Sabtu, 10 Juni 2017

KELOMPOK 6




NAMA ANGGOTA KELOMPOK:
1.      Hasrah Selpiani Rahayu
2.      Dian Donna Putri Sumarlin
3.      Nur Fitri Syamarkandi
4.      Sri Fitriani
5.      Meydi Amanda Mulya
6.      Muh. Abdi Arismunandar

Analisi Novel Pada Sebuah Kapal-Pendekatan Feminisme


A.    Kritik Sastra Feminisme
Pendekatan feminisme dalam kajian sastra sering dikenal dengan kritik sastra feminisme. Feminis menurut Nyoman Kutha Ratna (2005: 226) berasal dari kata femme yang berarti perempuan. Sugihastuti (2002:18) berpendapat bahwa feminisme adalah gerakan persamaan antara laki-laki dan perempuan di segala bidang baik politik, ekonomi, pendidikan, sosial dan kegiatan terorganisasi yang mempertahankan hak-hak serta kepentingan perempuan. Feminisme juga menurut Sugihastuti merupakan kesadaran akan penindasan dan pemerasan terhadap perempuan dalam masyarakat, baik di tempat kerja dan rumah tangga.
Feminisme berbeda dengan emansipasi, Sofia dan Sugihastuti (dalam Sugihastuti dan Itsna Hadi Saptiawan, 2007: 95) menjelaskan bahwa emansipasi lebih menekankan pada partisipasi perempuan dalam pembangunan tanpa mempersoalkan hak serta kepentingan mereka yang dinilai tidak adil, sedangkan feminisme memandang perempuan memiliki aktivitas dan inisiatif sendiri untuk mempergukan hak dan kepentingan tersebut dalam berbagai gerakan.
Sholwalter (dalam Sugihastuti dan Suharto, 2005: 18) menyatakan bahwa dalam ilmu sastra, feminisme ini berhubungan dengan konsep kritik sastra feminis, yaitu studi sastra yang mengarahkan fokus analisisnya pada perempuan. Jika selama ini dianggap dengan sendirinya bahwa yang mewakili pembaca dan pencipta dalam sastra Barat ialah laki-laki, kritik sastra feminis menunjukkan bahwa perempuan membawa persepsi dan harapan ke dalam pengalaman sastranya.
Feminisme merupakan kajian sosial yang melibatkan kelompok-kelompok perempuan yang tertindas, utamanya tertindas oleh budaya partiarkhi. Feminisme berupa gerakan kaum perempuan untuk memperoleh otonomi atau kebebasan untuk menentukan dirinya sendiri. Berupa gerakan emansipasi peTempuan, yaitu proses pelepasan diri dan kedudukan sosial ekonomi yang rendah, yang mengekang untuk maju.
Feminisme bukan merupakan upaya pemberontakan terhadap laki-laki, bukan upaya melawan pranata sosial, budaya seperti perkawinan, rumah tangga, maupun bidang publik. Kaum perempuan pada intinya tidak mau dinomorduakan, tidak mau dimarginalkan.
Sasaran penting dalam analisis feminis menurut Suwardi Endaswara (2008: 146) adalah sedapat mungkin berhubungan dengan: (1) mengungkap karya­karya penulis wanita masa lalu dan masa kini; (2) mengungkap berbagai tekanan pada tokoh wanita dalam karya sastra yang ditulis oleh pengarang pria; (3) mengungkap ideologi pengarang wanita dan pria, bagaimana mereka memandang diri sendiri dalam kehidupan nyata; (4) mengkaji aspek ginokritik, memahami proses kreatif kaum feminis; dan (5) mengungkap aspek psikoanalisa feminis, mengapa wanita lebih suka hal yang halus, emosional, penuh kasih dan lain sebagainya.
Selanjutnya muncullah istilah reading as a woman, membaca sebagai perempuan, yang dicetuskan oleh Culler, maksudnya adalah membaca dengan kesadaran membungkar praduga dan ideologi kekuasaan laki-laki yang patriarkhat (Sugihastuti dan Suharto, 2605: 19).
Membaca sebagai perempuan berhubungan dengan faktor sosial budaya pembacanya. Dalam hal ini sikap baca menjadi faktor penting. Peran pembaca dengan sendirinya tidak dapat dilepaskan dari sikap bacanya. Citra perempuan dalam karya itu mendapat makna/terkonkretkan sesuai dengan keseluruhan sistem komunikfsi ‘sastra, yaitu pengarang, teks, dan pembaca.
Reading as women menurut Suwardi Endaswara (2008: 147) adalah membaca sebagai perempuan. Peneliti dalam memahami karya sastra harus menggunakan kesadaran khusus, yaitu kesadaran bahwa jenis kelamin banyak berhubungan dengan masalah kenyakinan, ideologi, dan wawasan hidup. Kesadaran khusus membaca sebagai perempuan merupakan hal yang penting dalam kritik sastra feminisme.
Analisis novel dengan kritik sastra feminis berhubungan dengan konsep membaca sebagai perempuan, karena selama ini seolah-olah karya sastra ditujukan kepada pembaca laki-laki, dengan kritik ini muncullah pembaharuan adanya pengakuan akan adanya pembaca perempuan. Hal ini dapat dikatakan untuk mengurangi prasangka gender dalam sastra.
Kritik sastra feminis menurut Yoder (dalarn Sugihastuti dan Suharto, 2002: 5) diibaratkan quilt yang dijahit dan dibentuk dari potongan kain persegi pada bagian bawah dilapisi dengan kain lembut. Metafora ini mengibaratkan bahwa kritik sastra feminis diibaratkan sebagai alas yang kuat untuk menyatukan pendirian bahwa seorang perempuan dapat sadar membaca karya sastra sebagai perempuan.
Djajanegara berpendapat kritik ini melibatkan perempuan, khususnya feminis, sebagai pembaca. Yang menjadi pusat perhatian pembaca adalah penggambaran perempuan serta stereotipe perempuan dalam suatu karya sastra (dalam http: jurnal-humaniora. ugm. ac. id).
Kritik sastra feminis adalah studi sastra yang mengarahkan fokus analisisnya pada perempuan. Djananegara berpendapat bahwa kajian feminisme adalah salah satu kajian sastra yang mendasarkan pada pandangan feminisme yang menginginkan adanya keadilan dalam memandang eksistensi perempuan (Wiyatmi, 2006: 113).
Faham feminisme lahir dan mulai berkobar pada sekitar akhir 1960-an di Barat, dengan beberapa faktor penting yang mempengaruhinya. Gerakan ini mempenganihi banyak segi kehidupan dan mempengaruhi setiap aspek kehidupan perempuan (Sugihastuti dan Suharto, 2005: 6).
Feminisme lahir dengan tujuan mencari keseimbangan antara laki-laki dengan perempuan. Feminisme merupakan gerakan perempuan untuk menolak sesuatu yang dimarginalisasikan, direndahkan, dinomorduakan, dan disubordinasikan oleh kebudayaan, sosial, balk dalam bidang publik maupun bidang domestik. Dengan lahirnya gerakan feminisme ini, masyarakat mulai terbuka dan sadar akan kedudukan perempuan yang inferior.
Gerakan feminisme barat yang diwarnai oleh tuntutan kebebasan dan persamaan hak agar pars perempuan dapat menyarnai laki-laki dalam bidang sosial, ekonomi, pendidikan, dan kekuasaan politik. Mini telah banyak perempuan yang masuk kedunia maskulin dan berkiprah bersama-sama laid-laid. Sehingga banyak orang awam melabel feminisme dengan negatif. Kata feminis selalu dilekatkan dengan berbagai stereotipe negatif, misalnya perempuan yang dominan; menuntut, galak, mencari masalah, berpenampilan buruk, tidak menyukai laid-laki, lesbian, perawan tua (lajang), sesat, sekuler, dan sebagainya. Label negatif ini tidak hanya diberikan oleh laki-laki, namun juga kaum perempuan sendiri.
Hal itu sependapat dengan Mansour Fakih (2007: 78) pada umumnya orang berperasan bahwa feminisme adalah gerakan pemberontakan terhadap kaum laki-laki, upaya melawan pranata yang ada, misalnya institusi rumah tangga, perkawinan, maupun usaha pemberontakan perempuan untuk mengingkari apa yang disebut kodrat. Dengan kesalahpahatnan seperti itu maka feminisme kurang mendapat tempat di kalangan kaum wanita sendiri, bahkan secara umum ditolak oleh masyarakat.
Tujuan inti pendekatan feminisme menurut Djajanegara adalah meningkatkan kedudukan dan derajat perempuan agar sama atau sejajar dengan kedudukan serta derajat laki-laki. Perjuangan untuk meneapai tujuan ini menecakup beberapa cara, termasuk melalui bidang sastra.
Karya sastra yang bernuasa feminis menurut Suwardi Endaswara (2008: 146) dengan sendirinya akan bergerak pada emansipasi, kegiatan akhir. dari perjuangan feminis adalah persamaan derajat, yang hendak mendudukkan perempuan tidak sebagai objek. Maka kajian feminis sastra tetap memperhatikan masalah gender.
Feminisme adalah sebuah pahan yang berusaha memahami ketertindasan terhadap perempuan, dan mencari upaya bagaimana mengatasi ketertindasan itu. Oleh karena itu, seorang feminis adalah seseorang yang berusaha memahami posisi terhadap perempuan dan berupaya mengatasinya.
Menurut Nani Tuloli (2000: 89) pada umumnya semua karya sastra yang menampilkan tokoh perempuan, baik dalam ragam fiksi maupun puisi dapat dikaji dengan pendekatan feminisme. Yang dikaji dalam hubungan dengan tokoh perempuan adalah: (a) peranan tokoh perempuan dalam karya sastra itu baik sebagai tokoh protagonis maupun tokoh antagonis, atau tokoh bawahan; (b) hubungan tokoh perempuan dengan tokoh-tokoh lainnya yaitu’tokoh clan tokoh perempuan lain; (c) perwatakan tokoh perempuan, cita-citanya, tingkah lakunya, perkataannya, dan pandangannya tentang dunia dan kehidupan; (d) sikap penulis pengarang perempuan dan pengarang laki-laki terhadap tokoh perempuan.
Kritik sastra feminis bukan berarti kritik tentang perempuan atau mengkritik perempuan, kritik sastra feminis adalah kritikus memandang dengan penuh kesadaran bahwa ada dua jenis kelamin yang berhubungan dengan budaya, sastra, dan kehidupan (Muhammad Nurrahmat Wirjosutedjo dan Rachmat Djoko Pradopo, 2004).
Menulis sebuah teks yang berperspektif feminis bukanlah berbicara mengenai moral (yang sengaja dibangun dengan wacana sosial yang berperspektif patriarki) namun lebih pada berpijak pada penyuaraan terhadap perempuan, pemberian ruang terhadap perempuan untuk menyuarakan keinginannya, kebutuhan, haknya, serta statusnya sehingga is mampu menjadi subyek dalam kehidupannya (http://www.Suara karya.online.com)
Banyak kaum perempuan yang menerima ketidakadilan gender tersebut dengan wajar karena merupakan suatu takdir. Sebagai akibat dan sikap yang menerima keadaan ini, struktur sosial yang timpang ini akhirnya tidak hanya terus menerus dimitoskan oleh laki-laki, tetapi juga oleh perempuan. Hal tersebut juga berlaku pada kaum perempuan yang memiliki akses kekuasaan yang lebih tinggi.
Kelompok perempuan ini sering menempatkan perempuan sebagai subordinat. Berdasarkan pengalamannya memiliki pekerja perempuan itu lebih menguntungkan. Karena mereka rajin, telaten, tidak banyak tuntutan dan mempunyai loyalitas tinggi.
Persamaan hak yang sekarang digaungkan itu lama-kelamaan akan menimbulkan keadaan-keadan yang tidak cocok dengan kodratnya perempuan, lama kelamaan mereka bukan hanya meminta haknya saja tetapi persamaan dalam setiap hak. Misalnya dalam berpakaian dan bergaya. Inilah gambaran realita yang sekarang. jangan lupa tubuh perempuan itu berbeda sekali dengan tubuh laki-laki karena perbedaan itu berhubungan dengan kodrat perempuan. Kodrat perempuan adalah sebagai ibu. Dalam kedudukan itu perempuan adalah berdiri sejajar dan bersarnaan derajat dengan laki-laki misalnya dalam bidang pendidikan dan lain sebagainya.
Dalam kritik sastra feminis menurut Sugihastuti dan Suharto (2005: 23) bahwa konsep-konsep gender digunakan sebagai dasar analisis. Ada lima konsep analisis gender. Pertama, perbedaan gender ialah perbedaan dari atribut-atribut sosial, karakteristik, perilaku, penampilan, cara berpakaian, peranan. Kedua, kesenjangan gender ialah perbedaan dalam hak berpolitik, memberikan suara, bersikap antara laki-laki dan perempuan. Ketiga, genderzation ialah pengacauan konsep pada upaya menempatkan jenis kelarnin pada pusat perhatian identitas diri dan pandangan dari dan terhadap orang lain. Keempat, identitas gender ialah gambaran tentang jenis kelaxn.in yang seharusnya dimiliki dan ditampilkan oleh tokoh yang bersangkutan. Kelima, gender role ialah peranan perempuan atau laki yang diaplikasikan secara nyata.
Selain itu menurut Rutven (dalam Muhammad Nurachmat Wirjosutedjo dan Rachmat Djoko Pradopo ,2004) bahwa kritik sastra feminis antara lain menelusuri bagaimana perempuan direpresentasikan, bagaimana teks terwujud dengan relasi gender dan perbedaan sosial. Selain itu, kritik sastra feminis membicarakan bagaimana perempuan dilukiskan dan bagaimana potensi yang dimiliki perempuan di tengah kekuasaan partriarkhi dalam karya sastra.
Dan paparan di depan dapatlah disimpulkan bahwa feminisme adalah gerakan persamaan antara laki-laki dan perempuan di segala bidang baik politik, ekonomi, pendidikan, sosial dan kegiatan terorganisasi yang mempertahankan hak­-hak serta kepentingan perempuan.
B.     Identitas Buku
1.       Judul buku : Pada Sebuah Kapal
2.      Pengarang : N.H. Dini
3.      Penerbit : PT.Gramedia Pustaka Utama
4.      Jumlah halaman : 352 halama
C.    Sinopsis
Dalam novel ini diceritakan tentang keadaan sebuah rumah tangga yang berada di ambang perceraian. Perselingkuhan yang dilakukan istri, komunikasi yang macet, adalah penyebab persoalan itu. 
Dengan keteguhan hati dan keangkuhannya, sang suami berupaya mempertahankan rumah tangga mereka meski ia selalu diberondong oleh tuntutan cerai istrinya. Sementara istrinya terus meneruskan perselingkuhannya dengan lelaki yang juga sedang menghadapi persoalan yang sama: tidak bahagia dalam rumah tangganya.
Novel ini terbagi menjadi dua bagian. Bagan pertama bertajuk: PENARI, bersudut pandang orang pertama (akuan) sertaan tokoh SRI, sedang bagian kedua berjudul PELAUT, tetap menggunakan sudut pandang akuan sertaan tetapi tokoh yang bercerita adalah MICHEL.
Sri adalah seorang gadis yang lincah, aktif, dan ramah. Ia seorang penari yang bekerja sebagai penyiar di Radio Republik Indonesia (RRI) di daerah Semarang. Kemudian ia melamar menjadi seorang pramugari. Sejauh ini perjalanannya mengikuti seleksi berjalan lancer hingga ia harus menjalani seleksi lanjut di Jakarta. Namun sayang, proses seleksi yang diikutinya harus terhenti karena ia tidak lolos ketika menjalani tes kesehatan. Betapa kecewa hatinya.
            Secara kebetulan, Sri mendapat tawaran menjadi seorang wartawan di sebuah majalah, tetapi ditolaknya tawaran itu karena ia lebih tertarik menjadi penyiar RRI di Jakarta. Di sela-sela menjadi penyiar itulah Sri masih meneruskan kegemarannya menari. Berbagai undangan menari ia hadiri, bahkan pernah pula ia diundang menari ke istana Negara. Tujuh bulan ia menjadi penyiar di Jakarta tepat saat itu ibunya yang tinggal di Semarang meninggal dunia.
Berbekal keramahan dan kelincahannya, Sri banyak menarik perhatian pemuda-pemuda di Jakarta. Di antara sekian banyak pemuda yang menyatakan cinta, Sri hanya menjatuhkan pilihan pada seorang pemuda bernama Saputro. Saputro adalah seorang pilot. Hubungan kasih mereka tampaknya sangat serius dan mereka merencanakan untuk segera menikah. Namun apa mau dikata, Saputro dikabarkan mengalami kecelakaan pesawat ketika terbang.
Begitulah kegagalan membangun rumah tangga bersama Saputra membawa Sri pergi ke Yogyakarta. Lelaki berikutnya yang mencoba mendekatinya antara lain: Yus – seorang pelukis, Carl – orang asing yang bertugas mendampingi mahasiswa. Namun kedua orang itu tidak dapat membuat Sri melupakan bayangan Saputro.
Adalah seorang diplomat Perancis bernama Charles Vincent. Lelaki inilah yang kemudian dapat mencairkan kebekuan hati Sri. Sikapnya yang lembut, perhatian membuat Sri secara serius menjalin hubungan dengan lelaki itu. Meski keluarga Sri tidak sepakat, Sri tetap menikah dengan Vincent.
            Apa yang dinasihatkan keluarganya ternyata benar-benar terjadi. Setelah menikah sikap Vincent berubah. Ia bukan lagi seorang lelaki yang lembut dan berperhatian, tetapi berubah menjadi lelaki yang egois, kasar, dan tidak mau mengalah. Pernikahan Sri dengan Vincent sangat tidak bahagia. Pertengkaran hampir setiap hari terjadi. Pertengkaran itu berlanjut terus hingga kelahiran anak pertama mereka.
            Anggapan Sri akan perbakan rumah tangganya setelah anak pertama mereka lahir ternyata salah. Pertengkaran tetap terus terjadi. Ketidakcocokan ini sangat tampak ketika mereka mengadakan perjalanan ke Perancis. Vincent mendapat cuti, maka mereka berkeinginan pulang ke Perancis. Apa yang terjadi? Perjalan ke Perancis suami istri ini dilakukan dengan sangat aneh. Sang suami dan anaknya pergi ke Perancis dengan naik pesawat, sementara Sri, sang istri melakukan perjalanan dengan kapal laut.
            Perjalanan dengan kapal inilah awal terjadinya perselingkuhan yang dilakukan Sri. Di atas kapal itu Sri berkenalan dengan seorang pelaut bernama Michel Dubanton. Michel adalah lelaki Perancis. Karena perjalanan dengan kapal menuju Perancis cukup memakan waktu, maka sharinglah dua orang – lelaki dan wanita ini untuk mengusir kejenuhan.
Sri menceritakan perkawinannya dengan Vincent yang tidak bahagia, sementara Michel juga menceritakan kehidupan rumah tangganya bersama Nicole yang selalu diliputi rasa cemburu berlebihan. Dua orang yang mengalami persoalan rumah tangga, bertemu pada sebuah kapal dalam perjalanan menuju Perancis yang membutuhkan waktu cukup lama, itulah awal munculnya perselingkuhan.
            Michel, seorang pelaut yang telah berumah tangga dengan Nicole tetapi tidak merasa bahagia karena istrinya sangat pencemburu, sehingga ia tidak boleh bergaul dan dekat-dekat dengan wanita lain. Sebelum menjadi pelaut, Michel adalah seorang tentara yang pernah pergi berperang di Jerman. Perjumpaan dengan Sri yang masih cukup menarik, ramah, dan terbuka membuat Michel merasa menemukan wanita yang selama ini ia rindukan. 
Sementara dari pihak Sri, Michel adalah sosok lelaki yang romantis, lembut, dan sangat perhatian sebagaimana ia idamkan selama ini. Sri jatuh cinta pada Michel, pun Michel jatuh hati pada Sri. Di atas kapal itu, perbuatan layaknya suami istri mereka lakukan berkali-kali tanpa ada rasa bersalah diantara keduanya.
            Sesampai di Perancis, Sri yang telah menemukan sosok Michel lelaki yang sangat diidam-idamkan, selalu membandingkan suaminya, Vincent dengan Michel. Segeralah ia dengan gampang membuat perbedaan yang sangat menyolok diantara keduanya. Secara diam-diam, Sri dan Michel tetap menjalin hubungan secara sembunyisembunyi. Hubungan mereka pun berlanjut saat Vincent ditugaskan ke Jepang.
            Kehidupan rumah tangga Sri di Jepang tidak kunjung membaik hinga akhirnya Sri mengajukan cerai pada Vincent. Namun gugatan Sri ini tidak ditanggapi oleh suaminya. Akibatnya, perselingkuanan Sri dengan Michel semakin menjadi-jadi. Bahkan Michel memohon kepada atasannya untuk dipindahtugaskan ke Jepang agar ia bisa selalu dekat dengan Sri.
            Selesai bertugas di Jepang, Vincent kembali bertugas ke Perancis. Mchel pun meminta pada atasanyya agar membatalkan tugasnya di Yokohama dan diganti dengan tugas sebagai pelaut di daerah pelayaran Perancis. Begitulah perjumpaan dan perselingkuhan antara Sri dengan Michel semakin menjadi-jadi.

D.    Analisis Novel Berdasarkan Pendekatan Feminism
Pertama, terlihat pada sosok Sri (tokoh utama) yang mencerminkan keinginan seorang perempuan untuk bisa menjadi dirinya sendiri dan hidup mandiri. Keinginan untuk mandiri tentu saja harus didukung dengan pengetahuan, begitulah yang dilakukan oleh tokoh Sri.
  – Inilah yang terutama mendorongku buat tekun mempelajari segala sesuatu yang   sealiran dengan zaman untuk tetap menjadi pemegang utama ruangan-ruangan yang bersifat kewanitaan.

Kedua, Tokoh Sri yang berwatak lembut namun dalam hal-hal tertentu terlihat keras merupakan perpaduan dua sifat yang sangat menakjubkan. Bagaimana kelembutan seorang wanita yang digambarkan dengan kegemaran dan kebiasaannya menari ternyata bisa melakukan pemberontakan kecil yang hasilnya maha dasyat.
– Tetapi ia tak perlu memberitahuku segala sesuatu sampai kepada hal-hal kecil, yang paling remeh seolah-olah aku ini orang bodoh yang tidak tahu sama sekali cara-cara hidup moderen.
– “…karena kau tidak pernah memberiku kesempatan untuk mengucapkan pikiranku sendiri!” jawabku dengan cepat. “Dan setelah kau lihat pekerjaanku, tidak perlu kau bertanya apakah ada orang lain yang membantuku.”

Ketiga, hal positif  lainnya dalam novel PSK adalah gambaran kemampuan seorang wanita berbuat/memutuskan jalan hidupnya sendiri dengan kebulatan tekad.
– Setiap orang mempunyai watak sendiri-sendiri untuk menanggapi suasana  sekitarnya.
–  Aku banyak memikirkan kehidupan yang telah kupilih.
Sisi negatif dari emansipasi wanita tidak dapat dihindari dan NH. Dini secara halus melukiskannya dalam novel PSK. Adapun sisi negatif ini terlihat dengan adanya keinginan untuk memperoleh kebebasan yang sama dengan seorang pria sampai pada cara pemenuhan kebutuhan biologis menurut caranya sendiri. Kalau selama ini sex bebas yang dilakukan pria baik yang tertutup maupun yang terang-terangan mendapat pertentangan dari berbagai pihak, apalagi dengan wanita yang selama ini dikenal memiliki perasaan malu yang cukup besar.
Walaupun ada usaha pembenaran NH.Dini atas penyimpangan yang dilakukan tokoh karena mungkin ia sendiri adalah seorang wanita dan ingin membela apa yang diperbuat kaumnya. Namun pembelaan itu sendiri sebenarnya merupakan cerminan dari rasa malu mengakui bahwa perbuatan sang tokoh memang tidak benar, di sinilah letak keunikan NH. Dini atas sisi negatif dari emansipasi wanita.
– Aku mencintainya. Biar dia tidur dengan wanita manapun.
– Tapi aku tak bisa menipu diriku lagi. Dada yang penuh dan birahi terpendam merangsangku untuk bekata yang sebenarnya. Dalam kamarnya yang temaram aku menerimanya menyelinap dalam kehangatan tubuhku.

Hal lain yang menunjukkan sisi negatif dari novel PSK adalah adanya kenyataan yang memang sulit dipungkiri, kadang-kadang wanita (sebenarnya tidak hanya wanita), yang ingin mengembangkan diri terlihat terlalu mementingkan materi dan dunianya sendiri. Sehingga untuk tingkatan yang lebih serius ia terkesan egois dan mementingkan dirinya sendiri, tragisnya lagi sosok seperti ini bisa menghilangkan sisi keibuan dari wanita yang lembut sekalipun.
– Sehari-hari aku hanya berpikir bagaimana caranya bisa mendapat uang yang lebih dari gaji yang kuterima tiap bulan.
 – ”Kau hanya memikirkan hasil keduniaannya saja,” kata Yus kemudian.
 – ”Aku tidak peduli apakah kau percaya atau tidak. Bagiku anakku akan menjadi penghambat yang besar kalau aku harus bekerja mencari nafkah di Eropah … kau selalu berkata bahwa aku tidak akan bisa mengerjakan sesuatu apapun di negerimu. Tetapi aku akan mencoba dan aku akan membuktikan bahwa aku juga sanggup mencari kehidupan di negeri itu sebagaimana orang-oarang sana.”

Selain kalimat-kalimat yang secara jelas menunjukkan sisi positif dan sisi negatif emansipasi wanita dalam novel PSK, ada juga kalimat-kalimat yang bias diantara keduanya. Misalnya dalam hal yang berkaitan dengan keberanian seorang wanita mengemukakan pendapat.
–          ”Aku juga tidak peduli apakah itu menarik hatimu atau tidak.”…
–          Aku mengangkat muka dan menatapnya. Sejenak hendak kukeluarkan semua isi hatiku, segala kemualan perasaanku terhadapnya.
–          ”Aku akan mengatakan apa sebabnya akau berteriak sedemikian rupa di depan orang-orang lain. Ialah karena aku sudah bosan. …”

Dari sisi positif cuplikan di atas mampu menunjukkan keberanian sekaligus kebebasan wanita mengungkapkan pendapat/isi hatinya. Dengan cara seperti ini kebanyakan orang percaya bahwa wanita bisa lebih maju. Namun, di sisi negatif cuplikan di atas menunjukkan ketidaksopanan bahkan mungkin bisa dikatakan pembangkangan seorang istri kepada suaminya. Tokoh Sri yang digambarkan sebagai sosok yang lembut ternyata demi kebebasannya mampu berkata keras dan kasar, bahkan sambil menatap suaminya.
Kami tinggal di kampung, tetapi ibuku tidak mau kalau anak-anaknya dipengaruhi oleh sikap dan ajaran orang-orang biasa. Baginya seorang anak perempuan adalah wakil dari kehalusan, kesucian dan keindahan. (Hal 14)

Kutipan teks ini menceritakan mengenai ibu dari tokoh utama wanita yang tidak ingin anak perempuannya bermain dengan teman-teman yang tidak sesuai dengan ajarannya, yaitu cara pandang yang tradisional. Kutipan teks ini menggambarkan bahwa ibu dari tokoh utama wanita ingin mendidik anak-anaknya dengan caranya sendiri, yaitu memberikan pendidikan yang berbeda terhadap anak perempuannya. Hal ini terlihat dari didikannya terhadap putrinya yaitu: seorang anak perempuan adalah wakil dari kehalusan, kesucian dan keindahan.

. Aku berangkat dan meninggalkan pekerjaan selama tiga hari atas persetujuan dari kepala bagianku. Di dalam jip aku tidak mengeluarkan suara. Apakah hal itu kuceritakan kepada Budi sebagai pengaduan? Tidak. Dia hanya akan berpikir: perempuan tidak dapat bekerja tanpa pertengkaran-pertengkaran remeh yang menyialkan nasib. Jadi aku diam saja. (Hal 49)

Kutipan teks ini menceritakan bahwa Sri memiliki teman bernama Budi yang tidak menyukai pekerjaannya. Hal ini terlihat dari pikiran Sri akan jawaban yang diberikan Budi jika dia menceritakan masalah pekerjaan: Dia hanya akan berpikir: perempuan tidak dapat bekerja
tanpa pertengkaran-pertengkaran remeh yang menyialkan nasib., pada kutipan ini terlihat bahwa tokoh Budi merupakan tokoh yang tidak menyukai wanita yang bekerja.
Kutipan teks novel Pada Sebuah Kapal
Waktu senggangku kupergunakan untuk membaca buku-buku cerita berbahasa Inggris yang terdapat di dua perpustakaan di kotaku. Bagiku ini merupakan satu-satunya jalan untuk mengenal bahasa yang semakin menjadi penting bagi orang-orang yang menginginkan kemajuan di segala lapangan. (Hal 19)
 Pada novel Pada Sebuah Kapal keinginan tokoh utama wanita belajar agar ia dapat maju di segala lapangan pekerjaan,
Kutipan teks novel Pada Sebuah Kapal
“Aku sehat, aku bekerja dan ingin terus menari. Tapi tidak hendak sampai di sini saja. Aku telah diajar Sutopo untuk memiliki sesuatu, untuk maju di suatu lapangan. Sebagai penyiar aku tidak bisa maju lagi. Tapi sebagai penari.”

“Di negeri ini orang tidak akan menghargainya,” katanya perlahan. Aku tersinggung. (Hal 51)
 teks ini yakni kurangnya kesempatan bagi waniita untuk bekerja. Kurangnya kesempatan itu disebabkan oleh pelarangan yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu seperti keluarga dan masyarakat sekitar. Perlarangan yang terjadi pada tokoh utama dalam kedua novel tersebut tersebut karena rasa ketidakpercayaan terhadap kemampuan dan kapasitas seorang wanita.

Kutipan teks novel Pada Sebuah Kapal
Yang utama bergembira. Kalimat ini kemudian tinggal tergaris dalam ingatanku. Memang di sanalah aku belajar bergembira, untuk mengiring setiap kerja dari pandangan dengan ketenangan yang agung. Aku mulai bisa berbicara. Aku mulai bisa mengemukakan pendapat di depan segerombolan kawanku. Dan bahkan setahun kemudian aku berani menerima tanggung jawab guru tari, yang kadang-kadang tidak datang, untuk mengajar kelas di bawahku. Ini merupakan satu kebaruan bagiku. Aku mulai melihat hidup ketelitian yang lain. (Hal 17)

Kutipan teks tersebut terdapat perbedaan yakni: pada kutipan teks novel Pada Sebuah Kapal dalam bidang pendidikan tokoh aku (Sri) tidak mendapat halangan dari lingkungannya. tokoh aku pada novel Pada Sebuah Kapal memiliki kesempatan belajar dan melatih dirinya untuk dapat bersaing..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MUH. RIDHO S

#TugasIndividu ANALISIS NOVEL RADEN MANDASIA SI PENCURI DAGING SAPI BERDASARKAN PENDEKATAN RESEPSI SASTRA Landasan Teori Secara d...