#cerpen
JURANG
CINTA
A"ayo pergi jenguk Nani besok”
B”iya ayo, aku ikut yah”
C”ikutt, kapan kita pergi?”
A”iya ayo, besok jam 10 atau jam 11 lah kita star”
D”ikutt tapi besok kuliahku sampai jam 1, jadi gmna dong?
C”sesekali bolos lah hehehe”
D”nda bisa soalnya besok itu aku PPL”
C”hehehe bercanda kok”
A”jadi yang mau ikut besok kumpul dipanggung yah jam 10 atau 11 lah kita star dari makassar”
Begitulah
sedikit percakapan yang ada di group yang diberi nama paraikatte yang artinya
para kita. Malam itu saya hanya sekedar
membaca percakapan itu tanpa merespon sedikitpun karna malam itu masalah
menyapaku dalam sela-sela seperempat malam membuat tubuhku terperangkap oleh
cengkaramnya yang seperti ingin menerkamku tiba-tiba. Aku terlalu larut dalam
kesedihanku meratapi masalah yang entah darimana timbulnya.
Sinar
mentari kembali menyapaku berangkat kuliah. Setelah perkuliahan selesai, aku
menyempatkan singgah di panggung Dg. Pamatte (nama tempat yang posisinya berada
di depan fakultas kami) sampai di sana saya duduk dan bercerita bersama senior
dan teman-teman. Mereka kembali membahas
tentang percakapan di group semalam.
Erli
”kamu ikut kan?” sambil menunjukku
“oh
iya aku ikut tapi siapa yang membonceng saya? Erli bingung
”nanti
kita cari”.
“baiklah”.
Setelah itu beberapa orang bermunculan dan siap untuk berangkat. Di perjalanan
kami ketawa ketiwi bersama tapi di tengah perjalanan tiba-tiba hujan deras,
kami singgah hanya untuk sekadar berteduh.
setelah hujan redah kamipun melanjutkan perjalanan.
tibalah
kami di rumah sakit tepatnya berada di kota pangkep tapi sayang sesampai disana
ternyata Pita sudah pulang kerumahnya 2 hari yang lalu. Kami tak tau sama
sekali kabar darinya dikarenakan kami susah menghubunginya 2 hari ini, dia memang
sering bercerita kalau di rumahnya tak ada jaringan sama sekali dia harus
keluar rumah jika ingin mendapatkan jaringan. Sedang kami kelelahan menempuh jarak dan waktu
selama 3 jam lamanya.
Mendengar
kabar itu kamipun berunding bagaimana selanjutnya, apakah kami harus pulang ke
makassar atau nekad ke rumah Pita dengan resiko yang cukup berat karena tidak
ada yang tahu dimana rumahnya. kami
memutuskan melanjutkan perjalanan. Sebelum berangkat ke rumah pita terlebih dahulu kami
menyempatkan ke rumah Tuti untuk sedikit mengisi perut yang sedari tadi sudah
menari-nari minta diisi hehhehe. Perut ini sudah terisi penuh kami bergegas untuk
berangkat ke rumah pita tapi sebelum itu kami mengecek bensin dan motor
masing-masing karna perjalan yang akan kami lalui cukup jauh sekitar 100km dari
kota pangkep jadi semua harus siap.
Kami
berjalan menelusuri daerah pangkep kota yang terkenal dengan ikan bandengnya
desa demi desa kita lalui dan masuklah kami ke sebuah perkampungan. Disana
kami melewati jalan rusak, licin dan
tanjakan yang cukup menyerikan karna tanjakan itu cukup tinggi dan panjang.
Malam menghampiri dan dua tanjakan yang
mengerikan telah berhasil kami lewati, meskipun sebelumnya kami harus turun
dari motor setiap gas motor tak mampu melawan tingginya jalan. Alhamdulillah kami menemukan sebuah mesjid kecil yang cukup
tua, bersamaan dengan waktu maghrib. Kami singgah untuk melaksanakan kewajiban kami
sebagai umat muslim yang semestinya. Saya sedikit heran karna di dalamnya hanya
ada imam dan satu makmum di belakangnya, saya baru sadar jika desa yang kami tempati
sekarang hanya ada beberapa rumah dan jarak antara rumah satu dan yang lain
cukup jauh, saya tak melihat jelas karna gelap menutupi dan dingin sedang
hangat-hangatnya memeluk kami yang sama sekali tak ada persiapan jaket. Selesai shalat kamipun bergegas melanjutkan perjalan
kami tapi perasaan saya sedikit tidak enak dan merasa takut karna malam sudah
menghampiri sedangkan perjalanan kami masih cukup jauh.
“tunggu sebentar kunci motorku hilang” sahut
salah satu teman saya yang sering dipanggil gentong itu
“memangnya
kamu simpan dimna” jawab luna,
Perasaan
saya tambah tidak enak dan saya baru sadar jika malam ini adalah malam jumat,
pikiran saya mulai negatif, apa yang akan terjadi di depan sana belum lagi
lampu motor salah satu dari kami tiba-tiba mati. Bayangkan saja jalan yang
terjal dan gelap akan ditempuh dengan keadaan motor yang bisa dikatakan cacat.
“oh
ini sudah ketemu” dengan muka bahagia si Gentong telah menemukan kuncinya
“kalau begitu ayo kita berangkat” .
Kami
melanjutkan perjalanan, rasa takut yang menghampiri membuat saya ragu untuk
melanjutkan perjalanan sesekali kukeluhkan dan mengajak yang lain untuk
kembali, tapi kami tidak bisa kembali karna sudah terlanjur berjalan.
Suara
hewan malam mulai terdengar aneh dan suara air juga ikut terdengar lebih
menakutkan dari biasanya, perasaan takut ini tak henti menari-nari sambil
berjalan saya sambil berdoa karna menurutku hanya doa yang bisa membantu kami
sekarang. Kami mungkin sedang bertengkar dengan pikiran kami masing-masing saat
ini, ntahlah, namun saya sudah mengira teman yang membonceng saya saat ini
mungkin saja bukan dia lagi yaah... secara ini malam jumat.
Sudah hampir satu jam kami berjalan tapi saya
tak melihat rumah satupun, tak melihat rumah seperti bentuk rumah yang sering
kami jumpai di kota, yang ada hanya seperti gubuk tua, gelap, dan beberapa
tulisan-tulisan Arab di setiap tikungan jalan. Saya juga tak melihat satupun orang yang lewat dan
bertemu kami, perasaan saya mulai campur aduk mulai rasa takut, gelisah, dan
marah karna tak kunjung sampai.
Kami
tetap berjalan terus tanpa henti dan jam sudah menunjukkan arah jam 20:00
berarti sebentar lagi tengah malam dan suara hewan semakin terdengar
menakutkan. Yang berlaku saat ini hanya indera pendengar kami benar-benar tak
melihat apapun selain jalan yang disoroti lampu motor, mulut kami seperti
saling terkunci tak ada suara saling tegur, kulit kami rasanya memilih tak
merasakan apapun meski kabut jelas-jelas menutup pandangan kami mungkin karena
rasa takut lebih besar daripada hawa dingin tersebut.
Sampailah kita disebuah perkampungan, saya
sangat bahagia karna saya melihat sebuah rumah yang setidaknya sedikit
bercahaya dari yang sebelum-sebelumnya. Tetapi hal mencekik rasanya datang
kembali. Dua orang teman kami hilang. Barulah kami saling tegur.
”kemana
rasma dan vianus?” tanyaku
“tidak
tau saya juga tak melihatnya, saya kira mereka ada di belakang kalian”
“saya
juga tak melihat” ucapan Erli yang sudah di depan
“iya
memang mereka ada di belakang kami tadi”
”
lalu kemana mereka?” tanyaku kembali
Semua
panik dan khawatir karna di antara kami tidak ada yang tau daerah ini, kami
hanya mengikuti petunjuk yang sering kami dengar dari cerita Pita jika ia
pulang kampung itulah sebabnya kami bisa sampai disini hanya dengan modal
bertanya pada masyarakat kota, kami kembali menyusuri jalan yang telah kami
lewati tadi tapi tetap saja kami tidak menemukan tanda-tanda keberadaan mereka.
Saya
semakin panik dan tambah takut, serasa saya ingin waktu berlalu cepat dan pagi
datang menghampiri tapi ini bukan sulap dan sihir, semua sudah tersusun sistematis
dan direncanakan oleh-Nya. Kami tetap mencari mereka dan tak lama kemudian ada
suara teriakan yang sangat keras terdengar dari arah barat. Kami menuju sumber suara.
“sepertinya itu suara rasma!” seru putri
sedikit cemas
“iya,
itu suara rasma”
”ayo
cepat kita kesana”
Kami
berlari tapi suara itu seketika menghilang seperti ditelan bumi.
“dimana
suara itu? kenapa suara itu hilang”
“
iya, kemana suara itu?”
Semua
merasa takut dan panik karna suara itu tiba-tiba menghilang seketika, suara apa
sebenarnya itu? Apakah itu suara rasma ataukah suara? Bulu kudukku semakin
merinding, saya mulai berpikir aneh dan ngawur, mungkinkah itu suara hantu yang
sedari tadi mengikuti kita? Dan mungkinkah rasma dan vianus disembunyikan oleh
hantu itu, saya memegang erat-erat baju sidi sambil sesekali mencuri pandang ke
belakang untuk memastikan erli dan bahar masih ada di belakang kami tak lama
berjalan kami singgah di sebuah rumah kumu untuk istirahat sejenak karna
perjalanan yang kami lalui sangat melelahkan
”
itu ada rumah” seru Gentong sambil
menunjuk kearah rumah kumu itu
”
iya, ayo kesana kita istirahat sambil menunnggu pagi”
”
iya besok baru kita lanjutkan perjalanan kita”
”
tidak, saya tidak mau kerumah itu” saya
benar-benar merasa tak enak
”
kenapa? Ayo kita kesana untuk beristirahat sejenak”
”
saya tidak ingin pergi kesana, kalian bagaimana teman kita belum ketemu dan
kalian mau ingin istirah enak sedangkan mereka entah ada dimana. Apakah mereka
masih hidup atau tidak kita saja tidak tau kebeadaan mereka dimana lalu, kita
mau kerumah itu dan beristirahat. Saya tidak mau”
“iya,
betul yang dikatakan masa dalam keadaan seperti ini kita ingin beristirahat
sedangkan teman kita entah ada dimana?”
Terjadi
sedikit percekcokan diantara mereka tetapi tak lama kemudian salah satu
diantara mereka angkat bijara dan mengalah
”
baiklah, kalau seperti itu ayao kita lanjutkan mencari rasma dan vianus” sambil
menenangkan perasaan mereka
Ternyata
jam sudah menunjukkan pukul 22:30 sudah
hampir dua jam kita mencari mereka tapi tak kunjung ketemu, dimana keberadaan
mereka sebenarnya?
“Aaaaaaaaaaaaaaaaaa
tolong” suara itu terdengar lagi dan terdengar sedikit lebih keras dari
sebelumnya, entah dimana sumber suara itu terdengar, kamipun berlari mencari
sumber suara itu sambil berteriak meamanggil nama rasma dan vianus
“Rasmaaaaaaa”
“Vianussss”
Dan
sampailah kita pada sebuah jurang besar yang sangat mengerikan, tempat suara
itu berasal
”
Jurang apa ini? Kenapa sungguh mengerikan” dengan ekspresi takut
”
iya, ini jurang apa? Tapi suara itu kalau tak salah berasal dari jurang ini’
”
tunggu saya periksa” tawar Sidi.
Sambil
Sidi memeriksa jurang itu terdengar lagi suara yang sangat keras
“tolonggg
kami disini”
Itu
suara rasma dan vianus, tapi kami tak melihat mereka ada dimana hanya terdengar
suara.
“kami
disiniiii”.
Terdengar
kembali suara teriakan
”kalian
dimana?” teriak Putri
“disini!!!”
”
itu mereka” sambil menunjuk kearah Rasma dan Vianus”
Kami
berlari menuju ke arah mereka sesampai disana semua berteriak histeris karna
muka vianus dan rasma sudah berlumuran darah, entah apa yang terjadi kepada
mereka. Gentong dan Sidi segera mencari pertolongan. Warga tiba setengah jam
kemudian. Rasma dan Vianus diangkat dan dirawat
di rumah warga kebetulan warga tersebut
bisa mengobati dengan ramuan yang dibuatnnya sendiri dari tanaman liar di
hutan. Selama kedua teman kami beristirahat Sang pemilik Rumah menceritakan
tentang tragedi Jurang tadi.
“Jurang
tersebut angker nak. Dahulu ada seorang wanita yang jatuh cinta pada seorang
lelaki, lelaki itu pun sepertinya mencintai sang Wanita. Ia seperti terus
memberikan harapan pada sang perempuan. Namun tiba-tiba sang Lelaki hilang
kabar. Wanita itu terus mencarinya dan tak sengaja bertemu di tepi jurang tadi.
Tapi sang Lelaki tidak sendiri ia bersama wanita lain mungkin istrinya. Wanita
yang bersama lelaki tersebut menggunakan
baju merah saat itu. Konon karena sakit hati Wanita itu mendorong pasangan
tersebut ke jurang lalu menjatuhkan dirinya sendiri. Beruntung teman kalian
masih dapat diselamatkan nak. Sebab sudah banyak korban disana. Semuanya rata-rata
perempuan yang berboncengan dengan laki-laki juga menggunakan baju
merah”.
Singkat cerita kami menumpang selama 3 hari
sampai kedua teman kami sudah lebih baik. Setelah Rasma dan Vianus sudah
membaik kami melanjutkan perjalanan ke rumah Pita yang menajdi tujuan awal kami
datang kesini
“terimakasih
pak, atas bantuaannya kami pamit melanjutkan perjalanan kami” seru dije sambil
berpamitan pulang
“iya
nak, sama-sama. Hati-hati di jalan yah” kata pemilik rumah sambil melambaikan
tangan, melambangkan perpisahan
Singkat
cerita setelah sampai pada tujuan utama kami yakni rumah Pita. Kamipun
menceritakan kejadian yang terjadi selama perjalanan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar