Sabtu, 10 Juni 2017

ABDUL RAHMAN


#cerpen


SELAGI ADA HARAPAN

Pagi itu cuaca begitu cerah awan tak sedikitpun menyiratkan akan mendung,angin sepoi-sepoi menyapa nyiur yang berjejeran di pantai.Para nelayan begitu antusias pergi melaut dengan harapan mendapatkan hasil yang memuaskan karena cuaca begitu mendukung untuk itu.Tak terkecuali Pak Sandu salah seorang nelayan di Desa Batang yang kondisi ekonominya juga tergantung pada lautan.Hampir separuh hidupnya ia habiskan untuk melaut.Sebelum ia berkeluarga sekitar Dua puluh
tahun lalu ia telah diperkenalkan profesi ini oleh ayahnya yang juga seorang pelaut hingga dia menikah dua tahun setelahnya,pak Sandu tetap menggeluti profesi itu.Hari ini dengan diantar oleh istrinya Ibu Siti,pak Sandu  akan kembali melaut “bu peralatan pancingku sudah kamu siapkan?” tanya pak Sandu sambil menyeret sampannya ke bibir pantai.“Sudah pak ini ditas ibu juga sudah siapkan nasi santan kesukaan bapak sama sambalnya”jawab ibu Siti  tersenyum sambil menyodorkan tas.”kamu tahu saja kesukaan bapak pasti ini enak kalau dimakan sama ikan bakar di tengah laut” kata pak sandu membalas senyum istrinya tas itupun diambilnya dan ditaruh diatas sampan kecilnya. “ya sudah saya pergi dulu ya doakan bapak semoga dapat ikan banyak hari ini” sambung pak Sandu sembari naik ke atas sampannya dan mendayung ketengah laut.Sementara istrinya masih tertegun di bibir pantai menyaksikan kepergian suaminya untuk mencari nafkah bagi dia dan dua anaknya yang masih bersekolah.Anaknya yang sulung  sudah kelas tiga SMA dan sebentar lagi akan lulus sedangkan yang bungsu masih kelas 4 SD. Hal itulah yang membuat Ibu Siti sering tertegun sendiri ketika memikirkan anak-anaknya apalagi anaknya yang sulung begitu antusias untuk melanjutkan sekolahnya sampai ke Universitas “Bu aku pengen jadi dokter kalau sudah lulus SMA aku akan lanjutkan kuliah di kota biar jadi dokter ” setiap kali ia ingat kalimat yang diucapkan oleh anak sulungnya ia selalu termenung sendiri.
Bisakah ia mewujudkan cita-cita anaknya ?
Bisakah ia membiayai impian anaknya?
Sementara ia tahu sendiri biaya untuk masuk Universitas sangat mahal ditambah lagi alat-alat kedokteran jika nanti anaknya benar-benar akan kuliah. Sesaat kemudian dia tersadar saat air laut sudah sampai di kakinya sedangkan sampan suaminya sudah begitu jauh di tengah laut hanya seperti titik hitam di lautan luas yang terpampang di depannya.
***
Hampir satu jam pak sandu mendayung mencari lokasi yang dianggap pas untuk memancing hingga akhirnya dia tiba di sebuah taka, pulau kecil ditengah laut yang hanya berupa pasir terhampar dipermukaannya oleh penduduk setempat dinamai Taka Bonerate.“Pasti disini banyak ikan kakap atau kerapu disekelilingnya yang bisa dipancing” akhirnya dia memutuskan untuk membuang jangkarnya di dekat taka tersebut dan mengeluarkan alat pancingnya dari tas yang diberikan istrinya beserta perbekalan yang juga ada dalam tas tersebut.Setelah memasang umpan ia pun melempar umpannya ketengah laut sambil menunggu ikan memakan umpan tersebut Sandu mengambil bungkus rokok dari saku celananya. Sandu begitu akrab dengan tempat ini tempat ketika pertama kali ia diajak memancing oleh ayahnya ialah disini di taka ini.Tiba-tiba saja memorinya membawanya kembali pada masa kecilnya saat itu ia masih kelas lima sekolah dasar saat itu ayahnya mengajaknya memancing di sini untuk pertama kalinya.Saat itu pula ayahnya bercerita bahwa kakeknya dulu juga adalah seorang nelayan.“Dulu saat ayah seumuran denganmu kakekmu juga sering mengajak ayah memancing disini,ia mengajarkan ayah banyak hal seperti mendayung,mengikat benang pada kail juga cara mengetahui tempat-tempat mana yang banyak ikannya bahkan kata orang kakek kamulah yang pertama menemukan taka ini”.Kalau sudah bercerita seputar kakeknya,ayahnya pasti akan lupa waktu kalau tidak diingatkan. Mungkin saja ayahnya juga menginginkan suatu saat nanti dia bisa seperti kakeknya menjadi seorang nelayan. “ayah kelak saat aku dewasa aku ingin jadi insinyur” kata Sandu menyela pembicaraan ayahnya “aku ingin punya rumah besar jadi ayah tidak perlu lagi melaut karena aku yang mencarikan  uang untuk ayah sama ibu” sambung Sandu dengan wajah berseri-seri penuh semangat.Tiba-tiba saja suasana hening beberapa saat.Sambil menghela napas panjang ayahnya membuka pembicaraan kembali “Nak dengarkan ayah kita ini orang miskin jangan terlalu bermimpi begitu tinggi nanti kalau jatuh sakit.Kamu tahukan bagaimana keadaan kita ntuk biaya sehari-hari saja kita bergantung dengan lautan.Bagaimana bisa ayah cari uang sebanyak itu untuk menyekolahkanmu sampai lulus menjadi sarjana. Syukur-syukur kalau tamat SD itu sudah bagus bahkan ayah tidak tamat sekolah dasar yang penting kamu bisa membaca dan berhitung agar tidak dibodoh-bodohi orang itu sudah cukup buat orang miskin seperti kita. Kita bukan tuan tanah nak rumah yang sekarang pun itu cuma warisan dari kakekmu.Ayah juga ingin kamu sekolah tinggi-tinggi biar jadi presiden sekalian tapi coba kamu lihat sendiri.Nasib kita sehari-hari ada pada mata kail ini nasib kita untung-untungan nak. Beruntung kalau cuaca bersahabat kalau musim penghujan kamu lihat sendiri apa yang ayah lakukan setiap hari membajak sawah tetangga dengan upah lima ribu perak sehari atau disuruh menanam jagung dengan upah yang sama. Itu karena apa karena kita tidak punya kebun sendiri untuk ditanami tapi ayah terpaksa melakukan itu karena jika tidak kita akan kelaparan.Ibumu juga tidak bisa berbuat banyak sebagai buruh cuci penghasilannya pun pas-pasan hanya cukup buat makan dan sekolahmu. Setiap hari ayah berkhayal saat sedang memancing seperti ini tiba-tiba ayah dapat ikan ajaib seperti pada kisah dongeng pengantar tidur anak-anak.Lalu ikan itu akan mengabulkan keinginan ayah,tapi itu semua cuma ada dalam dongeng tidak dalam dunia nyata”. Kembali ayahnya menghela nafas panjang lalu masih melanjutkan ceritanya “nak bercita-cita tinggi boleh saja  itukan yang diajarkan gurumu di sekolahan? Tapi tidak semua orang yang bercita-cita harus menjadi seperti apa yang dicita-citakannya.Terkadang kita harus puas dengan apa yang kita miliki saat ini.Kamu lihatkan pohon kelapa yang berjejer disekitar pantai? Awalnya tidak ada kelapa di situ awalnya pohon kelapa itu tumbuh diatas bukit sebelah utara desa kita.Namun pohonnya banyak yang menjorok kelautan dan  saat buahnya menua buah tersebut jatuh kelautan.Setelah lama terseret arus dan dihempas ombak akhirnya kelapa itu terdampar di pantai dan tumbuh disana.Mungkin bila disuruh memilih kelapa-kelapa tersebut juga ingin tumbuh di bukit itu namun takdir berkata lain dan akhirnya mereka harus puas tumbuh di sepanjang pantai desa kita. Itulah hidup kita anakku jangan terlalu bermimpi hidup dipuncak gunung karena pada akhirnya kita akan jatuh dan terseret ombak kehidupan.Beruntung jika kita masih terhempas dipantai kalau tidak ya pasti hancur”.
***
Sesampainya di rumah Sandu masih termenung  mengingat cerita sekaligus nasihat ayahnya saat memancing tadi.Wajahnya yang tadi berseri-seri tiba-tiba berubah menjadi mendung laksana gumpalan awan hitam tebal yang menjanjikan badai bagi siapa saja yang melihatnya.Hatinya begitu hancur setelah mendengar cerita ayahnya seolah-olah pintu menuju masa depan yang diimpikannya telah tertutup saat ayahnya mengucapkan kalimat terakhir dari mulutnya. Masa depan sebagai seorang insinyur pembangunan harus dikuburnya dalam-dalam. Ia merasa dunia tidak adil padanya.Ia merasa ia adalah manusia paling memilukan di dunia ini.Bercita-cita tinggi saja sudah dilarang apa lagi untuk menggapainya.
Apa di dunia ini tak ada sekolah bagi orang sepertinya untuk menggapai mimpi-mimpinya?
Apa sekolah di dunia ini hanya diperuntukkan untuk  anak-anak orang-orang yang kaya dan anak-anak tuan tanah?
Lalu apakah orang kaya tersebut langsung kaya atau langsung memiliki tanah saat pertama membuka mata di dunia?
Jadi dimana letak keadilan kalau memang seperti itu?
Pertanyaan-pertanyaan itu terus menghantui benak sandu berdesak-desakan untuk dijawab satu persatu. Sampai ia tamat sekolah dasar ia belum menemukan jawaban yang tepat dari semua pertanyaannya.Mungkin ia yang belum memahami kerasnya kehidupan atau memang kehidupan ini yang terlalu keras mempermainkannya.Seolah-olah hidup itu ibarat permainan kasti anak-anak dan dia adalah bolanya.Dilempar,dipukul,dilempar lagi begitu seterusnya. Sedangkan yang memainkan tertawa terbahak-bahak.Namun apakah dia akan benar-benar berhenti sampai disini. Sementara banyak teman-teman sebayanya yang melanjutkan sekolah ke SLTP sedangkan dia diusia yang terbilang masih sangat muda harus menggeluti profesi yang diwariskan ayahnya dari generasi kegenerasi sebagai seorang nelayan. Tapi nampaknya memang ia harus puas dengan apa yang ia miliki saat ini,ia harus rela menjadi seperti yang diinginkan ayahnya.Harapnya anak-anaknya kelak tak menjadi seperti dirinya harus mengubur apa yang dicita-citakannya.
***
Lamunan Sandu tiba-tiba terhenti saat  pancingnya bergerak pertanda umpannya disambar ikan dan benar saja seekor ikan kakap berukuran agak besar telah menelan umpannya.Segera saja ia mengangkatnya keatas sampan kecilnya dan memasukkannya kedalam keranjang yang memang selalu ada di atas sampannya sebagai tempat ikan. Rokok yang berada di tangannya masih menyala,segera saja dihisapnya dalam-dalam sembari membuang kembali  kailnya ke lautan.Sesaat kemudian ia kembali tersadar dengan ingatan sebelumnya. Bahwa ia tak ingin anak-anaknya menjadi sepertinya sekarang serba susah dan kekurangan.Ia tidak mau anak-anaknya sama sepertinya harus menutup rapat-rapat pintu pengharapannya sebagai seorang insinyur.Ia tidak mau anak-anaknya kehilangan kesempatan mengecap pendidikan sama seperti dirinya waktu masih muda.Ia tak ingin dicap sebagai orang tua yang tak mementingkan masa depan anaknya.Sesaat kemudian ia merasa sangat menyesal dengan perlakuannya selama ini kepada anak-anaknya. Mungkin karena kesal dengan orang tuanya dulu yang tidak mementingkan pendidikannya sehingga ia lampiaskan kekesalannya kepada anak-anaknya.Ia ingat betul ketika anaknya yang sulung Rangga pernah berkata bahwa ia ingin melanjutkan sekolahnya sampai menjadi dokter “ayah kalau aku lulus di SMA aku mau mendaftar di Universitas di kota Makassar.Aku ingin jadi dokter biar bisa menyembuhkan orang banyak terutama orang-orang desa aku ingin” “cukup nak jangan lanjutkan” belum selesai anaknya berbicara Sandu sudah memotong pembicaraan anaknya “orang-orang seperti kita jangan mimpi terlalu tinggi ujung-ujungnya jatuh kalau jatuh jelas sakit lagi pula uang dari mana ? kamu liat sendirikan bapak kerjanya apa ? penghasilannya berapa? Mana mungkin bapak bisa menyekolahkan kamu tinggi-tinggi.Sudahlah kalau kamu lulus SMA dan sudah pintar nulis sama baca itu sudah lumayan kamu tidak akan dibodoh-bodohi orang”.Ucapan Sandu sama persis seperti apa yang dikatakan ayahnya kepada dia waktu dulu mengutarakan impiannya kepada ayahnya.Sekaligus waktu saat ayahnya mematahkan semua harapannya.Menutupnya rapat-rapat dan membuang kuncinya nun jauh disana dimana dia atau seseorang pun dapat menemukannya. Bukan hanya sekali itu saja Sandu mematahkan harapan anaknya Rangga.
Malam itu masih hangat dibenak Sandu saat selesai makan malam tiba-tiba Rangga mendekati dirinya yang saat itu sedang duduk sambil merokok di balai bambu depan rumahnya. “ayah bisa aku bicara sebentar sama ayah?” kata Rangga dengan nada agak ragu-ragu. “ia anakku ada apa tumben kamu mau ngobrol sama ayah?” jawab Sandu “be..be..be..gini ayah minggu depan aku akan ujian nasional”cerita Rangga terbatah-batah “oh ya bagus dong artinya kamu sudah mau lulus”sahut Sandu.“I...i..ia ayah dan rencananya kalau sudah ujian aku mau kerja sama paman Lukman.Jadi buruh bangunan kan disitu libur sekitar dua atau tiga bulan jadi aku bisa ngumpulin uang”.kata Rangga dengan nada yang masih terbata-bata. “ya sudah kalau itu memang keinginan kamu bapak tidak akan larang,tapi kalau hanya sekedar nambah-nambahin penghasilan keluarga kenapa kamu tidak ikut saja memancing sama bapak kan itu juga bisa?” tanya sandu kepada anaknya “anu..anu..  aku ingin menabung setengah upahku biar bisa aku pakai untuk kuliah di Makassar” Jawab Rangga dengan nada ketakutan sambil tertunduk takut kalau-kalau ayahnya marah mendengar jawabannya.Suasana hening sesaat tak ada kata terlontar dari mulut mereka berdua hanya suara jangkrik yang terdengar nyaring.Hingga akhirnya Sandu membuka pembicaraan kembali “anakku ayah tahu kamu ingin jadi dokter,kamu ingin jadi orang bukan seperti ayah yang hanya nelayan miskin.Waktu kecil hasrat ayah juga sama membaranya sepertimu.Ayah juga ingin mengenyam pendidikan yang tinggi,ingin rumah mewah,ingin makanan yang enak.Tapi ketahuilah anakku kesenangan dan kemegahan dunia ini diperuntukkan bagi mereka yang berduit sedangkan buat orang seperti kita memang tugasnya untuk melakukan pekerjaan rendahan. Melaut, bertani,kuli bangunan, itu semua adalah pekerjaan yang diharuskan untuk orang seperti kita.Jadi anakku ayah sarankan kamu geluti saja pekerjaan yang kira-kira bisa kamu kerjakan.Lagi pulakan kamu akan tamat SMA artinya kamu bisa lebih dari ayah.Kamu bisa kerja di Kantor Desa atau Kantor Camat sekalipun”tutur Sandu panjang lebar.Rangga yang sedari tadi tertunduk takut tiba-tiba bangkit dari tempat duduknya dan berlari kedalam rumah.Sedangkan Sandu masih di luar terpaku sendirian.
***
Tak terasa air mata Sandu menetes mengingat semua perkataannya selama ini kepada anaknya.Rasa penyesalannya muncul tiba-tiba semakin dalam dan semakin dalam. “anakku maafkan bapak maafkan bapak” isak sandu diatas sampannya .Selama ini bapak telah telah keliru nak bapak telah berdosa pada kamu bahkan untuk menyekolahkanmu saja bapak tak mampu.Ayah tidak mau kelak nasib kamu akan seperti bapak tapi kenapa bapak begitu enggan menyekolahkanmu tinggi-tinggi. Kini ayah tahu pohon kelapa yang tumbuh dipesisir pantai bukan pohon kelapa yang menyerah pada nasibnya.Tapi pohon yang selalu menantang kerasnya dunia.Pohon kelapa itu mampu menahan hempasan ombak yang selalu menghantamnya setiap hari sepanjang hidupnya.Itulah yang menjadikan ia kuat,hempasan demi-hempasan ombak tak merobohkannya justru membuatnya semakin kokoh. Seandainya pohon kelapa itu mungkin hidup di pegunungan ia tak akan tahu bagaimana kehidupan yang sesungguhnya dimana rasa sakit dan pengorbananlah yang membuat ia mampu berdiri kokoh di atas bayang-bayang ombak yang selalu ingin menghempaskannya.
Kini Sandu menemukan jawaban dari masa kecilnya sesungguhnya hanya orang-orang yang terus berjuanglah yang akan memperoleh apa yang di impikannya.Bukan orang-orang yang mengeluh ataupun pasrah pada nasibya. Hanya orang-orang yang giat bekerjalah yang bisa menjadi orang kaya ataupun tuan tanah.Disitupulalah dia temukan letak keadilan Tuhan,Ia kini yakin bahwa Tuhan akan mencukupkan rezeki kepada yang mau berausaha bukan pada yang berpangku tangan menunggu nasib baik menyapanya.
Perlahan Sandu merasakan ada harapan dalam dirinya,segerah ditariknya jangkarnya ke atas sampan dan didayungnya sampan tersebut.Dalam hati dia berujar “tunggu bapak nak,bapak menyesal,bapak pasti sekolahkan kamu”.Ia tak perdulikan lagi hari ini ia dapat ikan hanya beberapa ekor yang pasti cukup untuk dimakan hari ini yang jelas ia ingin pulang dan menemui anaknya dan meminta maaf.Dari kejauhan ia sudah  melihat keluarganya menunggu di bibir pantai Pulau Kayuadi ingin rasanya ia cepat-cepat memeluk keluarganya dan benar saja setelah membuang jangkar cepat-cepat ia berlari dan merangkul keluarganya,dengan luapan air mata yang tak terbendung lagi ia masih sempat bergumam kepada anak-anaknya yang masih dipelukannya “anakku kalian harus sekolah tinggi-tinggi kalian harus jadi orang besar jangan seperti ayah ataupun kakekmu.Kita memang tinggal di Pulau kecil nak merantaulah gapailah cita-citamu biar ayah yang mencarikan biaya untukmu”.Mendengar perkataan Sandu Istri dan anak-anaknya pun ikut menangis. “ayah aku pasti akan membuat ayah bangga” seru anak sulung Sandu dalam isaknya.Suasana begitu haru nampak terasa dari keluarga kecil tersebut seolah mentari di ufuk barat Pulau Kayuadi pun tersenyum kepada mereka sebelum tenggelam kembali ke peraduannya.
~Sekian~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MUH. RIDHO S

#TugasIndividu ANALISIS NOVEL RADEN MANDASIA SI PENCURI DAGING SAPI BERDASARKAN PENDEKATAN RESEPSI SASTRA Landasan Teori Secara d...