Kamis, 08 Juni 2017

DEWI ULFAH



 #TugasIndividu
Psikoanalisi Pada Novel Okky Madasari "ENTROK"

1. Hubungan Analisis Psikologi dengan karya Sastra
Teori psikologi banyak dikaitkan dengan karya kesastraan, khusunya untuk keperluan kajian berbagai teks kesastraan sehingga muncul istilah psikologi sastra. Sebagaimana yang dikemukakan Wallek dan Warren (1989) psikologi dalam sastra dapat dikaitkan dengan psikologi pengarang, penerapan prinsip psikologi dalam teks-teks kesasraan, dan psikologi pembaca. Psikologi pengarang terkait dengan psikologi penulisan teks kesastraan yang mau tidak mau, suka atau tidak suka pasti ada pengaruh kepribadian pengarang. Misalnya pikiran dan peraaan, fikiran atau nafsu, dan lain-lain. Sebuah karya sastra adalah “anak kandung” pengarang, maka bahwa gen pengarang menurun pada anaknya adalah sebuah keniscayaan.
Sebuah teks fiksi berisi tokoh lengkap dengan karakter dan atau kepribadian.  Sebagai represenasi seseorang, tokoh pasti memiliki kepribadian tertentu, sikap, tindakan, keinginan, dan kecendrungan berperilaku. Dalam sudut pandang ini, sikap dan perilaku tokoh tersebut musti bisa dijelaskan secara psikologis karena semuanya itu dipandang sebagai penerapan prinsip psikologi (tertentu) yang salah satunya psikonalisi Freud. Psikonalisis data digunakan untuk menjelaskan dan mengkaji siakp dan perilaku tokoh sehingga masuk akal. Dengan demikian, kajian kesastraan dengan pendekatan psikologis pertama dilakukan dengan mendata sikap, perilaku, dan tindakan tokoh-tokoh cerita dan kemudian mencoba menjelaskan hal-hal tersebut dengan prinsip psikologi yang dalam kaitan ini psikonalisis.
            Lalu kaitannya dengan cerita fiksi denga psikoanalisi dapat melalui penceritaan tokoh. Setiap karya sastra adlah gudang alam bawah sadar, suatu bentuk kontemplasi dari alam bawah sadar dari sesuatu yang mungkin diejawatahkan. Bahkan seorang Budi Derma mengatakan bahwa ketika menulis sering tidak sadar menceritakan apa dan tahu-tahu sudah jadi. Dengan demikian tidak sulit memahami bahwa apa yag dikisahkan adalah materi bawah sadar, dan karenanya dapat memunculkan perilakuapa saja yang menurut ukuran alam sadar tidak mungkin, tidak masuk akal dan tidak layak.
            Materi alam bawah sadar memberikan dorongan kuat, khusunya yang terkait dengan nafsu libido walau tidak harus selalu itu, yang karena belum tentu “layak” untuk alam sadar maka perlu pembatasan-pembatasan untuk tidak melakukannya. Freud juga mengemukakan bahwa tingkah laku alam sadar sebenarnya merupakan transformasi penting materi bawah sadar  sehingga apa yang dilakukan tokoh mencerminkan dorongan bawah sadar tersebut. Hal ini kemudian disebut sebgai pertahana  ego, yaitu sutu kondisi yang berusaha melawan suatu yang tidak dapat diterima yang berasal dari alam bawah sadar. Perilaku pertahan ego itu antara lain dapat berwujud pembalikan perasaan secara perlawanan. Itulah sebabnya satra banyak memiliki cerita tentang kemunafikan, misalnya sikap, perilaku dan tindakan yang dilakukan oleh tokoh tertentu. Pertahanan yang dapat berupa intelektualisasi, proyeksi, rasionalisasi, formasi reaksi regresi, suplimasi, dan supresi.
            Intelektualisasi dapat berwujud penghindaran perasaan yang belebihan. Ketika sedih misalnya, seseorang mengalihkan perhatian ke sesuatu yang membuat pikiran tercurah. Dengan proyeksi  seseorang menempatkan diri pada pikiran atau perasaan  atau sikap tertentu terhadap orang lain. Ia membuat orang lain seolah-olah orang lain lah yang mempunyai sikap atau perasaan tertentu terhadap dirinya. Dengan rasionalisasi seseorang melakukan dorongan melakukan dorongan yang sebenarnya dilarang, tetapi dicarikan penalarannya sedemikian rupa sehingga seolah-olah dapat dibenarkan. Dengan formasi reaksi seseorang bereaksi justru bersifat kebalikannya dari yang dikehendakinya demi tidak melarang ketentuan. Dengan sublimasi seseorang melakukan impuls-impuls yang tidak dapat diterima dengan cara yang dapat diterima, misalnya mengarahkan  dorongan libido ke yang bukan libidinal.

 2. Sinopsis Novel Entrok
Novel entrok adalah novel yang menceritakan tentang dua tokoh utama, Marni dan Rahayu. Marni lahir dalam kemiskinan. Nasibnya adalah nasib ratusan bahkan jutaan anak dimuka bumi ini, ayah yang tidak bertanggung jawab sehingga ibunya harus banting tulang sendiri. Bersama simbok, ibunya, marni berusaha mengarahkan segala tenaga untuk bertahan hidup. Ia menjadi buruh pengupas singkong bersama simbok. Hasil kerja kerasnya di bayar dengan singkong pula. Hal tersebut mungkin tidak akan menjadi masalah, jika saja Marni tidak melihat Tinah. Anak sebayanya yang merupakan anak pakliknya yang menggunakan entrok atau bra atau kutang. Marni sudah mulai tidak nyaman, risih dengan buah dadanya yang mulai tumbuh sebagaimana remaja lainnya ingin juga menggunakan entrok.  Namun apalah daya, hanya menjadi buruh pengupas singkong dan berupah singkong pula, entok mejadi barang mewah yang mustahil mampu ia dapatkan.
Sadar akan hal itu, Marni pun memutar otak untuk bisa mendapatkan upah berupa uang seperti laki-laki di pasar Singget tempatnya dan simbok mengupas singkong. Ia pun beralih profesi menjadi seoarang kuli angkut. Sempat mendapatkan perlawanan dari simbok, karena pekerjaannnya hal yang tidak lumrah bagi kaum wanita. Namun karena tekatnya yang bulat, ia terus berusaha dan usahanya membuahkan hasil. Dari hasil tabungannya ia berhasil membeli entrok. Disamping itu, ia juga mampu mengumpulkan modal untuk menjual barang eceran dari satu rumah kerumah lainnya. Dari penjual sayuran sampai dagangan alat rumah tangga pun ia lakoni.
Sukses dengan dagangannya, ringkas cerita ia menjadi orang kaya. Marni seolah-olah menjadi bank bagi orang dilingkungannya. Orang akan meminjam uang kepadanya dan mengembalikan beserta bunga yang telah disepakati. Banyak orang yang mencibirnya, ia sempat bingung dengan keadaan sekitarnya. Banyak orang yang mengolok-oloknya tetapi para pedagang dipasar, guru, hingga priyai masih tetap saja meminjam uang kepadanya. Dalam perjalanannya menjadi kaya ia telah menikah dengan Teja. Kenalannya saat menjadi kuli angkut. Keduanya memiliki putri bernama Rahayu. Sebagai anak orang kaya, Rahayu berhasil menginjakkan kakinya di dunia pendidikan yang disediakan Negara, berbeda halnya saat Marni kecil. Dari sinilah perdebatan antara mereka dimulai. Disekolah Rahayu memperoleh pengajaran bahwa apa yang dilakukan ibuya adalah dosa. Ibunya, Marni Memang dari kecil melakukan pemujaan terhadap leluhur. Ia tidak mengenal adanya Tuhan. Ia selalu melakukan pemujaan, slamatan, mebuat tumpeng, ziarah kubur, dan berdoa dibawah pohon. Semua itu dilakukan sebagai bentuk peribadahannya. Selain itu, Rahayu juga percaya ibunya adalah seorang rentenir yang suka menarik uang dari kesulitan orang lain yang pada akhirnya ibunya akan masuk neraka.
Entrok menyajikan konflik Marni dan Rahayu dari sudut pandang kedua tokoh. Namun bukan hanya sebuah novel keluarga. Dalam novel juga diceritakan bagaimana Marni menjadi sasaran empuk bagi penguasa saat itu. Tagihan-tagihan tak masuk akal selalu dating kepadanya. Teja suaminya yang hanya bermental kerupuk selalu tunduk kepada mereka. Teja selalu menganngap Marni adalah perempuan yang bodoh, yang tidak mengerti aturan. Padahal ia hanya laki-laki yang numpang hidup terhadap istrinya. Di sisi lain Rahayu yang kuliah di Yogyakarta juga berhadapan dengan pihak aparat tapi dalam konteks yang berbeda. Awalnya hanya menjadi aktivis di kampus, berjalannya waktu ia turun langsung ke tempat yang akan dijadikan waduk raksasa. Selama menjadi aktivis Rahayu menikah dengan laki-laki yang tidak di setujui sepenuhnya oleh marni. Itu dikarenakan laki-laki yang ia nikahi telah memiliki seorang istri. Kuatnya pendirian Rahayu, Marni tidak bisa melakukan apa-apa. Sama-sama mengalami penindasan oleh aparat penguasa pada orde baru, keduanya mengalami kehancuran. Marni yang tertindas oleh para penguasa yang selalu merampas hasil kerja kerasnya, Rahayu malah harus merasakan sebagai janda karena suaminya terbunuh di tangan keji para aparat. Rahayu pun menjadi tawanan Negara karena dianggap sebagai pembenrontak.
Diakhir cerita Marni merelakan semua hartanya agar Rahayu dapat bebas dari penjara. Semua hal ia lakukan agar Rahayu bebas. Setelah berhasil, ia kemudian berusaha memberikan kehidupan normal bagi Rahayu, dari membuat KTP hingga menikahkan Rahayu. Akan tetapi semua itu gagal, pihak laki-laki menolak menikahi Rahayu karena bekas tawanan. Marni pun sakit hati dan menjadi gila.
3. Hasil Analisi Novel Entrok
Novel Okky Madasari Entrok menggunakan gaya penceritaan menggunakan sudut pandang “aku” yang menjelaskan bahwa pengarang terlibat langsung dalam cerita. Sudut pandang aku mengisahkan berbagai peristiwa dan dan tingkah laku yang dialami. Tokoh “aku” menjadi pusat cerita yang dianggap penting. Setelah membaca novel entrok kita akan dibawah pada tahun 60-an silam dimana orde baru menguasai Republik Indonesia. Pada masa itu banyak terjadi pembunuhan misterius. Pemerintah seolah-olah memonopoli kekuasaanya, banyak orang-orang yang kehilangan kekuasaannya. Peristiwa G30S/PKI akan terbawa dalam imajinasi pembaca.
Adapun analisis novel berdasarkan teori Sigmund Freud yaitu id, ego, dan superego. Id berisikan hal-hal yang dibawa sejak lahir dan yan menjadi pedoman id dalam berfungsi adalah menghindarkan diri dari ketidakenakan dan mengejar kenikmatan. Ego adalah aspek psikologis dari kepribadian yang timbuk karena kebutuhan individu untuk berhubungan baik dengan dunia nyata. Dalam fungsiya, ego berpegang pada prinsip kenyataan atau realitas. Superego adalah aspek sosiologi kepribadian, merupakan wakil dari nilai-nilai tradisional serta cita-cita masyarakat sebagaimana yang ditafsirkan orang tua kepada anaknya lewat perintah-perintah atau larangan-larangan. Superego dapat pula dianggap sebagai aspek moral kepribadian, fungsinya menentukan apakah sesuatu itu baik atau buruk. Hal ini menunjukkan bahwa tokoh Marni dalam kejiwaannya id dapat dikalahkan dengan superego. Pada dasarnya id adalah energi psikis yang hanya menarik kesenangan semata, sedangkan superego berisi kaidah moral dan nilai-nilai sosial yang diserap individu dari lingkungannya. Id yang hanya memikirkan diri sendiri, demi kepuasan pribadi ingin mengalahkan orang lain tanpa memandang segi apapun.
Tokoh Marni tidak semata-mata ingin mengalahkan tokoh Rahayu. Rahayu memiliki id, yaitu kecerdasan dan juga ketaatannya terhadap agama. Akan tetapi, super egonya membuat Rahayu tetap patuh dan sayang kepada Marni meski konflik batin yang terjadi sulit menyatukan perbedaan mereka. Untuk lebih jelasnya berikut digambarkan proses kejiwaan tokoh-tokoh utamanya, antara lain melalui peristiwa sebagai berikut: (1)Keberhasilan Marni dalam usahanya yang dimulai dari bawah; (2) Sikap Marni yang selalu patuh kepada tentara; (3) Meskipun berbeda keyakinan, Marni tetap menyayangi Rahayu; (4) Rahayu yang membenci Marni ibu kandungnya sendiri; (4) Marni dianggap memelihara tuyul dan pesugihan; (5) Teja yang bermalas-malasan dan main perempuan; (6) Endang Sulastri meminta harta warisan untuk Waseso, anak dari hubungan gelapnya dengan Teja; (7) Koh Cahyadi yang buronan kedapatan bersembunyi di rumah Marni; (8) Rahayu menikah siri dengan Amri; (9) Rahayu dan Amri membela penduduk yang akan di gusur; (10) Rahayu menolak menjadi istri keempat Kyai Hasbi; (11) Marni mencarikan suami untuk Rahayu; dan (12) Pernikahan Rahayu dibatalkan.
Di dalam novel Entrok karya Okky Madasari terkandung nilai-nilai agama yang dituliskan pengarang. Manusia adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial, tugas masing-masing individu menjaga keselarasan dalam hidup bermasyarakat, ini disebut kewajiban sosial. Kewajiban sosial itu menyangkut hubungan antara individu satu dengan individu yang lain dalam satu masyarakat. Hubungan sosial tidak sama, tetapi juga terdapat nilai etika serta etiknya.
Karya sastra senantiasa menawarkan pesan moral yang berhubungan dengan sifat-sifat luhur kemanusiaan, memperjuangkan hak dan martabat manusia. Pengembangan nilai moral sangat penting supaya manusia memahami dan menghayati etika ketika berinteraksi dan berkomunikasi dalam masyarakat. Nilai etika atau moral dalam karya sastra bertujuan mendidik agar mengenal nilai-nilai etika dan budi luhur. Selain nilai agama dan sosial dalam novel Entrok juga terdapat nilai-nilai moral yang disampaikan pengarang kepada pembaca. Dicontohkan dengan sikap Marni yang tetap menolong sesama manusia dan tidak memandang status sosialnya. Seperti halnya keinginan tulus dari hati Marni untuk menghidupi Waseso selayaknya anak kandungnya sendiri.
Nilai sejarah pada masa lampau dalam suatu karya sastra dapat memberikan inspirasi kepada para pembacanya karena dapat mengilhami perjuangan kita di masa sekarang. Pada novel Entrok karya Okky Madasari menceritakan sedikit cuplikan mengenai masa pemerintahan Orde Baru. Banyak kisah yang mewakili kronik orde baru, seperti penumpasan PKI, pembunuhan misterius, juga jalannya Pemilu pada masa itu.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MUH. RIDHO S

#TugasIndividu ANALISIS NOVEL RADEN MANDASIA SI PENCURI DAGING SAPI BERDASARKAN PENDEKATAN RESEPSI SASTRA Landasan Teori Secara d...