Rabu, 07 Juni 2017

DEWI JAFAR



#cerpen                                    

  JURANG CINTA 

 A"ayo pergi jenguk Nani besok”
B”iya ayo, aku ikut yah”
C”ikutt, kapan kita pergi?”
A”iya ayo, besok jam 10 atau jam 11 lah kita star”
D”ikutt tapi besok kuliahku sampai jam 1, jadi gmna dong?
C”sesekali bolos lah hehehe”
D”nda bisa soalnya besok itu aku PPL”


C”hehehe bercanda kok”
A”jadi yang mau ikut besok kumpul dipanggung yah jam 10 atau 11 lah kita star dari makassar”
            Begitulah sedikit percakapan yang ada di group yang diberi nama paraikatte yang artinya para kita. Malam  itu saya hanya sekedar membaca percakapan itu tanpa merespon sedikitpun karna malam itu masalah menyapaku dalam sela-sela seperempat malam membuat tubuhku terperangkap oleh cengkaramnya yang seperti ingin menerkamku tiba-tiba. Aku terlalu larut dalam kesedihanku meratapi masalah yang entah darimana timbulnya.
            Sinar mentari kembali menyapaku berangkat kuliah. Setelah perkuliahan selesai, aku menyempatkan singgah di panggung Dg. Pamatte (nama tempat yang posisinya berada di depan fakultas kami) sampai di sana saya duduk dan bercerita bersama senior dan teman-teman. Mereka  kembali membahas tentang percakapan di group semalam.   
            Erli ”kamu ikut kan?” sambil menunjukku
“oh iya aku ikut tapi siapa yang membonceng saya? Erli bingung
”nanti kita cari”.
“baiklah”. Setelah itu beberapa orang bermunculan dan siap untuk berangkat. Di perjalanan kami ketawa ketiwi bersama tapi di tengah perjalanan tiba-tiba hujan deras, kami singgah hanya untuk sekadar  berteduh. setelah hujan redah kamipun melanjutkan perjalanan.
            tibalah kami di rumah sakit tepatnya berada di kota pangkep tapi sayang sesampai disana ternyata Pita sudah pulang kerumahnya 2 hari yang lalu. Kami tak tau sama sekali kabar darinya dikarenakan kami susah menghubunginya 2 hari ini, dia memang sering bercerita kalau di rumahnya tak ada jaringan sama sekali dia harus keluar rumah jika ingin mendapatkan jaringan.  Sedang kami kelelahan menempuh jarak dan waktu selama 3 jam lamanya.
            Mendengar kabar itu kamipun berunding bagaimana selanjutnya, apakah kami harus pulang ke makassar atau nekad ke rumah Pita dengan resiko yang cukup berat karena tidak ada yang tahu dimana rumahnya.  kami memutuskan melanjutkan perjalanan. Sebelum  berangkat ke rumah pita terlebih dahulu kami menyempatkan ke rumah Tuti untuk sedikit mengisi perut yang sedari tadi sudah menari-nari  minta diisi hehhehe. Perut  ini sudah terisi penuh kami bergegas untuk berangkat ke rumah pita tapi sebelum itu kami mengecek bensin dan motor masing-masing karna perjalan yang akan kami lalui cukup jauh sekitar 100km dari kota pangkep jadi semua harus siap.
            Kami berjalan menelusuri daerah pangkep kota yang terkenal dengan ikan bandengnya desa demi desa kita lalui dan masuklah kami ke sebuah perkampungan. Disana kami  melewati jalan rusak, licin dan tanjakan yang cukup menyerikan karna tanjakan itu cukup tinggi dan panjang.  Malam  menghampiri dan dua tanjakan yang mengerikan telah berhasil kami lewati, meskipun sebelumnya kami harus turun dari motor setiap gas motor tak mampu melawan tingginya jalan. Alhamdulillah  kami menemukan sebuah mesjid kecil yang cukup tua, bersamaan dengan waktu maghrib. Kami  singgah untuk melaksanakan kewajiban kami sebagai umat muslim yang semestinya. Saya sedikit heran karna di dalamnya hanya ada imam dan satu makmum di belakangnya,  saya baru sadar jika desa yang kami tempati sekarang hanya ada beberapa rumah dan jarak antara rumah satu dan yang lain cukup jauh, saya tak melihat jelas karna gelap menutupi dan dingin sedang hangat-hangatnya memeluk kami yang sama sekali tak ada persiapan jaket.  Selesai  shalat kamipun bergegas melanjutkan perjalan kami tapi perasaan saya sedikit tidak enak dan merasa takut karna malam sudah menghampiri sedangkan perjalanan kami masih cukup jauh.
             “tunggu sebentar kunci motorku hilang” sahut salah satu teman saya yang sering dipanggil gentong itu
“memangnya kamu simpan dimna” jawab luna,
            Perasaan saya tambah tidak enak dan saya baru sadar jika malam ini adalah malam jumat, pikiran saya mulai negatif, apa yang akan terjadi di depan sana belum lagi lampu motor salah satu dari kami tiba-tiba mati. Bayangkan saja jalan yang terjal dan gelap akan ditempuh dengan keadaan motor yang bisa dikatakan cacat.
“oh ini sudah ketemu” dengan muka bahagia si Gentong telah menemukan kuncinya “kalau begitu ayo kita berangkat” .
            Kami melanjutkan perjalanan, rasa takut yang menghampiri membuat saya ragu untuk melanjutkan perjalanan sesekali kukeluhkan dan mengajak yang lain untuk kembali, tapi kami tidak bisa kembali karna  sudah terlanjur berjalan.
            Suara hewan malam mulai terdengar aneh dan suara air juga ikut terdengar lebih menakutkan dari biasanya, perasaan takut ini tak henti menari-nari sambil berjalan saya sambil berdoa karna menurutku hanya doa yang bisa membantu kami sekarang. Kami mungkin sedang bertengkar dengan pikiran kami masing-masing saat ini, ntahlah, namun saya sudah mengira teman yang membonceng saya saat ini mungkin saja bukan dia lagi yaah... secara ini malam jumat.
             Sudah hampir satu jam kami berjalan tapi saya tak melihat rumah satupun, tak melihat rumah seperti bentuk rumah yang sering kami jumpai di kota, yang ada hanya seperti gubuk tua, gelap, dan beberapa tulisan-tulisan Arab di setiap tikungan jalan. Saya  juga tak melihat satupun orang yang lewat dan bertemu kami, perasaan saya mulai campur aduk mulai rasa takut, gelisah, dan marah karna tak kunjung sampai.
            Kami tetap berjalan terus tanpa henti dan jam sudah menunjukkan arah jam 20:00 berarti sebentar lagi tengah malam dan suara hewan semakin terdengar menakutkan. Yang berlaku saat ini hanya indera pendengar kami benar-benar tak melihat apapun selain jalan yang disoroti lampu motor, mulut kami seperti saling terkunci tak ada suara saling tegur, kulit kami rasanya memilih tak merasakan apapun meski kabut jelas-jelas menutup pandangan kami mungkin karena rasa takut lebih besar daripada hawa dingin tersebut.
 Sampailah kita disebuah perkampungan, saya sangat bahagia karna saya melihat sebuah rumah yang setidaknya sedikit bercahaya dari yang sebelum-sebelumnya. Tetapi hal mencekik rasanya datang kembali. Dua orang teman kami hilang. Barulah kami saling tegur.
”kemana rasma dan vianus?” tanyaku
“tidak tau saya juga tak melihatnya, saya kira mereka ada di belakang kalian”
“saya juga tak melihat” ucapan Erli yang sudah di depan
“iya memang mereka ada di belakang kami tadi”
” lalu kemana mereka?” tanyaku kembali
            Semua panik dan khawatir karna di antara kami tidak ada yang tau daerah ini, kami hanya mengikuti petunjuk yang sering kami dengar dari cerita Pita jika ia pulang kampung itulah sebabnya kami bisa sampai disini hanya dengan modal bertanya pada masyarakat kota, kami kembali menyusuri jalan yang telah kami lewati tadi tapi tetap saja kami tidak menemukan tanda-tanda keberadaan mereka.
            Saya semakin panik dan tambah takut, serasa saya ingin waktu berlalu cepat dan pagi datang menghampiri tapi ini bukan sulap dan sihir, semua sudah tersusun sistematis dan direncanakan oleh-Nya. Kami tetap mencari mereka dan tak lama kemudian ada suara teriakan yang sangat keras terdengar dari arah barat. Kami  menuju sumber suara.
 “sepertinya itu suara rasma!” seru putri sedikit cemas
“iya, itu suara rasma”
”ayo cepat kita kesana”
Kami berlari tapi suara itu seketika menghilang seperti ditelan bumi.
“dimana suara itu? kenapa suara itu hilang”
“ iya, kemana suara itu?”
            Semua merasa takut dan panik karna suara itu tiba-tiba menghilang seketika, suara apa sebenarnya itu? Apakah itu suara rasma ataukah suara? Bulu kudukku semakin merinding, saya mulai berpikir aneh dan ngawur, mungkinkah itu suara hantu yang sedari tadi mengikuti kita? Dan mungkinkah rasma dan vianus disembunyikan oleh hantu itu, saya memegang erat-erat baju sidi sambil sesekali mencuri pandang ke belakang untuk memastikan erli dan bahar masih ada di belakang kami tak lama berjalan kami singgah di sebuah rumah kumu untuk istirahat sejenak karna perjalanan yang kami lalui sangat melelahkan
” itu ada rumah” seru Gentong  sambil menunjuk kearah rumah kumu itu
” iya, ayo kesana kita istirahat sambil menunnggu pagi”
” iya besok baru kita lanjutkan perjalanan kita”
” tidak, saya tidak mau kerumah itu”  saya benar-benar merasa tak enak
” kenapa? Ayo kita kesana untuk beristirahat sejenak”
” saya tidak ingin pergi kesana, kalian bagaimana teman kita belum ketemu dan kalian mau ingin istirah enak sedangkan mereka entah ada dimana. Apakah mereka masih hidup atau tidak kita saja tidak tau kebeadaan mereka dimana lalu, kita mau kerumah itu dan beristirahat. Saya tidak mau”
“iya, betul yang dikatakan masa dalam keadaan seperti ini kita ingin beristirahat sedangkan teman kita entah ada dimana?”
Terjadi sedikit percekcokan diantara mereka tetapi tak lama kemudian salah satu diantara mereka angkat bijara dan mengalah
” baiklah, kalau seperti itu ayao kita lanjutkan mencari rasma dan vianus” sambil menenangkan perasaan mereka
Ternyata jam sudah menunjukkan pukul  22:30 sudah hampir dua jam kita mencari mereka tapi tak kunjung ketemu, dimana keberadaan mereka sebenarnya?
“Aaaaaaaaaaaaaaaaaa tolong” suara itu terdengar lagi dan terdengar sedikit lebih keras dari sebelumnya, entah dimana sumber suara itu terdengar, kamipun berlari mencari sumber suara itu sambil berteriak meamanggil nama rasma dan vianus
“Rasmaaaaaaa”
“Vianussss”
            Dan sampailah kita pada sebuah jurang besar yang sangat mengerikan, tempat suara itu berasal
” Jurang apa ini? Kenapa sungguh mengerikan” dengan ekspresi takut
” iya, ini jurang apa? Tapi suara itu kalau tak salah berasal dari jurang ini’
” tunggu saya periksa” tawar Sidi.
Sambil Sidi memeriksa jurang itu terdengar lagi suara yang sangat keras
“tolonggg kami disini”
Itu suara rasma dan vianus, tapi kami tak melihat mereka ada dimana hanya terdengar suara.
“kami disiniiii”.
Terdengar kembali suara teriakan
”kalian dimana?” teriak Putri
“disini!!!”
” itu mereka” sambil menunjuk kearah Rasma dan Vianus”
Kami berlari menuju ke arah mereka sesampai disana semua berteriak histeris karna muka vianus dan rasma sudah berlumuran darah, entah apa yang terjadi kepada mereka. Gentong dan Sidi segera mencari pertolongan. Warga tiba setengah jam kemudian. Rasma dan Vianus diangkat dan  dirawat di rumah warga kebetulan  warga tersebut bisa mengobati dengan ramuan yang dibuatnnya sendiri dari tanaman liar di hutan. Selama kedua teman kami beristirahat Sang pemilik Rumah menceritakan tentang tragedi Jurang tadi.
“Jurang tersebut angker nak. Dahulu ada seorang wanita yang jatuh cinta pada seorang lelaki, lelaki itu pun sepertinya mencintai sang Wanita. Ia seperti terus memberikan harapan pada sang perempuan. Namun tiba-tiba sang Lelaki hilang kabar. Wanita itu terus mencarinya dan tak sengaja bertemu di tepi jurang tadi. Tapi sang Lelaki tidak sendiri ia bersama wanita lain mungkin istrinya. Wanita yang bersama lelaki tersebut  menggunakan baju merah saat itu. Konon karena sakit hati Wanita itu mendorong pasangan tersebut ke jurang lalu menjatuhkan dirinya sendiri. Beruntung teman kalian masih dapat diselamatkan nak. Sebab sudah banyak korban disana. Semuanya  rata-rata  perempuan yang berboncengan dengan laki-laki juga menggunakan baju merah”.
 Singkat cerita kami menumpang selama 3 hari sampai kedua teman kami sudah lebih baik. Setelah Rasma dan Vianus sudah membaik kami melanjutkan perjalanan ke rumah Pita yang menajdi tujuan awal kami datang kesini
“terimakasih pak, atas bantuaannya kami pamit melanjutkan perjalanan kami” seru dije sambil berpamitan pulang
“iya nak, sama-sama. Hati-hati di jalan yah” kata pemilik rumah sambil melambaikan tangan, melambangkan perpisahan
Singkat cerita setelah sampai pada tujuan utama kami yakni rumah Pita. Kamipun menceritakan kejadian yang terjadi selama perjalanan. 
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                           



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MUH. RIDHO S

#TugasIndividu ANALISIS NOVEL RADEN MANDASIA SI PENCURI DAGING SAPI BERDASARKAN PENDEKATAN RESEPSI SASTRA Landasan Teori Secara d...