Rabu, 07 Juni 2017

MUHAMMAD TASYRIFIN Y


#cerpen 

SERATUS DELAPAN PULUH

Tak terasa waktu berjalan begitu cepatnya, banyak hal yang kulakukan dan telah terlewatkan tanpa mengurangi rasa rindu ini. Lantas aku tak peduli dengan siapa aku akan meluapkan kekesalan ku ini, dengan orang yang mungkin aku kenal baik atau mungkin baru saja aku kenal. Aku selalu menghiitung waktu, melihat jam di dinding yang terasa lama namun kadang begitu cepat. Namun satu hal yang pasti yang ku dapati bahwa semuanya belum berakhir, ini baru saja dimulai.
Ya, saat usia ku waktu itu belum genap tujuh belas tahun aku stak pernah berpikir bahwa hal yang mengerikan itu akan muncul ke kehidupanku begitu cepat, hal yang mungkin saja orang lain juga takutkan atau bahkan semua orang menakuti kejadian seperti itu.
Saat duduk dibangku sekolah menengah pertama, kehidupan begitu menyenangkan. Semua hal yang menyenangkan serasa pernah aku lakukan tanpa kecuali. Bahkan kesedihan tak pernah muncul sedikitpun kala itu.
Waktu itu ada banyak cerita yang terjadi dan tidak mudah untuk dilupakan begitu saja. Namun hal yang paling menyenangkan dari itu semua adalah memiliki seorang guru yang bisa ku sebut sebagai sahabat kuu.
Banyak hal yang diajarkan kepada kami, kehidupan begitu indah kala itu. Tapi aku tidak akan memceritakannya begitu jauh. Karena itu bagian kecil dari kehidupan yang pernah aku alami.
Kehidupan yang tidak menyenangkan dating setelah aku melewati kehidupan ku yang begitu menyenangkan itu. Seseorang yang begitu berharga, begitu penting dan begitu hebatnya tidak lagi bisa mengajarkanku segala hal yang membuat ku lebih hebat.
Suatu ketika aku bepergian malam hari untuk melakukan sesutau yang aku anggap wajar dan biasa bagi anak seusia ku. Keheningan malam pecah begitu saja ketika kami berkumpul. Lampu-lampu jalan seakan menjadi saksi bisu saat kami melakukan aktifitas kami.
“brooommm…….”.
Begitulah suara yang terdengar nyaring ditelinga ku dan teman-temanku. Dingin, ya malam  itu memang dingin, tapi dinginnya tak terasa jika suara itu mulai terdengar ditelinga ku. Tempatnya tak begitu jauh dari rumahku, jadi aku sering dating ke tempat itu ketika aku merasa bosan dirumahku.
Aktifitas itu sering aku lakukan, sehingga aku seperti kelelawar yang sangat jarang dirumah ketika malam hari. Sangat jarang, bahkan mungkin tidurku dirumah ku sendiri bisa aku hitung jari saja dalam sebulan.
Rumah kala itu, seperti sesuatu yang tidak begitu nyaman buatku. Hanya makan dan tidur yang bisa aku lakukan didalamnya, entah mungkin itulah yang membuat ku merasa tidak begitu nyaman berada lama didalam rumah ku sendiri.
Saking seringnya aku diluar rumahku, aku sampai sangat jarang bertemu dengan orang-orang yang ada dirumahku. Waktu yang biasa digunakann oleh orang-orang lainnya untuk bercengkerama dengan orang rumah malah selalu aku gunakan untuk keluyuran tidak karuan. Haha lucu, tapi mungkin tidak!
Aku begitu tidak peduli dengan kehidupan rumahku, isi rumahku dan bahkan waktu itu aku tak begitu peduli dengan siapapun yang ada didalam rumahku. Namun terkadang pula aku mendapat sesuatu yang yang aku anggap sebagai ceramah dari teman-teman ku.
“pulang saja, kau terlalu sering berada diluar rumah”.  Katanya.
Tentu saja aku tidak mempedulikannya bahkan tidak jarang aku hanya menganggapnya sebagai bualan dan candaan.
Ya, waktu ku memang banyak kuhabiskan diluar. Terkadang juga keluargaku yang lain mencari ku. Haha lucu,
Entah berapa bulan aku melakukan hal yang sekarang aku anggap sia-sia itu. Sampai suatu ketika aku tiba-tiba terhempas ke dalam rasa cemas yang begitu dalamnya dan begitu hebatnya.
Betapa tidak sesuatu yang hebat itu tiba-tiba datang tanpa permisi dan aba-aba dikehidupan ku.
Suatu hari ada yang mengajakku pergi ke tempat dimana orang-orang berkumpul saat hari raya, untuk melakukan hari raya bersama-sama. Tapi karena ke labilan ku aku menolaknya dengan lantang dan benar-benar aku tidak mau untuk diajak.
Aku pergi begitu saja tanpa menghiraukan ajakannya itu, pergi tanpa sebuah rasa penyesalan dan rasa bersalah. Entah apa yang dilakukannya ketika aku menolak ajakanya. Mungkin dia sedih, marah atau kungkin kecwa. Tapi kala itu aku tidak begitu peduli, atau mungkin aku tak peduli sama sekali.
Sampai suatu waktu orang itu baru aku tahu kalau dia sakit, sakit yang begitu hebatnya yang mungkin saja orang lain tak mampu untuk menahannya.
Sakitnya telah lama, lama sekali, mungkin berbulan-bulan atau mungkin tahun. Aku tidak tahu pasti akan penyakitnya itu.
Aku bertanya,
“sejak kapan?”
“lama” katanya
Perasaan cemas mulai melanda ku dan khawatir. Tapi sering aku tahan rasa itu dengan menyibukkan diri ku sendiri.
Dihari yang berbeda dia mengajakku lagi untuk menemaninya lagi, menemaninya untuk beberapa waktu saja katanya, tapi lagi lagi aku menolak, entah kala itu alasan ku apa dan mengapa tapi aku seakan tak ingin diajak begitu saja, meskipun tak ada alasan pasti mengapa aku harus menolaknya.
Karena keegoisan ku itu, orang lainlah yang pada akhirnya selalu menemani dia. Entah itu siapa tapi aku tidak peduli dengan siapa. Aku kadang heran diriku  sendiri, aku sering merasa cemas dengan keadaan ini tapi aku juga selalu tidak merasa peduli dengan itu semua, mungkin karena kelabilan ku atau mungkin karena yang lainnya.
Lama sekali keadaan itu bersarang dipikiranku.
Selang beberapa lama dalam keadaan itu, bukannya hal yang menyenangkan yang muncul setelahnya malah keadaan semakin membuat ku merasa cemas.
Dalam beberapa bulan pada akhirnya orang itu diharuskan dibawa ke sebuah tempat dimana orang-orang yang sakit berkumpul didalamnya. Aku khawatir dengan penuh harapan semoga dengan ini semuanya bisa berakhir indah dan menyenangkan dan bisa membuat rasa cemas ku hilang.
Malam, siang, sora, petang, hinggap siang kembali menyapa beberapa hari terlewatkan ditempat itu, aku dan orang itu, juga beberapa orang lainnya.
Keadaan itu tidak lantas membuat ku berubah total kala itu karena aku selalu berusaha menganggapnya akan berakhir indah dan tidak akan terjadi apa-apa.
Tapi entah mengapa, ada alasan tuhan mengubah semunya berubah menjadi seratus dalapan puluh derajat berbeda dengan dugaan ku sebelumnya, semuanya tidak berakhir sesempurna anggapan ku.
Waktu berselang lama dia terbebas dari sakitnya, dia benar-benar bebas tanpa sebuah rasa sakit yang Ia harus rasakan lagi.
Itu memang kabar baik tapi tidak sebaik anggapan ku.
Aku selalu bertanya pada diri ku sendiri,
“kenapa bisa begini?”
“dia sudah tidak sakit lagi, tapi kenapa begini?”
“bukankah ini menyenangka?”
Aku ingin menanyakan itu ke orang-orang tapi aku tak bisa menanyakannya, bukan karena aku tak tahu harus berkata apa tapi aku takut orang yang aku tempati bertanya tidak akan bisa menjawab pertanyaan ku.
Sejak saat itu aku perlahan berubah menjadi seseorang yang menurut sebagian orang tidak sama lagi.
Saat setelah itu aku tak lagi menjadi kelelawar yang biasa aku lakukan, aku mulai membiasakan diri dirumah meskipun aku bosan tapi aku tak pernah berniat meninggalkan rumah.
Hebat bukan? Ya, itu kejadian hebat yang pernah aku rasakan.
Tapi sekali waktu aku pergi keluar sekadar untuk menghibur diri ku sejenak dan berusaha untuk tidak terlalu memikirkan itu meskipun kenyataannya aku selalu berpikir ke arah sana.
Perubahan ku itu ternyata tak lantas membuat semuanya kembali, tak kan kembali seperti dulu yang begitu menyenangkan. Aku menyesal dengan kebiasaan itu, kebiasaan yang membuat ku tak bisa bersama-sama dengan dia. Aku perlahan paham bahwa yang kulakukan waktu itu begitu penting tapi aku tak melakukannnya.
Terkadang ada bayang-bayang dikepala ku yang membuat ku emosi dan hampir frustasi.
“kenapa kamu baru menyesalinya?”
Ya, aku tak bisa lagi mendapat pelajaran yang begitu berarti darinya, dia pergi ke tempat lain, tempat yang jauh, yang tak mampu dilacak oleh alat secanggih apapun itu.
Sakit! Itu yang selalu aku rasakan sampai sekarang, tidak penting bagi ku siapa dan bagaiman aku di masa lalu itu, tapi sejak  itu aku tahu bahwa setiap waktu ku jangan tersia-siakan oleh apapun itu.
Sekarang sudah 4 tahun berselang sejak saat itu. Ya, Tuhan tahu yang baik dan yang buruk untuk kita jalani. Ohiya, aku lupa kalau orang itu begitu hebatnya sampai aku tak mampu menyebutkan namanya, mungkin aku dan orang lain tahu panggilan akrab ku kepada orang itu, meskipun orang yang aku dan orang lain maksud adalah orang yang berbeda, meskipun aku dan orang lain tak saling mengenl tapi  aku yakin panggilan kami sama.
Ya, setelah semuanya berlalu aku sering bekata “Superman I Know IS My Dad”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MUH. RIDHO S

#TugasIndividu ANALISIS NOVEL RADEN MANDASIA SI PENCURI DAGING SAPI BERDASARKAN PENDEKATAN RESEPSI SASTRA Landasan Teori Secara d...