudian, ia mendapat kabar dari sahabatnya Putri bahwa Alif teman SMA mereka akan melakukan walimah (pernikahan). Seketika, Maya pun syok tak mampu berkata-kata. Untuk kedua kalinya Hatinya hancur, perasaannya dipenuhi dengan rasa kecewa. Bagaikan daun yang jatuh terhempas, hancur terpijak gilasan ban mobil. Maya pun berjalan menyusuri kampus dan sampai ke jalan raya. Tak peduli riuh lalu lalang kendaraan yang melaju. Ada kehampaan dalam setiap tarikan nafasnya. Entah apa yang difikikan Maya saat itu.
Selama beberapa hari, Maya tidak muncul di kampus dan selalu mengurung diri di dalam kamar. Seketika terlintas difikirannya, “tidak, aku tidak boleh seperti ini, ini salah, ini sudah melewati batas. Karena perasaan ini aku sudah terlena dan merasa sudah sangat jauh dari Allah. Aku akan berusaha melupakannya, aku tau suatu saat nanti akan ada yang lebih baik dari dia”.
Maya pun kembali melakukan aktivitasnya di kampus. Sekarang ia sangat berubah yang awalnya diam, menjadi sangat aktif dan ceria dalam kampus. Lambat laun peristiwa itupun mulai ia lupakan. Ia sangat rindu dengan sahabatnya Putri. Ia pun mengatur perjanjian dengan sahabatnya itu untuk makan siang dan mencuci mata di Mall Ratu Indah. Gelak tawapun mereka lalui, senyuman penuh kebahagiaan terpancar dari wajah Maya. Setelah letih mengelilingi mall tersebut, merekapun berniat untuk kembali ke rumah. Seketika, suara yang tidak asing ia dengar dari arah belakang mereka. Suara yang tiga tahu lalu selalu membuat hatinya deg-degan ketika mendengarnya. Tidak salah lagi, itu suara Alif. Maya menengok ke belakang dan melihat Alif yang sedang berbincang dengan seorang perempuan yang umurnya hampir sama dengannya. Ia pun kembali teringat, goresan luka yang masih ada dalam hatinya membuat ia ingin meninggalkan tempat itu sejuh mungkin. Tanpa berkata apa-apa ia pun pergi meninggalkan sahabatnya yang keheranan melihat tingkah Maya.
Keesokan harinya, Putri pergi menemui Maya yang masih sibuk berinteraksi dengan tugas kuliahnya di dalam kamar. “ May, ada surat nih buat loe”, Putri mengulurkan secarik kertas berwana. Dengan penuh keheranan, Maya bertanya “ini surat dari siapa?”. “Alif” ujar Maya sambil memakan cemilan yang tersedia di atas meja. Maya langsung kaget dan membuka surat tersebut.
May, kamu pasti bingung mengapa aku memberimu surat secara tiba-tiba. Maafkan aku yang selalu menutupi perasaanku di depanmu. Aku gugup, aku malu ketika berpapasan denganmu. Sebenarnya aku memiliki perasaan yang sudah lama aku pendam. Sejak pertemuan kita yang pertama saat kau jatuh dari motor, aku selalu memikirkan mu tak tau kenapa, dan akhirnya aku mengerti bahwa itu adalah perasaan cinta yang tak mampu aku ungkapkan. Aku selalu menutupi perasaan ini dari semua orang. setelah melihat surat yang kau berikan dulu, aku sangat senang dan selalu menyimpan surat itu sampai sekarang. Aku bahagia karena cintaku tak bertepuk sebelah tangan. Mulai saat itu aku pun mulai   mencari-cari informasi tentangmu, kamu kuliah dimana, sudah menikah atau belum, bagaimana kabarmu, semua pertanyaan itu selalu terlintas dalam fikiranku. Selama di SMA aku selalu memperhatikanmu diam-diam, maaf. Dan tak kusangka, aku bisa melihatmu kemarin bersama Putri di Mall Ratu Indah. Aku berfikir inilah waktu yang tepat untuk mengungkapkan perasaanku padamu. Aku pun berniat untuk mengajakmu ke jenjang yang halal jika hatimu berkehendak........

With love
  Alif

Seketika, air mata Maya pun menetes. Sedih, heran bercampur bahagia. Ia senang bahwa orang yang ia sukai selama ini, yang selalu membuat dirinya gelisah ternyata memiliki perasaan yang sama terhadapnya. Tetapi disisi lain, ia bingung dengan pernikahan Alif yang pernah ia dengar dari sahabatnya. Putri pun menjelaskan bahwa orang yang pernah dikabarkan menikah adalah Alif  kakak kelas mereka dulu, bukan Alif yang selama ini Maya suka. Maya pun terharu mendengar semua itu, ia tidak menyangka bahwa cintanya akan terbalaskan. Sama-sama memendam perasaan, Saling memperhatikan dalam diam, tetapi tak bertegur sapa. Tidak bertemu secara fisik, tetapi bertemu dalam setiap doa-doa yang mereka panjatkan.
Itulah cinta dalam diam. tak perlu diungkapkan dengan kata-kata, cukup menyimpannya dalam hati dan meminta kepada yang kuasa.  Ketika mencintai dan mengagumi adalah fitrah sebagai insan manusia, cukuplah engkau mengagumi dalam diam. Biarkan perasaanmu terpendam, cukuplah doa yang menjadi penawar rindu hingga tiba penantianmu di batas waktu. Jadikan cintamu bagaikan cinta Ali dan Fathimah, dipertemukan dalam Iman dan di persatukan dalam ikatan suci..........

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MUH. RIDHO S

#TugasIndividu ANALISIS NOVEL RADEN MANDASIA SI PENCURI DAGING SAPI BERDASARKAN PENDEKATAN RESEPSI SASTRA Landasan Teori Secara d...