#cerpen
AMOR (mi mama)
Desember 2013, salju pertama di
musim dingin telah menampakkan kelembutannya yang menyengat kulit sejak
semalam, meskipun sudah hampir tujuh tahun tinggal di kota kelahiran sang mama,
Milea tak pernah bisa beradabtasi dengan musim yang satu ini, bahkan ia pernah
mengutuk musim dingin ini, baginya bagaimana bisa ada seseorang begitu mendamba
musim ini bahkan ada yang beranggapan salah satu musim terromantis ialah saat
musim dingin seperti saat ini.
Gadis berambut hitam pekat panjang
itu berjalan menyusuri terotoar, asap tak henti-hentinya keluar dari kedua
lubang hidungnya, bahkan saat berbicarapun seolah gadis itu sedang merokok.
Dengan merapatkan mantel musim dingin yang ia kenakan, ia terus berjalan pulang
ke rumahnya, niat awal ingin berlatih motocross
di salah satu sirkuit sepupunya gagal total dan lagi-lagi ini semua karena
benda lembut berwarna putih yang jatuh dari langit sejak semalam “salju sialan
ihh” geram Milea bahkan sangking geramnya ia menedang salju yang menupuk di
jalan itu.
“aku pulang” Milea membuka pintu
rumah, menggantung matel musim dinginnya pada gantungan disebelah kanan pintu
kediamannya, gadis itu menghembuskan nafas dengan kasar, seperti biasa jam
segini dia ditinggal sendiri di rumah. Seperti biasa sang mama harus bekerja,
yah semenjak bercerai dari ayah Milea sang mama tak menikah lagi sehingga
segala kebutuhan hidup harus ditanggung sendiri olehnya, walaupun baru tujuh
tahun terakhir sang mama baru bisa kembali merasakan hidup bersama anak semata
wayangnya, awalnya Milea kecil ikut bersama sang ayah pulang kembali ke Negara
kelahiran sang ayah setelah perceraian kedua orang tuanya, sampai beranjak SMP
gadis itu mulai paham kenapa sang mama dan sang ayah tak hidup bersama, atau
kenapa saat dulu Milea bersama sang mama sang ayah tak ada, begitupun saat ia
bersama sang ayah sang mama tak ada. Sampai saat beranjak SMA Milea bertekad
ingin bersekolah di luar negri, namun belum sempat niat itu terlaksana sang
ayah meninggal dunia akibat sakit jantung kronis yang dideritanya sejak dulu.
Setelah sebulan kematian sang ayah,
dan setelah menerima begitu banyak bujukan dari sang mama akhirnya Milea
memutuskan untuk ikut bersama sang mama, walaupun saat itu ia masih setengah
hati meninggalkan Indonesia Negara kelahiran sang ayah. Gadis itu melanjutkan
SMA sampai perguruan tinggi di Negara kelahiran sang mama, tepatnya di Cervera
Spanyol, yah sang mama lahir dan besar di sana sedangkan sang ayah berdarah
Indonesia asli. Gadis ini baru beberapa bulan yang lalu menyelesaikan jenjang
pendidikan psikologi S1-nya.
Milea melangkahkan kakinya kedapur
seperti biasa kala sang mama bekerja dialah yang harus memasak untuk dirinya
dan sang mama karena biasanya sang mama akan pulang hanya untuk sekedar makan
siang bersama Milea. Milea bersyukur sang mama sebisa mungkin berusaha membuat
dirinya merasakan tak keesepian, bahkan saat bulan lalu Milea memita izin untuk
ikut club motocross dengan setengah
hati sang mama memberinya izin, ia melihat putrinya itu begitu ingin untuk
masuk ke dalam club motocross itu, lagipula
ia sedikit lega saat tahu Nathan sang keponakan juga ada di club motocross yang sama dengan yang Milea
ingin masuki tesebut.
Milea mengikat rambutnya dan mulai
mengeluarkan bahan-bahan untuk memasak salah satu masakan kegermaran sang mama
yaitu Paella de arroz, jujur saja
bahkan walau sudah menetap di Negara kelahiran sang mama selama kurang lebih
tujuh tahun, milea masih tetap merasa aneh dengan nama makan-makanan di sana.
Oh iya untuk informasi saja, Paella de arroz bentuknya sekilas hampir
mirip dengan salah satu makanan khas Indonesia, yaitu nasi kuning tetapi tentu
saja rasa dan cara pembuatannya sangat berbeda jauh, bagi Milea Paella de arroz
yang baru dicicipinya saat itu memiliki rasa yang unik dilidahnya yang sejak
kecil terbiasa dengan makanan khas indonesia.
“anak mama makin jago yah masak
masakan khas di sini” puji sang mama setelah menghabiskan masakan sang putri
tercinta, Milea hanya tersenyum menanggapi pujian sang mama. Ia bersyukur
setidaknya ia mampu membahagiakan sang mama dengan masakan hasil buatannya
sendiri, jujur saja selama ini Milea merasa bersalah karena meninggalkan sang
mama yang hidup sendirian sementara ia dan sang ayah saat di Indonesia hidup
dengan “bahagia” bersama istri sang ayah.
“kalau mama suka Lea bisa kok buatin
untuk mama setiap hari jadi kalau mama pulang kantor nggak perluh masak makan
malam lagi, biar Lea aja”
Sang
mama tersenyum digenggamnya tangan kanan putrinya yang berada diatas meja
“nggak perlu sayang, mama masih sanggup kok, lagian kasihankan Lea-nya mama”
sang mama mengecup tangan putrinya itu, membuat Milea berusaha sekuat tenaga
menahan tangisnya.
“Lea besok mama harus ke singapura,
ada rapat yang harus mama hadiri di sana, kamu mama titipin ke kak Nathan dan
kak Cherry aja yah”
“Lea
ikutkan?” Tanya Lea
Sang
mama tersenyum “kali ini Lea nggak bisa ikut yah” sang mama berusaha memberikan
pengertian pada putrinya
Lea
menatap sang mama lalu mengangguk “berapa lama?”
“kurang
lebih sebulan sayang, kamu nggak apa-apakan mama tinggal?”. Sekali lagi Milea
hanya mengngguk lalu semakin mengeratkat pelukannya pada sang mama, seperti
sejak awal kepindahan Milea tujuh tahun silam setiap setelah makan mereka akan
menonton TV bersama dan dengan sendirinya sikap manja gadis itu keluar, ia
selalu duduk disebelah sang mama dan memeluknya dengan begitu erat, bahkan
kadang kala ia sampai tertidur tanpa ia sadari.
“morning
Lea”
“loh
kak Cherry? Kok pagi-pagi gini udah di sini?”
“nih
minum” Cherry memberikan segelas susu rasa vanilla kesukaan Lea pada gadis itu.
“mama
kamu tadi subuh hubungin kak Nathan suruh kami ke sini karena harus berangkat
subuh tadi ke Singapura
“jadi
mama udah berangkat?dan Lea nggak dikasih tahu?” Milea meletakkan kembali gelas
itu ke atas meja.
“lea
mau hubungin mama duluh” Milea pergi kembali ke kamarnya untuk menghubungi sang
mama.
”dasar Lea” natan hanya bisa menghembuskan
nafas berat melihat kelakuan adik sepupunya itu, memang sejak pindah ke sini
Lea tak pernah berpisah lama dari mamanya, bahkan Dinas keluar kota ataupun
keluarga negri biasanya Lea selalu ikut, tapi kali ini Natan sedikit heran
kenapa sang tante menitipkan Lea kepadanya dan Cherry.
Di dalam kamar Lea tampak bete ini sudah panggilan ke Sembilan
tapi sang mama tak kunjung mengangkat telponnya “ihhh mama sesibuk apa sih
sampai nggak ngangkat telpon Lea” gerutu Lea yang mulai kesal.
Dengan
masih sedikit kesal Lea bangkit dari tempat menyambar handuk yang tergantung di
belakang pintu dan segera berlalu kekamar mandi, ia berusaha berpikir positif
mungkin memang sang mama sangat sibuk. Lea tak bisa berlama-lama marah kepada
sang mama karena ia berpikir bagaimanapun ini semua mamanya lakukan demi Lea
demi masa depannya, dia tak ingin berlaku egois karena selama ini mamanya sudah
banyak berkorban untuknya.
“papa
Lea kangen papa” gumamnya sebelum menutup pintu kamar mandi.
“baik
pa, Nathan akan jagain Lea, tapi tante Sarah baik-baik ajakan?”
……..
“yaudah
pa, salam sama tante Sara” klikkkk, Natan mematiakan sambungan teleponnya.
“gimana
apa kata papa?” Tanya Cherry pada sang suami
“tan…”
“mama
kenapa kak?” tiba-tiba Lea datang menghentikan ucapan Nathan
Natan
terkejut melihat kehadiran adik sepupunya itu, namun dengan cepat ia mengubah
mimic wajahnya yang sedikit kaget menjadi biasa-biasa saja.
“eh
Lea sini sayang” Nathan memanggil Lea
“mama
kenapa?” tembak Lea langsung saat dirinya sudah duduk di hadapan Nathan dan
Cherry.
Nathan
bangkit dari sofa yang ia duduki, ia mengitari meja di hadapannya dan kini
duduk di sebelah Lea “mama kamu nggak kenapa-kenapa, Cuma sedikit lelah, jadi
drop”
“Lea
mau lihat mama” Lea bangkit dari duduknya, tapi Nathan mencegahnya
“Lea
dengerin kakak tante Sarah baik-baik aja, kata papa kakak sebentar lagi tante
Sarah pasti bakalan hubungin Lea”
“bener?”Tanya
Lea tak yakin
Nathan
tersenyum “ iya sayang, Lea percayakan sama kakak?” Lea mengangguk, Nathan
meraih adik sepupunya itu kedalam dekpannya.
“maafin kakak Lea”
batin Nathan.
Malam menjelang Sarah baru sempat
menghubungi sang putrid setelah berdebat dengan sang kakak yang tak lain adalah
ayah Nathan.
“hallo
anak mama” Sarah menyapa Lea saat panggilannya telah tersambung
“mama
kok baru hubungin Lea, Lea kangen mama, mama jahat pergi nggak bangunin Lea”
Sarah
tersenyum dengan hati yang terasa tercabik mendengar suara sengau anaknya di
seberang sana “Lea-nya mama kok nangis?ihhh jangan nangis dong nanti cantiknya
hilang” Sarah berusaha menghibur sang anak
“eh
iya mama denger tadi kamu di ajak kenalan yah ama cowok di club motocross kak Nathan” goda Sarah
“ihhh
mama nggak” serga Lea malu, Sarah hanya tersenyum ia membayangkan wajah anaknya
saat ini bersemu merah di sana
“ciee
anak mama udah besar”
“ihhhh
mama apaan sih”
“siapa
namanya sayang” Sarah makin menggoda Lea
“mama
ihhh berhenti godain Lea, dia Cuma temen tadi kak Nathan nyuruh aku latihan ama
dia, dia juga teman kak Nathan”
“Lea
dengerin mama, mama seneng kalau kamu udah nemuin orang yang tepat Nathan juga
bilang dia anaknya baik dan bertanggung jawab, mama senang sayang untuk kamu,
mama legah setidaknya walaupun belum bertemu dengannya mama sudah yakin dia
bisa menggantikan tugas papa ataupun mama untuk jagain kamu, kamu harus bahagia
nak, Lea harta mama yang paling berharga” Sarah menghela nafas sejenak
“Lea
itu princess mama sama papa, maafin
mama selama ini tidak bisa berada di dekat Lea, tapi yang Lea harus tahu mama
bahagia bisa melahirkan malaikat seperti Lea, mama bahagia tujuh tahun ini Lea
kembali kepelukan mama, Lea harus bahagia yah nak harus jadi anak yang kuat,
Lea harus ingat mama sayang banget sama Lea, nanti kalau mama ketemu ama Tuhan
mama mau berterima kasih karena Dia sudah berbaik hati mau menitipkan
malaikatnya yang cantik kepada mama” Sarah mendengar isak tangis putrinya di
ujung sana
“kok
Lea nangis nak?”
“mama
jangan ngomong seolah-olah mama mau ninggalin Lea, mama nggak boleh ngomong
gitu, mama itu kenapa sih? Lea nggak suka mama ngomong seolah-olah mama bakalan
pergi nemuin Tuhan” kesal Lea lalu mematikan sambungannya secara sepihak.
Sarah
terisak, mana sanggup ia meninggalkan anak sematawayangnya itu, bahkan kalau
boleh membuat permohonan sarah ingin Tuhan berbaik hati memberinya lebih lama
waktu untuk bersama dengan putrinya itu.
“sudahlah
Sarah kau harus istrahat” rossie yang tak lain adalah kakak iparnya berusaha
menenangkan Sarah, banyak pikiran dapat memperburuk keadaanya.
`Sudah
sebualan Sarah di singapura, pagi tadi dengan semangatnya Lea mendekor rumah
untuk menyambut kepulangan sarah, Nathan Cherry dan Alvaro dengan senang hati
menemani Lea mendekor, bahkan Alvaro yang paling semangat membatu membuat Lea
beberapa kali harus tersipu malu saat di goda oleh Cherry dan Nathan.
“kakak
mama jam berapa sampainya?” Tanya Lea tak sabaran
“yah
sejam lagi paling” jawab Nathan
Tak
lama handphone Nathan bordering
“entar yah” Nathan sedikit menjauh firasatnya tak enak mendapat telepon dari
sang papa
“kenapa
pa?”
….
“kok
bisa pa?”
…..
“baik
pa Nathan akan bawa Lea ke sana secepatnya”
Klikkkkk,
Nathan mematikan sambungan teleponnya lalu menghampiri Lea, Cherry dan Alvaro
yang sedang di ruang keluarga
“kita
harus ke singapura sekarang, tolong jangan banyak tanya kenapa, sergera saja
bergegas” titah Nathan
Lea
bangkit “kenapa kak?mama baik-baik ajakan?” firasat Lea semakin tak enak
“Lea
kakak nggak bisa ngejelasin ke kamu, mending kamu cepat bergegas agar kita bisa
lebih cepat ke sana untuk mengetahui apa yang terjadi”
Sesampainya di rumah sakit mereka
berempat segerah menuju ke ruang ICU perasaan Lea semakin tak menentu, Alvaro
selalu setia menggenggam tangannya seolah berkata semua akan baik-baik saja.
“paman
antony bagaimana keadaan mama?”Tanya Lea serak
Antony
menunduk lalu menarik keponakannya itu kedalam dekapannya “ Lea sabar yah paman
tahu Lea anak yang kuat seperti mama” Antony mengecup pucuk kepala sang
keponakan
“sekarang
Lea masuk mama Lea udah nungguin di dalam”
Milea mendorong pintu putih di
hadapannya, di sana iya melihat sang mama berbaring dengan berbagai alat medis
di hadapannya bahkan mamanya lebih kurus dari sebulan lalu.
”mama”
Sarah berbalik mendengar suara bergetar sang putri, ia tersenyum dan memanggil
Lea agar mendekat kepadanya
“mama
kenapa?”Tanya Lea dengan air mata yang sudah tak dapat terbendung lagi
“eh
anak mama kok nangis” sarah menghapus air mata yang mengalir di pipi sang
putrid
“mama
kenapa gini?mama sebenarnya sakit apa?”
“kanker
otak stadium akhir” jelas Sarah seolah itu hanya sakit demam biasa
Mendengar
itu Lea semakin terisak “kenapa?... kenapa mama nggak pernah bilang ini ke
Lea?” Tanya Lea
“Lea
sayang udah” Sarah menarik sang putrid ke dalam dekapannya “bagaimana mama bisa
bilang ke Lea kalau respon Lea kayak gini, lihat Lea-nya mama menangis karena
mama, dan mama nggak mau itu” Sarah mengelus pucuk kepala sang putri.
“Lea
dengerin mama nak, apapun yang terjadi sama mama Lea harus janji Lea harus
menjadi gadis yang mandiri, Lea harus hidup bahagia, Lea jugan jangan lupa
selalu bersyukur pada Tuhan, dan yang paling penting Lea jangan lupa sama mama
ataupun papa, Lea tahukan kalau Lea itu permata mama dan papa” Lea mengangguk
dalam dekapan sang mama
“Lea
denger yah mama mau cerita, duluh mama sebelum dapetin Lea mama sempat
kehilangan kakak Lea sebanyak tiga kali, bahkan dokter udah memvonis mama nggak
bisa hamil lagi, tapi Tuhan dengan baiknya mau mengirim Lea ke dalam kehidupan
mama dan papa, walaupun sejak kecil Lea sering sakit-sakitan tapi mama yakin
malaikat mama ini kuat dan dia akan bertahan untuk mama dan papanya, menjadi
sumber kebahagiaan mama dan papanya, Lea maafin mama yah nak belum bisa menjadi
ibu yang baik untuk Lea, bahkan mungkin tidak akan bisa menjadi nenek yang baik
untuk cucu-cucu mama nanti” sarah terkekeh dalam tangisnya
“Lea
inget yang pernah papa bilang? Apapun yang terjadi di depan, baik atau buruk
itu sudah menjadi takdir kita, dan yang haru Lea ingat takdir terindah untuk
papa dan mama yaitu memiliki Lea di dalam hidup kami.
”mama
punya sesuatu untuk Lea, nanti Lea minta ke paman Antony yah, mungkin itu hadia
ulang tahun Lea yang terakhir dari mama, Lea jaga baik-baik yah nak” Lea
mengangguk tak mampu berkata-kata lagi.
“Lea
temenanin mama di sini yah nak, kali ini biarin mama tidur sambil meluk Lea
seperti yang biasa Lea lakuin”
Sarah
memejamkan matanya sambil memluk sang puti “iya ma, sekarang mama istrahat mama
sudah terlalu lelah, biarin kali ini Lea yang meluk mama, semogah pelukan Lea
bisa menjadi penghilang letih dan sakit yang mama raskan, Lea sayang sama mama,
sayang banget, terima kasih sudah mau manjadi mama yang hebat untuk Lea, kalau
mama ketemu Tuhan tolong sampaikan rasa terima kasih karena memiliki mama yang hebat seperti mama,
dan kalau mama ketemu papa di sana tolong bilangin Lea sayang ama papa, Lea
kangen sama papa, semogah mama dan papa bisa bersma di sana, Lea janji akan
jadi anak mandiri, ini adalah tangis Lea yang terakhir ma, Lea akan menjadi
wanita yang kuat seperti mama” Lea mengecup pucuk kepala sang mama bersmaan
dengan itu alat pendeteksi detak jantung itu menujukkan garis lurus pada
monitornya.
“selamat
jalan mama, mama sekarang bebas, mama sudah tak akan merasakan rasa sakit itu
lagi Quiero a la mama”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar