#cerpen
SERATUS DELAPAN PULUH
Tak
terasa waktu berjalan begitu cepatnya, banyak hal yang kulakukan dan telah
terlewatkan tanpa mengurangi rasa rindu ini. Lantas aku tak peduli dengan siapa
aku akan meluapkan kekesalan ku ini, dengan orang yang mungkin aku kenal baik
atau mungkin baru saja aku kenal. Aku selalu menghiitung waktu, melihat jam di
dinding yang terasa lama namun kadang begitu cepat. Namun satu hal yang pasti
yang ku dapati bahwa semuanya belum berakhir, ini baru saja dimulai.
Ya,
saat usia ku waktu itu belum genap tujuh belas tahun aku stak pernah berpikir
bahwa hal yang mengerikan itu akan muncul ke kehidupanku begitu cepat, hal yang
mungkin saja orang lain juga takutkan atau bahkan semua orang menakuti kejadian
seperti itu.
Saat
duduk dibangku sekolah menengah pertama, kehidupan begitu menyenangkan. Semua
hal yang menyenangkan serasa pernah aku lakukan tanpa kecuali. Bahkan kesedihan
tak pernah muncul sedikitpun kala itu.
Waktu
itu ada banyak cerita yang terjadi dan tidak mudah untuk dilupakan begitu saja.
Namun hal yang paling menyenangkan dari itu semua adalah memiliki seorang guru
yang bisa ku sebut sebagai sahabat kuu.
Banyak
hal yang diajarkan kepada kami, kehidupan begitu indah kala itu. Tapi aku tidak
akan memceritakannya begitu jauh. Karena itu bagian kecil dari kehidupan yang
pernah aku alami.
Kehidupan
yang tidak menyenangkan dating setelah aku melewati kehidupan ku yang begitu
menyenangkan itu. Seseorang yang begitu berharga, begitu penting dan begitu
hebatnya tidak lagi bisa mengajarkanku segala hal yang membuat ku lebih hebat.
Suatu
ketika aku bepergian malam hari untuk melakukan sesutau yang aku anggap wajar
dan biasa bagi anak seusia ku. Keheningan malam pecah begitu saja ketika kami
berkumpul. Lampu-lampu jalan seakan menjadi saksi bisu saat kami melakukan
aktifitas kami.
“brooommm…….”.
Begitulah
suara yang terdengar nyaring ditelinga ku dan teman-temanku. Dingin, ya
malam itu memang dingin, tapi dinginnya
tak terasa jika suara itu mulai terdengar ditelinga ku. Tempatnya tak begitu
jauh dari rumahku, jadi aku sering dating ke tempat itu ketika aku merasa bosan
dirumahku.
Aktifitas
itu sering aku lakukan, sehingga aku seperti kelelawar yang sangat jarang
dirumah ketika malam hari. Sangat jarang, bahkan mungkin tidurku dirumah ku
sendiri bisa aku hitung jari saja dalam sebulan.
Rumah
kala itu, seperti sesuatu yang tidak begitu nyaman buatku. Hanya makan dan
tidur yang bisa aku lakukan didalamnya, entah mungkin itulah yang membuat ku
merasa tidak begitu nyaman berada lama didalam rumah ku sendiri.
Saking
seringnya aku diluar rumahku, aku sampai sangat jarang bertemu dengan
orang-orang yang ada dirumahku. Waktu yang biasa digunakann oleh orang-orang
lainnya untuk bercengkerama dengan orang rumah malah selalu aku gunakan untuk
keluyuran tidak karuan. Haha lucu, tapi mungkin tidak!
Aku
begitu tidak peduli dengan kehidupan rumahku, isi rumahku dan bahkan waktu itu
aku tak begitu peduli dengan siapapun yang ada didalam rumahku. Namun terkadang
pula aku mendapat sesuatu yang yang aku anggap sebagai ceramah dari teman-teman
ku.
“pulang
saja, kau terlalu sering berada diluar rumah”.
Katanya.
Tentu
saja aku tidak mempedulikannya bahkan tidak jarang aku hanya menganggapnya
sebagai bualan dan candaan.
Ya,
waktu ku memang banyak kuhabiskan diluar. Terkadang juga keluargaku yang lain
mencari ku. Haha lucu,
Entah
berapa bulan aku melakukan hal yang sekarang aku anggap sia-sia itu. Sampai suatu
ketika aku tiba-tiba terhempas ke dalam rasa cemas yang begitu dalamnya dan
begitu hebatnya.
Betapa
tidak sesuatu yang hebat itu tiba-tiba datang tanpa permisi dan aba-aba
dikehidupan ku.
Suatu
hari ada yang mengajakku pergi ke tempat dimana orang-orang berkumpul saat hari
raya, untuk melakukan hari raya bersama-sama. Tapi karena ke labilan ku aku
menolaknya dengan lantang dan benar-benar aku tidak mau untuk diajak.
Aku
pergi begitu saja tanpa menghiraukan ajakannya itu, pergi tanpa sebuah rasa
penyesalan dan rasa bersalah. Entah apa yang dilakukannya ketika aku menolak
ajakanya. Mungkin dia sedih, marah atau kungkin kecwa. Tapi kala itu aku tidak
begitu peduli, atau mungkin aku tak peduli sama sekali.
Sampai
suatu waktu orang itu baru aku tahu kalau dia sakit, sakit yang begitu hebatnya
yang mungkin saja orang lain tak mampu untuk menahannya.
Sakitnya
telah lama, lama sekali, mungkin berbulan-bulan atau mungkin tahun. Aku tidak tahu
pasti akan penyakitnya itu.
Aku
bertanya,
“sejak
kapan?”
“lama”
katanya
Perasaan
cemas mulai melanda ku dan khawatir. Tapi sering aku tahan rasa itu dengan
menyibukkan diri ku sendiri.
Dihari
yang berbeda dia mengajakku lagi untuk menemaninya lagi, menemaninya untuk
beberapa waktu saja katanya, tapi lagi lagi aku menolak, entah kala itu alasan
ku apa dan mengapa tapi aku seakan tak ingin diajak begitu saja, meskipun tak ada
alasan pasti mengapa aku harus menolaknya.
Karena
keegoisan ku itu, orang lainlah yang pada akhirnya selalu menemani dia. Entah
itu siapa tapi aku tidak peduli dengan siapa. Aku kadang heran diriku sendiri, aku sering merasa cemas dengan
keadaan ini tapi aku juga selalu tidak merasa peduli dengan itu semua, mungkin
karena kelabilan ku atau mungkin karena yang lainnya.
Lama
sekali keadaan itu bersarang dipikiranku.
Selang
beberapa lama dalam keadaan itu, bukannya hal yang menyenangkan yang muncul
setelahnya malah keadaan semakin membuat ku merasa cemas.
Dalam
beberapa bulan pada akhirnya orang itu diharuskan dibawa ke sebuah tempat
dimana orang-orang yang sakit berkumpul didalamnya. Aku khawatir dengan penuh
harapan semoga dengan ini semuanya bisa berakhir indah dan menyenangkan dan
bisa membuat rasa cemas ku hilang.
Malam,
siang, sora, petang, hinggap siang kembali menyapa beberapa hari terlewatkan
ditempat itu, aku dan orang itu, juga beberapa orang lainnya.
Keadaan
itu tidak lantas membuat ku berubah total kala itu karena aku selalu berusaha
menganggapnya akan berakhir indah dan tidak akan terjadi apa-apa.
Tapi
entah mengapa, ada alasan tuhan mengubah semunya berubah menjadi seratus
dalapan puluh derajat berbeda dengan dugaan ku sebelumnya, semuanya tidak
berakhir sesempurna anggapan ku.
Waktu
berselang lama dia terbebas dari sakitnya, dia benar-benar bebas tanpa sebuah
rasa sakit yang Ia harus rasakan lagi.
Itu
memang kabar baik tapi tidak sebaik anggapan ku.
Aku
selalu bertanya pada diri ku sendiri,
“kenapa
bisa begini?”
“dia
sudah tidak sakit lagi, tapi kenapa begini?”
“bukankah
ini menyenangka?”
Aku
ingin menanyakan itu ke orang-orang tapi aku tak bisa menanyakannya, bukan
karena aku tak tahu harus berkata apa tapi aku takut orang yang aku tempati
bertanya tidak akan bisa menjawab pertanyaan ku.
Sejak
saat itu aku perlahan berubah menjadi seseorang yang menurut sebagian orang
tidak sama lagi.
Saat
setelah itu aku tak lagi menjadi kelelawar yang biasa aku lakukan, aku mulai
membiasakan diri dirumah meskipun aku bosan tapi aku tak pernah berniat
meninggalkan rumah.
Hebat
bukan? Ya, itu kejadian hebat yang pernah aku rasakan.
Tapi
sekali waktu aku pergi keluar sekadar untuk menghibur diri ku sejenak dan
berusaha untuk tidak terlalu memikirkan itu meskipun kenyataannya aku selalu
berpikir ke arah sana.
Perubahan
ku itu ternyata tak lantas membuat semuanya kembali, tak kan kembali seperti
dulu yang begitu menyenangkan. Aku menyesal dengan kebiasaan itu, kebiasaan
yang membuat ku tak bisa bersama-sama dengan dia. Aku perlahan paham bahwa yang
kulakukan waktu itu begitu penting tapi aku tak melakukannnya.
Terkadang
ada bayang-bayang dikepala ku yang membuat ku emosi dan hampir frustasi.
“kenapa
kamu baru menyesalinya?”
Ya,
aku tak bisa lagi mendapat pelajaran yang begitu berarti darinya, dia pergi ke
tempat lain, tempat yang jauh, yang tak mampu dilacak oleh alat secanggih
apapun itu.
Sakit!
Itu yang selalu aku rasakan sampai sekarang, tidak penting bagi ku siapa dan
bagaiman aku di masa lalu itu, tapi sejak
itu aku tahu bahwa setiap waktu ku jangan tersia-siakan oleh apapun itu.
Sekarang
sudah 4 tahun berselang sejak saat itu. Ya, Tuhan tahu yang baik dan yang buruk
untuk kita jalani. Ohiya, aku lupa kalau orang itu begitu hebatnya sampai aku
tak mampu menyebutkan namanya, mungkin aku dan orang lain tahu panggilan akrab
ku kepada orang itu, meskipun orang yang aku dan orang lain maksud adalah orang
yang berbeda, meskipun aku dan orang lain tak saling mengenl tapi aku yakin panggilan kami sama.
Ya,
setelah semuanya berlalu aku sering bekata “Superman I Know IS My Dad”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar